Kolom Asaaro Lahagu: JOKOWI DIUKUR (Kompas Memihak 02?) (Sirulo TV)

Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu

Bola liar menghantam Kompas. Pertanyaan tendensius kepada Kompas meledak. Pencetusnya adalah hasil survei elektabilitas Capres yang dipublikasi pada hari Rabu 20 Maret 2019. Hasil Litbang Kompas menyatakan elektabilitas Paslon 01 di bawah 50%. Sementara beberapa survei terkemuka semacam LSI menyebutkan Paslon 01 di atas 50%.

Menyikapi hasil survei Kompas, pendukung fanatik Jokowi kecewa.

Tudingan kepada Kompas sebagai media yang tidak lagi netral, nonpartisan dan independen menguak ke permukaan. Kompas mulai dicurigai oleh pendukung Jokowi.

Sementara itu, menyikapi hasil survei Kompas, para pendukung Paslon 02 bersorak. Hasil survei Kompas memunculkan optimisme baru di kalangan Paslon 02. Bahkan ada yang mengatakan bahwa, berdasarkan survei Kompas itu, kemenangan Paslon 02 sudah di depan mata sementara paslon 01 sudah game over.

Bola liar tudingan kepada Kompas yang memihak, merebak di group-group WA. Foto Pemred Kompas, Ninuk Mardiana Pambudy dengan Prabowo diinterpretasikan sebagai bukti keberpihakan. Alasannya, suami Ninuk (Rahmat Pambudy) adalah petinggi Gerindra.

Pementasan Teater Sendiri yang diadakan di NU Art Sculpture Park Bandung pada hari Sabtu (23 Maret 2019) dengan lakon Calon Arang, ditenggarai membawa misi kampanye untuk Paslon 02. Pun kecurigaan publik kepada Rosi yang cenderung berpihak, menambah kecurigaan kepada Kompas. Apa sebenarnya yang terjadi dengan Kompas? Benarkah Kompas memihak?

Putra Nababan, mantan penyiar berita di RCTI dan mantan Pemimpin Redaksi Metro TV, saat saya bertemu dengannya beberapa waktu lalu, menegaskan dalam sejarahnya tidak ada media yang benar-benar netral. Selalu ada keberpihakan. Semua punya kepentingan.

Media ternama dunia seperti CNN, New York Times, Forbers, BBC, The Guradian dan seterusnya, pasti memihak salah satu tokoh politik. Keberpihakan ini bisa dilakukan secara diam-diam, tersembunyi atau dibungkus dengan jargon netralitas.

Jika ada media yang mengklaim dia benar-benar netral, itu hanyalah sebuah utopia atau sebuah kemunafikan. Tak ada media yang benar-benar netral. Hanya saja, tingkat keberpihakan media berbeda-beda. Inilah yang membedakan media yang satu dengan media yang lain.

Tingkat keberpihakan media kepada Paslon tertentu, bisa digolongkan ke dalam 3 kateori. Pertama, golongan media yang memihak secara terang-terangan. Ke dua, golongan media yang cenderung memihak dan ke tiga golongan media memihak secara terselubung.

Jika mencermati manufer Kompas akhir-akhir ini, maka golongan yang terakhir inilah yang paling cocok dengan Kompas. Kompas memihak secara terselubung, dengan halus, namun mematikan. Kalau begitu, Paslon mana yang cenderung didukung oleh Kompas? Tidak sulit menjawabnya. Lalu mengapa Kompas berbalik dari netralitas ke kecenderungan memihak?

Pertama, Kompas sudah mengukur Jokowi. Jokowi adalah orang baik. Artinya, jika nanti yang menang adalah Jokowi, tidak sulit bagi Kompas untuk berbaikan atau kembali menebus dosa. Jokowi adalah orang baik.

senyum manis

Pemilik media yang sebelumnya memusuhinya, kini malah dirangkulnya. Kita sebut saja Harry Tanoe, Aburizal Bakri, Erick Thohir. Mereka dulu kerap menyerang Jokowi. Tetapi, kini mereka beralik mendukung Jokowi dan Jokowi menerima mereka dengan baik.

Kembali berbaik-baik dengan Jokowi bukanlah perkara sulit. Namun, bagaimana jika Prabowo yang menang? Bisa berbahaya. Dendamnya membara. Orang ini kalau sudah dendam, siap-siaplah menanggung akibatnya.

