Kolom Asaaro Lahagu: SKENARIO AKHIR KELOMPOK 212 TERHADAP JOKOWI

Situasi menjelang Pilpres 2019 akan semakin panas. Lawan terus menyusun berbagai skenario, termasuk menunggangi kembali kelompok-kelompok ‘attack dog’. Minggu 2 Desember 2018, kelompok yang menamakan dirinya 212, akan unjuk kekuatan di Monas, Jakarta.

Apa tujuan dan sasaran tembakan kelompok 212 itu? Berikut analisa saya sebagai warga biasa.

Pertama, memelihara euforia kemenangan. Kelompok 212 hingga kini telah memandang dirinya sebagai kelompok hebat, petarung dan pemberani. Berkat demo berjilid-jilid, mereka mampu menjungkirbalikkan seorang Ahok dan memasukkannya dalam penjara. Keberhasilan ini tertancap dalam-dalam di jantung setiap pesertanya.




Kelompok 212 tidak boleh hilang dan raib dalam sejarah. Kenangan akan jumlah demo 700 ribu orang dan diklaim 7 juta orang itu adalah puncak kemenangan. Kemenangan menantang penguasa, kemenangan mendikte hukum, kemenangan akan intimidasi, kemenangan mayoritas, kemenangan ras, suku dan agama dan kemenangan kaum jalanan.

Reuni akbar alumni 212 itu adalah kenangan akan kebersamaan kaum puritan, kaum radikalis, kaum ekstrimis, kaum simpatisan, kaum penebeng, kaum nasionalisme banci, kaum pemburu kuasa, kaum penghasut, kaum gagal, kaum yang bintangnya redup, kaum intoleran, kaum pemancing di air keruh, kaum opoisisi, kaum stress, kaum tergusur, kaum pengangguran, kaum para mantan, kaum pemburu nasi bungkus, kaum penyorak dan kaum penyuka tour ke Jakarta.

Mereka telah membuktikan bisa bersatu, bisa berunjuk urat, bisa menantang pemerintah, bisa disorot media, bisa ditakuti, bisa membuat kejutan, bisa mendapat perhatian, bisa diandalkan, bisa datang berbondong-bondong, bisa bersuara lantang, bisa memutihkan Monas, bisa menekan pemerintah Jokowi dan menghabiskan energinya.

Dengan reuni akbar 212, maka euforia kemenangan, euforia kebersamaan, euforia kehebatan, euforia keberanian, euforia diberkati, euforia didengar doanya, euforia dibela sang Khalik, euforia akan kebangkitan ‘umat’, euforia persamaan emosional, euforia mempunyai musuh yang sama, euforia mengalahkan musuh tetap terpelihara.




Ke dua, reuni akbar 212 itu mengingatkan kembali bahwa penantang pemerintah masih cukup besar, cukup kuat, cukup diandalkan, cukup hebat, cukup terorganisasi, cukup mampu menghimpun kekuatan, cukup berani dan cukup modal.

Unjuk kekuatan itu merupakan peringatan kepada pemerintah agar tidak macam-macam kepada Rizieq Shihab, tidak macam-macam kepada Prabowo, tidak macam-macam kepada Fadli Zon, Fahri Hamzah, Bahar bin Smith, Amin Rais, FPI, PKS, FUI dan para penentang lainnya. Ada kelompok 212 di belakangnya.

Bin Bahar Smith berani menghina Jokowi, berani mengatakan Jokowi banci, karena ada kelompok 212 di belakangnya, ada kelompok orde lama, ada kelompok puritan, ada kelompok garis keras di belakangnya. Ketika Bin Bahar dilaporkan, dikritik, dicemooh, diminta ditangkap, diciduk, maka Fadli Zon dan kelompok 212 langsung membela.

Jadi, kelompok 212 bertindak sebagai pelindung, bertindak sebagai pembela, bertindak sebagai pengintimidasi, bertindak sebagai penyerang, bertindak sebagai multi fungsi peran pada segala situasi, segala medan pertarungan. Dengan reuni akbar 2 Desember, maka keyakinan dan kepercayaan diri anggota, alumni, simpatisan kelompok ini berhadapan dengan pemerintah tetap terpelihara.




