Kolom Boen Syafi’i: NEGERI MABUK AGAMA

Tiada yang lebih banyak membicarakan agama beserta simbol-simbolnya, selain dari negara ini saja. Pagi nonton tivi, isinya orang-orang pada khutbah. Siang dikit, toa beraksi dengan suara melengking seperti suara ikan paus yang sedang diperkosa. Ya, meskipun saat mendengar suara tersebut, orang-orang tidak tau lantunan itu artinya apa. Koentjinya yang penting ngamien. Sore, generasi penerus menghafal dan membaca mantra-mantra asing. Sebelas dua belas, mereka ini cuma baca saja. Lalu mengerti arti dan maknanya? Kan kata koentjinya tjoekoep ngamien saja, piye toh?

Malam, suara toa beraksi lagi.

Entah dari mulut asli atau dari mulut imitasi (kaset), yang penting mantra-mantra tersebut wajib didengar oleh kupingnya rakjat djelantah. Belum lagi generasi penerus kita malah “dipaksa” mempelajari leluhur asing, daripada mempelajari sejarah kekuatan dan juga kebijaksanaan leluhurnya sendiri.

Lalu kita bertanya, dampak dari masifnya pendidikan relijiyes yang seperti itu hasilnya apa?

Nyatanya, tidak ada dampaknya sama sekali. Koruptor makin subur. Tindakan intoleran makin menjadi-jadi. Politikus busuk menggunakan ayat-ayat agama untuk menjegal lawan minoritasnya.

Sains jauh tertinggal dari negeri lain. Budaya bangsa sendiri semakin terkikis, karena banyak yang lebih bangga dengan budaya asing berbungkus agama.

Bahkan negeri kita jadi olok-olok bangsa maju, karena kasus-kasus konyol, yang berhubungan dengan penistaan “halusinasi”. Belum lagi, banyak sudah yang seperti manusia serigala. Tapi berubahnya bukan saat pas bulan sedang bundar-bundarnya. Melainkan saat “halusinasinya” dikritisi, maka mereka akan mengaum dengan teriakan “fenggal kefalanyaaa..”

Ambyarr.. So, kesimpulannya adalah pendidikan relijiyes nyatanya telah terbukti gagal membangun peradaban besar bangsa ini. Yang ada malahan, bangsa ini semakin hari semakin mundur kearah peradaban primitif dan juga barbar bangsa gurun, yang dibanggakannya.

Ya, tinggal pilih, menjadi bangsa maju dengan lebih menekankan pendidikan sains serta budi pekerti. Atau menjadi bangsa yang begini-begini aja, dimana intoleran, bom bunuh diri, pelarangan pendirian tempat ibadah agama lain, demo atas nama agama, ada di dalamnya.

Ah, biar tapir saja yang melakukan riset dan penelitian teknologi. Toh yang membanggakan budaya gurun kan tinggal mencocoklogikan hasil penemuan tapir ke dalam manual booksnya. Bukankah selama ini begitu, duhai Khonguan isi rengginang.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.