Kolom Boen Syafi’i: SAUDARA JADI MUSUH GARA-GARA PILPRES

Pilpres kali ini benar benar membelah rakyat. Ya, sejatinya hal seperti inilah yang banyak dirasakan oleh masyarakat saat ini, khususnya mereka para pengguna media sosial. Polarisasi sungguh tak terhindarkan, yang saudara berubah jadi musuh, yang dulu musuh sekarang berteman, yang dulu teman sekolah, tertawa terbahak-bahak bersama kini berubah tak saling sapa.

Musnahlah sudah rasakasih mengasihi dan segala kenangan baik yang dulu pernah hadir di dalam kehidupan, hanya gara gara berbeda pilihan.

Miris, nilai tatanan sosial hilang dan tergantikan hanya oleh sebuah kefanatikan. Hal seperti ini tidak perlu terjadi jika diantara kandidat Capres saling rangkul, saling beradu visi misi, saling memuji disertai kesadaran tinggi bahwa muara dari pesta demokrasi ini adalah kesejahteraan rakyat serta kejayaan Indonesia.

Namun semua itu ternyata hanyalah angan-angan belaka. Celakanya, salah satu Capres memandang kontestasi Pilpres sebagai ajang untuk berperang dan, lumrahnya perang, setiap musuh harus dihabisi bagaimanapun caranya.

Akhirnya, Si Capres gelap mata dan merangkul semua kelompok. Tak peduli kelompok itu radikal, intoleran, barbar maupun anti terhadap idiologis bangsa yakni Pancasila. Karena prinsip Si Capres adalah “musuh dari musuhku adalah temanku”.

Miris, jika sudah seperti ini prinsip yang dimiliki. Jangan harap pesta demokrasi itu akan benar-benar menjadi sebuah pesta kebahagiaan bagi rakyatnya. Walhasil bukanya malah memaparkan visi dan misi, Si Capres malah memakai fitnah, hoax, dan berbagai hasutan untuk menghabisi lawanya.

Tentu saja kalau ada aksi maka akan ada reaksi.

Begitu pula pendukung Jokowi menyikapinya. Setiap hari mencounter berita hoax, meluruskan fitnah dan memaparkan kenyataan yang sebenarnya, terhadap mereka yang sudah menjadi “korban” dari strategi biadab Si Capres sebelah.

Sebenarnya, pendukung Jokowi tidak menginginkan hal ini terjadi. Namun apa daya, keadaanlah yang memaksa mereka untuk mengangkat penanya. Biarlah dibenci dan tidak dipandang lagi, yang penting bukan kami yang berniat memutuskan rasa persaudaraan. Teman ataupun saudara sejati tidak akan bertindak amatiran, meskipun berbeda pilihan.

Ahsudalah.

Efek Capres yang kalah memang tidak bisa hanya diobati dengan combantrin saja. Soale Gendengnya Kappah.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.