Kolom Asaaro Lahagu: KEHANCURAN GANDA GERINDRA-PKS DI JAWA BARAT

Koalisi Gerindra-PKS-PAN di Jawa Barat dipastikan hancur lebur. Paslon Sudrajat-Syaikhu dari berbagai survei hanya mampu meraih elektabilitas di bawah 10%. Berbagai usaha trio partai Gerindra-PKS dan PAN, tak berbuah hasil.

Trio partai, yang disebut Amin Rais sebagai partai Allah itu, berubah menjadi partai penggembira. Ketiganya hanya sebagai penyorak atas kejayaan Ridwal Kamil dan duo Dedi. Dipastikan kursi gubernur Jawa Barat hanya direbut secara sengit oleh dua pacuan kuda: Ridwal Kamil Vs Duo Dedi.




Kepercayaan diri Gerindra-PKS yang kelewat batas, berbuah blunder. Hiruk pikuk kemenangan di Pilkada DKI sebelumnya, membuat keduanya mabuk. Atas saran Rizieq dan PA 212, Gerindra-PKS meng-copy-paste Pilkada DKI untuk diterapkan di Jabar dan Jateng.

Gerindra-PKS dan PAN secara angkuh tak mendukung Ridwan Kamil, Dedy Mizwar atau Dedi Mulyadi. Padahal ketiga orang ini telah menjelma sebagai tokoh populer sejejar dengan Ahmad Heryawan. Nama ketiga tokoh itu telah dikenal publik Jabar bertahun-tahun sebelumnya.

Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Gerindra-PKS mengusung calon sendiri. Dengan congkak namun panik, kedua partai ini mengusung Sudrajat dan Syaikhu. Padahal ketokohan kedua orang ini belum dikenal oleh masyarakat Jabar. Namanya saja masih asing di telinga penduduk Jabar. Elektabilitas keduanya pun di bawah 5%.

Gerindra-PKS berkilah. Setelah diumumkan dan didaftar ke KPU, nama kedua paslonnya akan berkibar. Elektabilitas akan melonjak 500%. PKS amat yakin bahwa lewat promosi Ahmad Heryawan, nama Sudrajat dan Syaikhu secara kilat dikenal publik.

Rahasia kepercayaan diri Gerindra-PKS adalah jualan isu agama. Jika isu agama ditumis dan digoreng, maka nama Sudrajat dan Syaikhu akan kinclong dan mengkilap.Ternyata lain lubuk lain belalang. Lain kolam, lain lintahnya. Lain kuali, lain gulainya. Jawa Barat berbeda dengan Jakarta.

Di Pilkada DKI, publik sukses dipecah: Pendukung dan penentang Ahok. Di Pilkada DKI 2017, ada pameo: asal bukan Ahok. Bahkan jika Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet atau Lulung dimajukan saat itu, dipastikan tetap menang.

Jeniffer Pang-Chung di Depok, Jawa Barat (Foto: Numéro Cinq)

Ketika Gerindra-PKS meng-copy-paste strategi DKI di Jabar dan Jateng, ternyata gagal total. Publik di kedua daerah itu tak bisa dipecah. Jualan agama yang sukses di DKI ternyata tak laku di Jabar. Paslon yang maju di Jabar semuanya Islam. Tak ada celah untuk menyerang dengan isu agama apalagi etnis.

Strategi Gerindra-PKS yang bermain di isu SARA seperti yang dibongkar oleh Nuruzzaman, tak laku. Publik Jabar gagal dibelah. Ridwan Kamil dan Duo Dedi sangat kebal dari isu SARA. Pun serangan yang sudah disiapkan kepada calon yang diusung oleh PDIP menjadi basi.

Berkaca di Pilkada DKI, di Jabar, PDIP bermain cerdas. Ia mengusung calon sendiri demi memberi jalan kepada Ridwan Kamil. PDIP jelas telah siap kalah di Jabar. Toh partai pengusung Ridwan Kamil adalah partai pengusung Jokowi di Pilpres 2019.

Bagi PDIP yang nasionalis, karakter pemilih Jabar yang religious, membuat PDIP sulit menang. Jika PDIP bergabung dengan PPP, PKB, Nasdem dan Hanura mengusung Ridwan Kamil, maka mudah bagi Gerindra-PKS menyerang.




Dengan mengusung TB Hasanuddin dan Anton, PDIP sukses mengacaukan strategi Gerinda-PKS. PDIP sengaja menciptakan Jabar menjadi medan tempur paling sulit bagi Gerindra-PKS dan PAN. PDIP rela menjadi TB Hasanuddin sebagai tameng bagi Ridwan Kamil.

Mengingat kekuatan Ahmad Heryawan yang sudah 10 tahun berkuasa, maka aparatur pemerintahan dari tingkat atas hingga ke RT dikerahkan untuk mendukung Sudrajat-Syaikhu. Untuk mematahkan potensi ini, maka Komjen Pol M Iriawan atau Iwan Bule ditunjuk sebagai pejabat Gubernur Jabar.

Penunjukkan Iwan bule sebagai pejabat gubernur, membuat Gerindra dan PKS termasuk SBY, meradang luar biasa. Strategi yang telah diskenariokan, terancam gagal oleh kehadiran Iwan Bule. Padahal kehadiran Iwan Bule yang mengenal baik Jabar adalah untuk memastikan Pilkada Jabar terlaksana secara fair. Ini jelas membuat PKS panik dan tidak bisa bermain curang.




Dengan berbagai ulasan di atas, maka pada pencoblosan 27 Juni 2018 mendatang, Paslon yang diusung Gerindra-PKS dipastikan kalah telak. Tanda-tanda kekalahan Gerindra-PKS-PAN sudah tercium pada 4 alasan berikut.

Pertama, ketokohan Sudrajat-Syaikhu belum dikenal publik Jabar. Ke dua, strategi PDIP yang rela menjadi tameng bagi Ridwal Kamil. Ke tiga, gagalnya strategi copy pasti Pilkada DKI di Jabar oleh Gerindra dan PKS. Ke empat, penunjukkan Komjen Pol M. Iriawan sebagai Pj Gubernur membuat PKS mati kutu.

Dengan kekalahan telak Gerindra-PKS ditambah PAN di Jabar maka ada 2 kehancuran ganda Gerindra-PKS.

Pertama, kehancuran suara PKS-Gerindra itu sendiri secara nasional. Jabar adalah daerah dengan jumlah pemilih terbanyak di seluruh Indonesia, yakni 35 juta pemilih. Ke dua, hancurnya dominasi PKS di Jabar selama satu dasawarsa, sekaligus hancurnya dukungan kepada Prabowo pada Pilpres 2019 mendatang. Begitulah kura-kura.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.