Ke tiga, latihan perang. Saya namakan reuni kelompok 212 ini sebagai latihan perang. Artinya, latihan perang untuk bergerak. Bagaimana caranya mengerahkan massa ratusan ribu ke Monas dalam waktu cepat? Bagaimana mengatur logistik ratusan ribu orang dari daerah ke Monas?

Latihan itu bisa dilihat dari pengerahan kelompok-kelompok kecil dari berbagai daerah. Latihan bergerak dari daerah ke ibu kota, latihan mengatur logistik, latihan kecepatan bergerak, latihan komando, latihan berbaris di Monas, latihan buang air kecil, buang air besar, latihan pembagian nasi bungkus, minuman, dan latihan bergerak dengan arah yang telah ditentukan.

Monas dipilih menjadi tempat yang strategis. Alasannya dari Monas pendemo siap bergerak ke Bundaran HI, siap bergerak ke Istana Merdeka, siap bergerak ke Senayan dan ke seleruh penjuru kota Jakarta. Di Balai Kota sudah ada Anies yang siap memberi dukungan. Dengan reuni akbar 2 Desember ini, maka hal itu dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk latihan.

Lalu, apa skenarionya?

Menuntaskan kemenangan yang di tengah jalan. Tujuan demo berjilid-jilid sebelumnya adalah untuk melengserkan Jokowi, menghancurkan Jokowi, menumbangkan Jokowi. Namun, di tengah jalan, dengan kesigapan Kapolri Tito Karnavian, tujuan itu tak tuntas. Padahal saat itu, sudah ada sinyal keberpihakan dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Ada sinyal keberpihakan dari Senayan semacam Fadli Zon, Fahri Hamzah dan teman-temannya.




Reuni akbar 212, 2 Desember 2018 ini jelas bertujuan untuk memanaskan kembali euforia, memanaskan mesin yang sudah mulai dingin, membangkitkan kembali gairah akan harapan kemenangan akhir, harapan akan kemenangan Prabowo, harapan akan kekalahan Jokowi dan harapan mengganti presiden.

Ke depan skenarionya SARA dan hoax bercampur fitnah menjadi jalan yang paling mudah. Akan kita lihat lagi ke depan berbagai provokasi, intimidasi, hasutan, hoax dari group inti yang saya sebut attack dog dari kelompok 212. Serangan dari attack dog ini akan memancing Jokowi keluar dan ikut terprovokasi seperti Ahok.

Jokowi diharapkan membuat sebuah blunder besar yang bisa digoreng, ditumis dan dipanggang untuk dijadikan alasan berdemo berjilid-jilid. Tujuannya untuk menuntaskan kemenangan setengah jalan kepada Jokowi. Ketika Jokowi berbuat kesalahan, maka alumni 212 yang sudah latihan tadi, sudah latihan bergerak, akan kembali berdemo dan bergerak lebih cepat, lebih terarah, lebih profesional.

Saya tidak yakin Prabowo akan menghadiri reuni akbar alumni 212 itu di Monas. Mengapa? Karena ia berada di belakang mereka. Ia hanya menggunakan, menebeng kelompok ini sekaligus digunakan sebagai attack dog untuk menghantam Jokowi hingga bulan April 2019 mendatang.

Nasib kelompok 212 ini memang sedang berada pada garis hidup mati. Apalagi kelompok ini sudah terbelah. Menang menjadi besar, kalah menjadi debu. Jika ke depan Jokowi kalah, maka kekalahan itu akan diklaim sebagai jasa dari aksi kelompok 212.

Jika Jokowi kalah, maka puluhan tahun ke depan, akan selalu ada reuni alumni 212 di Monas. Namun, jika Jokowi menang lagi, kelompok 212 ini akan tercerai-berai dan tidak ada lagi reuni 212 Desember 2019 mendatang. Ke mana mereka? Berubah jadi cebong. Itulah skenario akhirnya. Begitulah kura-kura.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.