Artinya, dengan keperpihakan kepada Prabowo, Kompas menjaga dua kakinya. Jika Jokowi menang, Kompas yakin tidak akan diapa-apakan. Sebaliknya, jika Prabowo menang, Kompas sudah menaruh keberpihakan. Pasti ada ganjarannya. Sesederhana itu. Inilah yang saya maksud, Jokowi sudah diukur.

Ke dua, Kompas sudah mengukur Jokowi terkait penguasaan media. Jika Kompas cenderung memihak Jokowi, maka tak ada ‘gula-gula’ yang bisa diharapkan dari Jokowi. Mengapa? Lihatlah orang-orang yang mendukung Jokowi.

Di sana ada Surya Paloh dengan Metro TV dan Media Indonesia-nya. Ada hary Tanoe dengan RCTI, MNC, Global dan Sindonews-nya. Ada Erick Thohir dengan Harian Republika dan sebagian sahamnya di TV One. Ada Aburizal Bakri dengan ANTV, TV One dan Viva newsnya. Nyaris tidak ada tempat untuk Kompas.

Ke depan, jika Jokowi menang, kemungkinan kebijakan dalam media akan dipengaruhi orang-orang yang menguasai media di atas. Kompas pasti tak dapat apa-apa jika ia mendukung Jokowi. Sebaliknya, jika ia tidak mendukung Jokowi, Kompas juga tidak dapat apa-apa. Namun, jika Kompas memihak 02, pasti akan mendapat sesuatu.

Apalagi kini pendapatan Kompas bukan lagi ditopang dari Media. Bukan rahasia lagi kalau korporasi, Kompas Gramedia Group sedang guncang. PHK Karyawan sudah dilakukan sejak tahun 2017 lalu. Karyawan terbesar yang di-PHK umumnya dari divisi majalah. Sebagian lain dari unit unit penerbitan buku dan beberapa unit lain.

Kegoncangan Kompas dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, mundurnya Jacob Oetama dalam pengendalian bisnis, mundurnya Agung sebagai CEO dan sekarang dipegang penuh oleh Lilik Oetama. Ke dua, adanya kesalahan strategis dalam pengelolaan TV7 dan keterlambatan dalam investasi penggantinya, yaitu Kompas TV.

Bisnis media Kompas apalagi media cetak tinggal menunggu kematiannya. Majalah Bola, bagian dari Kompas misalnya, sudah dimatikan beberapa bulan lalu. Bukan tidak mungkin, Kompas Cetak dalam beberapa tahun ke depan akan menemui ajalnya.

Hal yang sama dengan buku. Bisnis buku saat ini lesu tak terkecuali Toko Buku Gramedia. Bisa jadi Litbang Kompas berubah dari keperluan informasi, menjadi bisnis baru. Sangat mungkin Litbang Kompas sudah mengarah ke bisnis demi menutupi pengeluaran di divisi media.

Kompas bermanufer pasca kekecewaan Prabowo soal pemberitaan aksi pertemuan alumni 212 lalu. Saat ada pertemuan akbar 212 pada tanggal 2 Desember 2018 lalu, Prabowo marah kepada Kompas karena pemberitaan minim atas aksi alumni 212. Pasca kejadian itu kemungkinan ada lobi-lobi internal dari BPN agar Kompas ikut membentuk opini publik untuk kepentingan Paslon 02.

Strategi Kompas sekarang beralih dari media ke pengembangan properti dan hotel. Saat ini, Kompas mendapat keuntungan besar dari bisnis properti. Group hotel Kompas, baik Santika maupun Amaris Hotel berkembang baik dan menyumbang keuntungan terbanyak sekaligus menambal kerugian dari beberapa unit di grup media mereka.

Melihat aksi korporasi Kompas yang beralih dari media ke properti, perhotelan dan bidang lain non media, maka sangat mungkin kenetralitasannya selama ini sudah berubah. Apalagi jika Jokowi sudah diukur, wajarlah Kompas berpihak kepada Paslon 02. Begitulah kura-kura.

