Kolom Boen Shafi’i: TERORISME BUKAN KARENA KETIDAKADILAN

Berkaitan dengan bom Gereja Katedral di Makasar, beberapa pejabat dan para petinggi MUI berkata..”Jangan dikaitkan tindakan teroris dengan agama.” Selintas ucapan ini sangat bijaksana. Namun, sayangnya, ucapan ini hanya mirip kentut. Sesudah keluar, legalah perut sekalian silitnya. Nyatanya, kejadian seperti ini terus-terusan berulang, dan pelakunya dapat dipastikan berasal dari itu-itu saja. “Ah, itu cuma oknum.”

Bisa dikatakan oknum kalau yang melakukan cuma sedikit saja orangnya dan intensitasnya pun tidak seperti aktivitasnya Pasutri; sekarang marah-marahan eh, esoknya kenthu juga.

Lagi pula, oknum adalah orang yang menyalahi peraturan tertulis tentang tata tertib dan norma-norma yang berlaku. Lha, kalau di tata tertib ada perintahnya, ada anjurannya, itu namanya bukan oknum. Orang tersebut memang patuh terhadap manual book yang diyakininya.

Salah tafsir?

Brow, sejauh yang saya tau, tafsir itu gak diwajibkan. Nyatanya teroris tidak pernah menggunakan tafsir untuk memuluskan perilaku bejad mereka. Baca, ambil, comot dan lakukan, seperti itulah yang mereka lakukan. Salah? Tidak. Karena, sekali lagi, tidak ada perintah guna menafsirkan apa yang mereka baca.

Menjadi salah, karena yang mereka lakukan itu adalah cerminan dari manusia-manusia primitif, jaman batu, barbar, dimana hak asasi manusia khususnya kaum perempuan tidak ada nilainya. Lagian, itu salah Tuhan juga, kenapa menurunkan ayat kok kontroversial banget dan bikin manusia jadi eker-ekeran karena beda penafsiran, dan akhirnya terjadilah pengeboman di mana-mana?

“Kalau kami menerapkan ayat-ayat anjuran membunuh, pasti habis orang-orang yang beda keyakinan dengan kami.” Tetapi nyatanya tidak, kan?Yakin Brow? Kalau anjuran untuk membunuh itu kaliyen terapkan, maka bisa dipastikan ajaran yang anda yakini bakal tinggal kenangan saja di negeri ini.

Ingat Brow, ini bukan kawasan gurun dimana emosi dan ngatjengisasi lebih utama daripada hati nurani. Ini Indonesia, norma-norma kehidupan dan kepercayaan tentang karma masih dipakai di dalamnya. So, tidak menerapkan anjuran pembunuhan saja sudah banyak yang meninggalkan ajaran ini. Apalagi keliyen menerapkannya.

Ah, sampai kapan keliyen membohongi hati nurani, Brow? Sampai kapan ngelesnya kaliyen akan jadi bahan tertawaan orang-orang yang bisa objektif menilai permasalahan?

Masalahnya bukan pada ketidakadilan? Melainkan ada pada manual books yang sudah terlanjur kaliyen anggap sampoerna. Ah, apa yang dulu saya tuliskan, jebule kejadian juga. Wah, jangan-jangan saya ini termasuk bocah INDIHOME, ya?

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.