Kolom Asaaro Lahagu: Jokowi Gagal Didikte, Novanto Tersangka, HTI Dibubarkan

Kunci keberanian KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus E-KTP adalah Jokowi. Mengapa? Jika Jokowi mengirim sinyal ‘tahan’ sedikit saja, maka nyali KPK menetapkan orang ‘besar’ sekuat Novanto, surut ke bawah celana. Pengalaman traumatis saat KPK diibaratkan cicak vs buaya, menjadi pil pahit bagi KPK.

Lobi-lobi Novanto agar Jokowi mengintervensi KPK demi menyelamatkannya, gagal total. Jokowi sama sekali tidak bisa didikte, dipengaruhi ataupun dipancing kesetiakawanannya. Jokowi tetap berkepala batu. Ia terus melempar pernyataan agar KPK jangan pernah dilemahkan atau dirongrong. Itulah sinyal yang menguatkan KPK.

Terlihat ada dua siasat Novanto untuk menjebak Jokowi. Pertama, lewat lobi-lobi politik dengan mendukung penuh Jokowi sebagai Capres 2019. Novanto mengejutkan publik ketika sesaat setelah ia memenangi pertarungan di Golkar, langsung menyatakan dukungan kepada Jokowi sebagai Capres 2019. Lewat dukungan menjebak itu, Novanto ingin menundukkan Jokowi.

Gerak manufer Novanto ini bisa dimengerti. Sebelum menjadi Ketua DPR, Novanto sebetulnya sudah diincar KPK sebagai maling besar dalam proyek E-KTP. Namun, saat itu, KPK masih mengumpulkan bukti-bukti. Ketika KPK sudah siap menjeratnya, Novanto keburu menjadi Ketua DPR sekaligus Ketua Golkar. Novanto yang cerdas, langsung menyatakan dukungan penuh kepada Jokowi. Maka KPK pun hati-hati sekali membidik Novanto.

Jokowi yang paham permainan licik Novanto, ingat kasus papa minta saham. Ia tidak terkesima oleh dukungan itu. Apalagi bukti dukungan Golkar Novanto ternyata hanya di mulut. Itu terlihat pada Pilkada DKI lalu dimana Golkar hanya berkoak-koak mendukung Ahok namun tidak terjun ke lapangan. Jokowi tetap tidak mau mengintervensi KPK dan tetap membiarkan proses hukum kepada Novanto.

Ke dua, ketika siasat pertama gagal, Novanto kemudian bermanufer dengan siasat pembubaran KPK sekaligus mengancam Jokowi. Ia memakai jasa Fahri Hamzah yang tak punya malu untuk membentuk Pansus hak angket KPK. Dengan Pansus hak angket, maka Novanto punya senjata untuk membubarkan KPK sekaligus menggertak Jokowi dengan sinyal ‘pelengseran’. Tetapi apa yang terjadi?

Dengan adanya Pansus, Novanto mengharapkan KPK mundur. Jika KPK mundur membidik dirinya, maka Pansus juga akan mundur. Jadi istilahnya win-win solution alias penyelesaian secara adat. Namun KPK tidak juga takut dan malah semakin berani menolak maunya DPR. Apalagi Tim Pansus semakin linglung ketika mengumpulkan bukti kelemahan KPK dari para koruptor di penjara.

Jokowi juga tidak takut didikte oleh Pansus dan sama sekali tidak mengirim sinyal ‘tahan’ kepada KPK. Akibatnya KPK semakin lama semakin di atas angin. Bukti-bukti valid yang menjerat Novanto dikumpulkan dan perkaranya digelar pada tanggal 21 Juni 2017 atau 4 hari sebelum lebaran.

Dalam gelar yang sangat spesial itu, semua unsur KPK mulai dari deputi penindakan, penyelidik, penyidik, direktur, deputi hingga 5 pimpinan KPK hadir.

“Semuanya hadir, pimpinan juga lengkap hadir semua,” kata sumber internal KPK di Jakarta [Senin 17/7].




Perdebatan tentang status Novanto pun sangat alot. Namun, pada akhirnya, diputuskan status hukum Novanto sebagai tersangka. Artinya, sebelum lebaran Novanto sudah menjadi tersangka. Namun KPK tidak terburu-buru mengumumkannya kepada publik. Hal itu untuk melihat perkembangan. Karena KPK terus berhitung melihat prediksi manufer Novanto lewat praperadilan nantinya.

Setelah 26 hari pasca gelar perkara Novanto, akhirnya KPK mengumumkan Setya Novanto sebagai tersangka. Penetapan Novanto sebagai tersangka KPK adalah uji nyali paling mendebarkan KPK. Langkah itu diambil ketika siasat Novanto gagal mendikte Jokowi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah republik ini, ketua DPR ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Amat memalukan.

Ketika Novanto tersangka, Jokowi pun bergerak cepat. Saat publik masih terbelalak dan DPR melongo ketakutan, hari ini [Rabu 19 Juli] lewat Kementerian Hukum dan HAM, Jokowi mencabut status hukum HTI. Dengan pencabutan itu, maka HTI secara resmi dibubarkan dan dilarang di Indonesia. Langkah itu adalah langkah kejutan susulan.

Dengan pecabutan status hukum itu, maka HTI secara resmi dinyatakan tamat di Bumi Indonesia. Jika ada pihak yang mendukung HTI dan memenangkan gugatan mereka di pengadilan, maka mudah bagi pemerintah memetakan siapa-siapa pihak di belakangnya ke depannya.

Langkah Jokowi membubarkan HTI hanya beberapa hari setelah dikeluarkannya Perpu adalah strategi cepat membungkam Yusril, Fahri Hamzah, Fadli Zon yang terus membela Pansus sekaligus nyinyir atas Perpu. Itu adalah genderang perang yang all-out dikobarkan Jokowi untuk terus memukul para ular beludak pengkhianat NKRI.

Maka, lewat pembubaran HTI hari ini, Jokowi kini telah membuktikan ketegasannya kepada para lawannya. Ia sekaligus mengirim sinyal perang kepada siapapun yang menentang Pancasila, akan digebuk habis-habisan. Begitulah kura-kura.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.