Kolom Boby R. Ginting: PERHITUNGAN HARGA TELUR

Tahun lalu, harga telur sampai Rp. 14 ribu/ Kg, di bawah HPP sekitar Rp. 16.500/ Kg. Telur banjir di pasaran melebihi kebutuhan konsumen. Saking gemasnya tak ada bantuan atau minimal jaring pengaman dari pemerintah, produsen telur yang kebanyakan peternak kecil banyak yang melemparkan telur-telur mereka ke jalan.

Mereka frustasi serta banyak sekali yang bangkrut dan menutup usahanya.

Kini, harga naik kembali. Di pasar tradisionil menyentuh harga Rp. 30 ribu dan minimal Rp. 25 ribu di jaringan penjualan yang terintegerasi dengan perusahaan peternak besar (integrator). Banyak konsumen yang ribut. Lupa tahun lalu para produsen dengan skala UKM banyak yang kembang kempis.

Jumlah produsen UKM saat ini belum pulih benar, mungkin mulai bertambah atau yang dulu bangkrut mulai lagi, tapi butuh waktu sampai mereka memenuhi kebutuhan pasar yang tinggi. Beberapa komponen pakan seperti jagung memang sedang rendah harganya, tapi komponen lain yang diimpor sedang tinggi karena kurs dollar naik.

Sampai sekarang belum ada arahan pemerintah untuk mendorong supaya komponen pakan ternak untuk ayam petelur dan pedaging bisa diproduksi lokal (kecuali kedelai yang memang harus impor).Kondisi ini bisa makin parah kalau ada yang bermain dengan harga jagung, atau banyak jagung rusak (penyimpanan jagung di Indonesia masih banyak yang jelek).

Pemerintah masih lemah soal tata kelola pangan dan daging. Begitu, saya sekarang masih agak curiga dengan ulah 7 perusahaan integrator (perusahaan yang menghasilkan semua produk ayam dari bibit hingga produk jadi) yang melakukan praktik monopoli untuk menghajar peternak kecil dan kemudian merebut monopoli pasar. Mereka sudah kena denda puluhan milyar rupiah oleh otoritas Badan Pengawas Monopoli, tapi siapa yang tahu kini mainnya lebih terselubung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.