Kolom Boen Syafi’i: PERGESERAN BUDAYA BANGSA

Kemarin, Gubernur baru Jawa Timur (Ibu Khofifah) mengadakan acara pertunjukan wayang kulit, dengan dalang Ki Soenarjo. Namun sayang, saya hanya bisa menonton dari TVRI Surabaya. Tidak bisa datang langsung ke kantor Gubenuran, tempat berlangsungnya acara. Tapi rapopo, lewat tivi pun saya sudah lega bisa menonton kebudayaan bangsa ini.

Ada rasa bangga sekaligus sedih saat saya menontonnya.

Bangga, bahwa kebudayaan bangsa ternyata masih digemari dan dilestarikan oleh para generasi penerusnya. Sedih, ketika saya melihat kenyataan, para pegiat sekaligus penikmat kebudayaan warisan adi luhung dari para leluhur ini mayoritas sudah masuk di usia senja.

Saya berfikir, bagaimana jika kaum milenial saat ini tidak lagi meminati budaya bangsanya sendiri? Saya kuatir jika Budaya NUsantara akan hilang ditelan jaman, akibat para generasi berikutnya lebih menikmati belajar doktrin, daripada filosofis luhur yang terkandung di dalamnya.

Padahal sudah terbukti, bahwa filosofi luhur dari para leluhur NUsantara selalu bisa bersinergi dengan perkembangan jaman yang ada. Namun kini, sedikit demi sedikit, Kebudayaan NUsantara sudah mulai tergerus oleh sebuah doktrin, yang diklaim oleh mereka bisa mengantarkan manusia ke sebuah Nirwana. Padahal, Nirwana itu sejatinya kedamaian di dalam ruhani manusia.

Logikanya, mana bisa kedamaian didapatkan jika membunuh dan mencela terhadap mereka yang berbeda, menjadi perilaku setiap harinya. Semoga nantinya kebudayaan bangsa kembali diminati oleh para generasi muda. Dan semoga pula unsur Budaya NUsantara nantinya bisa diajarkan di tempat seperti pesantren dan tempat-tempat pendidikan agama lainnya.

Jika pengorbanan dari sapi dan kambing saja bisa sangat bermanfaat buat kehidupan manusia, lantas apakah kalian yang disebut sebagai manusia, yang katanya makhluk paling sempurna, malah meninggalkan kehancuran buat anak cucu nantinya?

Budayamulah yang dari dulu terbukti bisa mempersatukanmu, bukan malah agamamu. Suatu saat, kebenaran dan budi pakertilah yang akan menang dan menemukan jalannya.

Karena kebenaran itu seperti saat kita gak bawa uang, eh tiba-tiba si pemilik warung memperbolehkan kita kasbon dulu, sambil berkata: “Gayamu gak bawa uang, Di …. Paidi, wong biasane yo kasbon wae, sudah sana dicatet di buku!”

Ho’oh Yu..???

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.