3 thoughts on “Kolom Asaaro Lahagu: JOKOWI DIUKUR (Kompas Memihak 02?) (Sirulo TV)

  1. Blsnis, Politik dan Kepentingan Nasional

    Kolom AL merupakan analisa yang lengkap dan logis soal perubahan drastis sikap politik Harian Kompas, dari pendukung capres 01 ke 02.
    Syarat penting/utama perubahan menurut AL adalah pengetahuan tentang ‘Jokowi sudah terukur’ dari segi pengalaman selama ini. Karena itu Harian Kompas bikin pilihan ke ‘pendendam tukang gebuk’ meninggalkan ‘bukan tukang gebuk’ dan bukan pendendam atau ‘rapopo’. Ini melihat perubahan ‘sementara’, dan harus diingat juga bahwa perubahan adalah abadi, artinya kapan saja dan apa saja bisa brubah drastis atau setidaknya berubah terus, karena perubahan bersifat terus menerus. Bukan tidak mungkin ada perubahan dari ‘bukan tukang gebuk’ jadi ‘tukang gebuk’ atau sebaliknya. Tetapi cari selamat ‘sementara’ bagi Harian Kompas, bukanlah juga sepenenuhnya salah. Sifatnya juga sementara . . .

    Dari uraian artikel AL juga terlihat bahwa bisnis merupakan dasar utama dalam perubahan sikap Kompas. Pertama karena bisnis media off line memang dalam perjalanan ke kebangkrutan diseluruh dunia, adalah fenomena global, tidak terhindarkan. Karena itu perubahan atau pergantian model bisnis merupakan keharusn bagi Kompas/Gramedia, seperti perubahan ke bisnis property itu. Jadi disini jelas sekali bahwa bisnis jadi patokan dasar semua perubahan yang dilaksanakan, atau dpl keuntungan dan duit adalah dasar pemikirannya. Greed and Power . . . Apakah duit mengabdi politik, atau politik mengabdi duit?

    Kalau kita lihat dari segi ‘pölitik duit’ dimana duit dipakai supaya bisa jadi pejabat atau jadi anggota legislatif, jelas terlihat bahwa duit mengabdi kepada kekuasaan atau untuk mencapai kekuasaan. Ini berarti duit mengabdi kekuasaan.
    Kemudian kita melihat kenyataan juga bahwa kekuasaan banyak digunakan untuk mencari duit (korupsi). Disini terlihat bahwa kekuasaan mengabdi duit. Tetapi kalau diteliti dari keduanya, maka yang selalu lebih dipentingkan ialah DUITnya.

    Kalau kita tinjau dari sudut KONTRADIKIS UTAMA DUNIA, perjuangan antara kepentingan nasional bangsa-bangsa KONTRA kepentingan global NWO (membangun tyrani golabal pemerintahan dunia), terlihat jelas juga peranan duit itulah yang utama, atau tujuan utama. Contoh kudeta 1965, pindahkan kekuasaan untuk memuluskan jalan ke SDA Indonesia, emas Freeport Papua, minyak, hutan, artinya kekuasaan sebagai syarat buka jalan ke duit tadi bagi perusahan besar neolib global. Menguasai duit dan aliran duit adalah segala-galannya bagi NWO untuk mencapai tyrani dunia itu. Usaha pertama ialah satu persatu kekuasaan nasional ditundukkan lebih dahulu. Itulah pula yang menjadi tantangan utama kepentingan nasional bangsa-bangsa dunia, mempertahankan KEPENTINGAN nasionalnya, kekuasaan dan kedaulatannya, jangan sampai pindah ke tangan kaum globalis NWO itu.
    Dalam situasi konkret sekarang di Indonesia dalam tahun politik ini ialah mempertahankan kekuasaan petahana Jokowi yang sudah jelas terbukti sebagai bastion kepentingan nasional RI.
    MUG

    1. Bukan tidak mungkin ada perubahan dari ‘bukan tukang gebuk’ jadi ‘tukang gebuk’ atau sebaliknya.
      Soal perubahan lagi:

      Pidato Prabowo di acara kampanye terbuka di lapangan Mandala, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, Senin (25/3) merdeka.com

      “Tidak mungkin kita bisa hidup baik kalau kita tidak hidup rukun. Kita harus selalu saling menghargai, saling mengasihi, saling membela, saling menjunjung tinggi dan kita harus menjaga perasaan kita. kita harus sering menahan diri, sering kita harus mengalah, sering kita harus menjaga perasaan orang lain,” paparnya.

      ‘kita harus menjaga perasaan orang lain’ . . .
      Wow, sepertinya mengaungkan perubahan . . . dalam kata-kata . . . tetapi bagaimana perasaan keluarga dari 13 aktivis 1998 yang belum kembali?

  2. Apabilamemang terbukti ada keterpihakan Kompas ke paslon 02, ya kita tunggu saja munculnya tagar #boikotKOMPAS.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.