Kolom Boen Syafi’i: BUDAYA NUSANTARA TERANCAM MUSNAH

“Kita ini sesungguhnya telah dijajah oleh budaya asing berkedok agama, nak,” kata seorang kakek tua yang duduk berhadap-hadapan dengan saya, sewaktu menaiki kereta api kala itu. Saya pun hanya tersenyum, karena waktu itu saya masih suka sensitif jika berbicara tentang agama. Hingga sang waktu pun tak terasa berjalan 15 tahun sudah, semenjak pembicaraan itu.

Kini, saya menyadari benarlah apa yang dikatakan oleh sang kakek renta tersebut.

Bahwa kita ini sesungguhnya sedang dijajah bangsa asing dengan berkedok agama. Bukan lagi dijajah dengan kekuatan militer seperti yang pernah dilakukan oleh Bangsa Portugis, Belanda dan Jepang. Yang Islam, dijajah pemikiranya dan cara berpakaiannya. Yang Kristen dijajah kiblat Amerikanisasi yang terlalu bebas. Yang Tionghoa, terkadang selalu bersifat eksklusif, dan jarang bergaul dengan etnis lainya.




Padahal, kita ini satu Indonesia dan tiada beda, meskipun warna kulit dan latar belakangnya tidak sama.

Bebarapa tokoh besar seperti Gus Dur, Romo Magnis dan Ahok pun sangat menyadari bahwa kembali ke konsep satu NUsantara adalah pra syarat untuk kemajuan sebuah Bangsa. Sebuah konsep yang meNUsantarakan kembali manusia Indonesia. Konsep yang adiluhung, dengan filosofis yang kuat tentang persatuan, toleransi, welas asih, serta “nguri nguri” budaya sendiri.

Bukannya memakai standar budaya asing yang malah dengan bangga diterapkan di negara sendiri. Keruntuhan sebuah bangsa bisa dimulai dengan cara menghilangkan budayanya sendiri, dan inilah sejatinya mega proyek bangsa asing untuk memporakporandakan negeri kita tercinta.

“Islam datang bukan untuk merubah budaya leluhur kita menjadi budaya Arab, bukan untuk aku jadi ana, sampean jadi antum dan sedulur jadi akhi. Kita pertahankan milik kita, kita serap ajaranya tapi bukan budaya Arabnya.” (Al Maghfurlah Gus Dur).

Dan kini, budaya yang adiluhung warisan para leluhur itu terancam musnah keberadaannya.

“Yu, kopi siji jembleme telu, piro?”

“Delapan ribu, Kang.”

“Iki, Yu. duwit e, kembaliane sampean bawa, wes?”

“Kembaliane opo? Duwitmu malah kurang tiga ribu? Huh kasbon kok hoby toh, Kang … Kang?”

Salam Jemblem..




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.