Kolom Boen Syafi’i: SAMA SEPERTI MAHASISWA 98? — Beda Jauh Lah, Bol Bodol!

Di bela-belain orangtuanya kepanasan, kehujanan, bahkan terkadang mereka masuk angin banting tulang mencari rezeki. Lantaran ingin melihat anaknya menjadi orang pintar, jadi sarjana, supaya nasibnya kelak tidak seperti mereka. Namun, apa yang terjadi? Anak yang dikuliahkan bukan malah menjadi orang pintar, tapi malah jadi biang onar.

Ya, wajar sebenarnya jika melihat kelakuan mahasiswa masa kini, terutama mereka yang duduk di BEM universitas ternama.

Seperti banyak anak muda yang ada di akun pertemanan FB saya. Mereka ini cenderung emosional, Baper bahkan auto nantangin jika ada seseorang yang mencoba mengkritik serta mengusik zona kenyamanannya. Seperti mengusik agamanya, mengusik organisasinya, mengusik apa yang diyakininya.

Wajar, wong umur seperti itu masih masif-masifnya pencarian jati diri. Penuh ego dan yang pasti nafsunya gedong, Bo. Jangankan melihat Miyabi. 3 detik melihat pantatnya Dewi Persik saja mereka ini sudah pada crot semua.

Hanya saja, rata-rata pencarian jati diri ini tidak dibarengi dengan kemampuan pengendalian diri. Tidak ada nilai spiritualitas di dalamnya, tidak punya unggah ungguh, sopan santun, budi pekerti karena sedari kecil mereka ini hanya dikenalkan tentang kefanatikan agama saja.

Di mana-mana kalau orang fanatik pasti berbanding lurus dengan sikap Baper, ngamuk, emosional dan ngatjengan juga, tanpa mengindahkan logika. Mereka mencoba meniru jejak-jejak seniornya yang dulu pernah menjadi hero di mata masyarakat. Dengan jasa dan pengorbanan total melengserkan Suharto Orba.

Padahal, Mahasiswa 98 dengan mahasiswa saat ini jauh beda. Mahasiswa 98 saat itu benar-benar terpanggil hati nuraninya, karena kebiadaban Soeharto pemimpin korup sepanjang masa. Kritik mereka benar, pikirannya netral dan otaknya tidak teracuni dogma. Plus didukung oleh banyak rakyat pada masa itu.

Lha, mahasiswa sekarang?

Sudah banyak yang teracuni dogma asing berkedok agama. Apa yang mau diharapkan dari kenetralan pikiran mereka? Apa yang mau diharapkan jika Jokowi saja sudah dianggap sebagai musuh agama? Apa yang mau diharapkan jika sistem demokrasi dianggap sesat oleh mereka? Apa?

Wajar toh jika peringkat universitas kita di dunia terpuruk adanya. Wong tujuannya bukan sains, tapi surga dan neraka milik bangsa Arab. Jadinya dunia pendidikan kita ya ambyarr sentosa. Jazirah Arab saja hancur-hancuran, eh kebanyakan mahasiswa malah ingin menjiplak mereka? Kan dovol.

Organisasi mahasiswa emosional dan ingin melengserkan Jokowi karena tidak tepati janji? Ah mereka ini tidak pernah merasakan hidup di jaman Soeharto saja. Coba kalau pernah. Pasti tidak akan asal njeplak alias asal mangap saja congor mereka.

Eh, tetapi bagaimana mau merasakan? Wong saat Soeharto Orba berkuasa, mereka ini masih berbentuk “pejuh” yang selalu ikut mengalir ke selokan?Jika Bapaknya sedang mandi.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.