Kolom Edi Sembiring: LIANG MELAS TAHUN 1909

Setelah Pasukan Garamata (Pahlawan Nasional Kiras Bangun) ditaklukan tahun 1905, Pemerintahan Kolonial Belanda selanjutnya membuat perjanjian pendek (Korte Verklaring) dengan beberapa pemimpin di Dataran Tinggi Karo. Perang Sunggal yang dimulai tahun 1872 dan dilanjutkan dengan Perang Tanduk Benua berakhir dengan perang yang dipimpin oleh Garamata.

Perang panjang yang melelahkan ini berakhir dengan penyerbuan dari 3 arah: Aceh, Simalungun dan Medan.

Gayo dan Alas lebih dulu ditaklukan oleh operasi militer Van Daalen. Sekutu para Simbisa Karo sejak Perang Sunggal ini ditaklukan agar tak terhubung dengan Pasukan Garamata.

Tahun 1909, kontrolir C.J Westenberg langsung mengadakan sensus peternakkan. Pemetaan kuta (kampung) pastinya diperlukan. Tak kalah pentingnya adalah menghitung jumlah ternak seperti kuda, kerbau, lembu dan lainnya.

Warga Liang Melas Datas menghantarkan truk pengangkut 3 ton jeruk manis untuk diberikan kepada Presiden RI (Joko Widodo)

Ada hal menarik dengan Liang Melas di tahun 1909. Di Liang Melas saat itu ada 39 kuta dengan penduduk 3.717 jiwa. Jumlah kuta ini jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan wilayah Kuta Buluh.

Kuta Buluh saat itu terdiri dari 13 kuta, namun penduduknya ada 2.920 jiwa. Atau bisa dibandingkan dengan wilayah yang terbesar penduduknya yakni wilayah Juhar. Juhar terdiri dari hanya 19 kuta namun penduduknya ada 5.136 jiwa.

Rombongan penghantar jeruk ke Jokowi telah tiba di Perawang (Riau) dan disambut warga Karo di sana.

Sebagian nama-nama kuta yang ada di Liang Melas dalam sensus 1909, kini tak ada. Kemungkinan penduduk telah berpindah. Misalnya Kuta Gandja yang berpenduduk 259 jiwa namun tidak dijumpai ternak. Kemungkinan Westenberg salah menuliskan nama, mungkin yang dimaksud Kuta Gandjang.

Sebelum Westenberg sampai ke Liang Melas, Joustra sangat ingin ke sana. Ini dituliskannya dalam jurnal “Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap, jrg 45, (1901).”

Dalam tulisan yang diberi judul “Naar het landschap Goenoeng-goenoeng (15-22 Oktober 1900),” Joustra ada mengatakan: “Wilayah atau landskap Leng Mëlas (Liang Melas maksudnya, red.) meskipun dihuni oleh orang Karo, tampaknya tertutup untuk orang Eropa untuk saat ini. Orang-orangnya dikenal mahir dalam dalam hal racun, melalui sirih mereka melayani orang asing yang tidak curiga dengan isi kampil mereka. Racun yang dipersiapkan atau adji-adji ini, menurut saya tidak akan membunuh, tetapi mungkin akan menyebabkan luka yang tak tersembuhkan pada lidah atau bibir.”

Sembilan tahun kemudian, Westenberg sampai ke Liang Melas. Suami dari Negel br Sinulingga ini bahkan bisa mendapatkan data jumlah kampung, jumlah penduduk bahkan ternak di sana.

Kini Liang Melas Datas dikenal punya potensi yang sangat tinggi. Tidak saja dari hasil-hasil pertaniannya, namun juga keasrian alamnya yang punya potensi besar sebagai destinasi wisata.

Kalau Joustra hidup dan kembali datang, mungkin ia akan berkata: “Wilayah Liang Melas Datas meskipun menghasilkan sayur dan buah-buahan terbaik, tampaknya tertutup oleh pembangunan hingga saat ini.

“Bukan kebetulan pula nama Joustra dan Presiden Joko Widodo berawalan huruf J. 120 tahun berlalu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.