Kolom Boen Syafi’i: BEDA BEYE DAN JOKOWI ADALAH NYALI

Gara-gara ada spanduk bertuliskan “Tol pak Jokowi”, para kamvret serta merta langsung emosi. Termasuk dedengkot kamvret si Mardani, yang langsung “tersedak” begitu mengetahui, spanduk teloletnya dibalas oleh relawannya Pak Jokowi.

Tak berhenti di sini, para kamvret pun mencari-cari celah untuk mencibir Pak Jokowi. Dan dapatlah mereka peluru untuk ditembakkan ke pendukung beliau, yakni: “Tol Cipali bukanlah milik Jokowi, melainkan milik si Sandi.”




Lhadalah, Pak Jokowi itu cuma punya usaha meubel bukan kontraktor proyekan. Ya jelaslah, jika semua Tol di Indonesia itu bukan milik beliau, tetapi milik rakyat Indonesia yang saat ini masih dikelola swasta.

Pemilik Tol boleh saja si Sandi, si Bakri ataupun juga si Wowo, tetapi proyek strategis ini tetap di bawah supervisi dari Pak Basuki selaku Menteri PUPR nya Pak Jokowi. Kontrak hitam di atas putih tentu atas pengawasan ketat dari Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Biar apa? Biar para pemenang tender pembangunan jalan Tol tidak seenak udelnya sendiri.




Dengan supervisi langsung dari Pak Jokowi, ibu Sri Mulyani dan juga Pak Basuki maka tiada celah lagi mereka menari-nari di atas uang rakyat sebagai bancakan untuk dikorupsi. Esensi sebenarnya bukanlah saling klaim milik siapa? Tetapi esensi sebenarnya adalah sebuah ketegasan tanpa batas yang diperlihatkan oleh sang pemimpin negara saat ini.

Tanpa ragu sediktpun, sang presiden menyuruh sang pengusaha untuk segera merealisasikan perjanjian yang telah disepakati. Mungkin kata pak Jokowi “segera bangun Tol, atau perusahaan mu masuk black list negara ini”. Dan, berkeringat dinginlah si pengusaha atas ancaman yang diberikan oleh Pak Jokowi terhadap perusahaannya. Akhirnya, cepat-cepatlah si investor mengebut pengerjaan proyek tander negara.

Inilah yang tidak dipunyai oleh presiden “prihatin” sebelumnya, yakni sebuah NYALI. Nyali untuk melawan garong negara dan nyali untuk berani mati demi bangsa dan negaranya. So, tanpa NYALI yang besar, mustahil segala infrastruktur di negara ini bisa dibangun hanya dengan tempo tiga setengah tahun saja.

Maka, jangan heran bila progam tol pak “prihatin” kemarin hanya sekedar wacana, tanpa eksekusi yang terukur dan tepat sasaran pembangunanya. Karena salah satu alasanya itu adalah: “Katakan tidak, pada [hal] korupsi.”

Vangke.

Salam Jemblem







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.