Mulai mencairnya hubungan Jokowi-SBY lewat Agus, bukan tanpa rintangan. Megawati, pada saat Peluncuran Program Pendidikan Penguatan Pendidikan Pancasila, menantang penuduh Jokowi diktator bertemu secara jantan.

“Kalau Pak Jokowi dibilang diktator, orang yang ngomong itu harus sanggup membuktikan kediktatoran Pak Jokowi,” ujar Megawati di Istana Bogor [Sabtu 12/8] sebagaimana dikutip media.

“Sekarang kan lagi dikatakan Pak Jokowi itu diktator. Nah bilang, Pak saya mau ketemu bapak sebagai Presiden. Berhadap-hadapan jantan,” tegas Megawati.

Publik paham bahwa serangan Megawati itu ditunjukkan kepada mantan Presiden SBY, musuh abadi Megawati yang mengkritik keras Jokowi. Saat bertemu Prabowo, SBY menyatakan bahwa: “Kita, kami, harus memastikan penggunaan kekuasaan oleh pengguna kekuasaan tidak melampau batas, sehingga tidak cross the line, abuse of power,” kata SBY dalam konferensi persnya di Cikeas [Kamis 27/7]. Pernyataan SBY itu bisa dimaknai bahwa kekuasaan Jokowi saat ini sudah melampau batas alias otoriter.




Namun belakangan terkuak bahwa pertemuan SBY-Prabowo itu tidak menghasilkan komitmen apapun bagi kedua belah pihak. Keduanya tak mencapai kata sepakat soal koalisi terkait dengan Pilpres 2019. Itu berarti ada celah bagi istana untuk melobi Demokrat masuk kabinet menggantikan PAN yang telah berkhianat. Sinyal ini kemudian dicium oleh Megawati dan langsung menyemprot Demokrat. Mega jelas tidak ingin Demokrat merapat kepada Jokowi karena faktor SBY yang telah mengkhianatinya pada tahun 2004 lalu. Sakit hati Megawati kepada SBY tidak akan pernah sembuh hingga kiamat tiba.

Apakah Jokowi-SBY yang ingin mengorbitkan Agus menjadi menteri bisa mengabaikan sosok seorang Megawati? Mari kita lihat manufer istana selanjutnya.