Kolom Asaaro Lahagu: JOKOWI GAGAL DIBENTURKAN DENGAN PUTIN-RUSIA (Harapan Prabowo Punah-Bubar)

Saya menunggu reaksi Presiden Rusia Vladimir Putin atas ucapan Jokowi soal propaganda ala Rusia. Selama 3 hari menunggu, saya was-was. Apa kira-kira respon Putin kepada Jokowi yang berani menyebut nama negaranya?

Apakah Putin tersinggung? Marah? Lalu mengamuk dan langsung merudal nuklir Indonesia?

Ataukah ia malah bangga soal teknik propaganda ala Rusia itu karena terkenal di dunia? Dan berhasil gilang-gemilang di tanah Paman Sam, Amerika Serikat?

Ternyata reaksi Putin sampai sekarang tidak ada. Padahal Kubu Prabowo seperti Fadli Zon, Dahnil Anzar dan lain-lain sudah mati-matian menggoreng isu agar membesar dan membengkak. Dalam skenario Fadli Zon, ucapan Jokowi itu akan diubah sedemikian agar menjadi blunder besar Jokowi. Bagaimana caranya?

Pertama, Fadli Zon terus mengungkit ucapan propaganda ala Rusia itu agar terus menjadi isu hangat. Agar menjadi sensasi, Fadli Zon akan melaporkan Jokowi kepada polisi dengan tuduhan telah menyebarkan fitnah.

Sementara itu Kubu Prabowo terus-menerus memancing Rusia agar tersinggung besar dan sakit hati tiada tara atas ucapan Jokowi itu. Mereka mengharapkan agar Dubes Rusia yang ada di Jakarta mengecam keras Jokowi dan membuat perhitungan. Misalnya, Dubes Rusia di Jakarta balik ke negaranya karena tak tahan difitnah Jokowi.

Ke dua, bersamaan dengan pulangnya Dubes Rusia, Presiden Putin mengamuk dan mengecam keras Jokowi. Ia benar-benar tersinggung atas ucapan Jokowi itu dan langsung mengusir Dubes Indonesia yang ada di Rusia. Pengusiran Dubes Indonesia di Rusia disertai dengan pemutusan hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Ke tiga, tidak cukup sampai di situ, karena saking tersinggungnya Rusia, Putin mengirim kapal induk dan sejumlah armada kapal perang termasuk kapal selam nuklir ke Teluk Jakarta. Armada kapal ini diisi penuh dengan pesawat tempur berhulu ledak nuklir. Jakarta siap diserang oleh Rusia. Situasipun sangat genting. Kiamat Indonesia tinggal menunggu hari.

Ke empat, Rusia memberikan ultimatum kepada Jokowi agar mundur dari kursi Capres sekaligus menyerahkan pucuk pimpinan Indonesia kepada penantangnya Prabowo Subianto. Alasannya, Jokowi tidak layak lagi menjadi pemimpin Indonesia karena sudah memfitnah Rusia. Ultimatum Rusia itu berisi mundur kepada Jokowi atau Jakarta dibumihanguskan.

Ke lima, di tengah ancaman serangan nuklir Rusia, 13 juta pendukung Prabowo berdemonstrasi di Monas 24 jam. Mereka meneriakkan yel-yel dan tagar Save Indonesia, turunkan Jokowi dan angkat langsung Prabowo menjadi Presiden Indonesia tanpa Pemilu.

Sayang sekali, harapan Kubu Prabowo itu hanya fiksi ala Rocky Gerung. Reaksi Rusia tidak seperti yang dibayangkan walaupun sudah dipancing dan mungkin juga sudah didoakan. Respon Dubes Rusia, Lyudmila tidak berlebihan dan sangat wajar.

Inti dari respon Lyudmila adalah meluruskan istilah Propaganda Rusia itu. Ia mengatakan bahwa istilah itu direkayasa pada tahun 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye Pemilu presiden. Dan, itu sama sekali tidak berdasarkan realitas.

Selain itu Ryudmila menegaskan bahwa Rusia sama sekali tidak mencampuri urusan Pilpres di Indonesia. Bagi Rusia, Indonesia tetap menjadi sahabat dekat dan mitra dekat mereka.

“Kami menggarisawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses electoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami,” ujar Lyudmila.

Setelah respon Dubes Rusia ini, tidak ada lagi respon lain terutama dari Menlu Rusia apalagi dari Presiden Vladimir Putin. Artinya, setelah diberikan penjelasan oleh Dubes Rusia, maka kesalahpahaman selesai.

Apalagi anggota TKN Jokowi-Ma’aruf terus meluruskan bahwa Indonesia sama sekali tidak bermaksud menyinggung negara Rusia tetapi hanya konsultan yang berasal dari Rusia. Artinya yang disinggung adalah pribadi-pribadi yang sedang mencari sesuap nasi. Bagi Indonesia, Rusia adalah sahabat penting dan sama sekali bukan musuh.

Pertemuan hangat antara Jokowi dengan Putin di Singapura pada November 2018 lalu di Singapura merupakan bukti nyata bahwa antara Indonesia dan Rusia saling menghormati dan saling membutuhkan kerjasama terutama di bidang ekonomi.

Jelas Putin tidak ambil pusing soal penyebutan nama negaranya itu. Apalagi dia paham bahwa sahabatnya Jokowi sedang bertarung dan dikeroyok oleh Prabowo dan pendukungnya. Segala isu bisa saja digoreng dan ditumis demi menyerang Jokowi. Putin jelas tidak perlu diajari soal bau amis politis. Maka Putin sama sekali tidak mengomentari ucapan Jokowi itu dan memilih mengabaikannya.

Bagi Putin, Indonesia dalam sejarahnya sangat penting bagi Rusia. Semasa era Soekarno, Rusia yang waktu itu masih bermana Uni Soviet memasok Indonesia berbagai peralatan perang canggih untuk mengusir Belanda di Papua.

Dan kini, Indonesia adalah negara yang menjadi lahan penjualan pesawat tempur canggih Rusia beserta rudal-rudalnya. Tentu Rusia tidak akan begitu mudah menjadikan Indonesia musuh. Indonesia bagi Rusia terlalu penting untuk diabaikan.

Dengan garis kebijakan Putin yang tetap bersahabat dengan Jokowi, maka skenario Kubu Prabowo untuk membenturkan Jokowi dengan Rusia gagal total. Dengan demikian harapan Prabowopun punah, bubar bersama Haiti yang pindah ke Afrika. Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.