Kolom Edi Sembiring: PERLAWANAN SUKU KAREN DI MYANMAR

Teringat pada suku Karen, teringat pada sebuah teori tentang gelombang migrasi yang berpindah dahulu kala ke Sumatera Timur. Tapi kita bahas saja Karen yang terkini. Tidak saja Rohingya, etnis Karen pun hingga kini terus berjuang lepas dari Myanmar. Hanya bedanya, etnis Karen bukan imigran dan mereka adalah penduduk asli.

Ada 135 etnis di Myanmar. Etnis Burma yang terbesar dan nomer dua adalah Karen. Sangat susah untuk menyatukannya. Keberagaman justru membuat Myanmar dipenuhi oleh konflik etnis yang tak selesai. Salah satu penyebabnya adalah etnis Burma yang memonopoli politik, sumber daya alam, serta ekonomi Myanmar. Dari 54 juta penduduk Myanmar, 60% nya adalah etnis Burma.

Berbahagialah kita dengan para pendiri republik ini yang berjuang untuk menyatukan dan memerdekakan negeri kita tercinta ini bersama-sama.




Yang menyedihkan di Myanmar, banyak etnis minoritas akhirnya membentuk tentara dan organisasi yang bertujuan untuk memerdekakan dirinya masing-masing. Etnis Karen adalah salah satu yang mengalami represi dari Pemerintah Myanmar. Sejarah perjuangan kemerdekaan oleh etnis Karen sangat panjang. Pergerakan mereka lebih duluan dibanding etnis Burma.

Dimulai dari pembentukan gerakan Karen National Association pada tahun 1881. Lalu, didirikan Karen National Union (KNU) pada Februari 1947. Sayangnya gagal mencapai kesepakatan dengan pemerintah Myanmar. Hingga pada tanggal 31 Januari 1949, KNU melakukan perlawanan bawah tanah. Hingga kini, tiap tanggal 31 Januari dirayakan sebagai hari Revolusi.

Identitas etnis Karen berbeda sekali dengan etnis Burma. Etnis Karen sudah lebih maju sejak Jaman Penjajahan. Banyak pemudanya dijadikan tentara oleh pemerintah Kolonial Inggris. Terjadi akulturasi dan asimilasi dengan budaya Inggris. Banyak dari etnis Karen yang bisa berbahasa Inggris dan mayoritasnya beragama Kristen.

Identitas ini sangat berbeda dengan etnis Burma yang mayoritasnya beragama Buddha. Inilah yang membuat etnis Karen merasa tidak bisa menjadi satu bangsa dengan etnis Burma dalam membentuk Republic of the Union of Myanmar. Pemerintah Myanmar merampas tanah mereka. Telah dikeluarkan undang-undang tentang tanah. Peraturan baru ini mengancam keberadaan masyarakat desa, masyarakat adat, serta keberadaan hutan-hutan di Myanmar. Undang-undang agraria yang baru tidak mengakui hak tanah adat dan hak tanah komunal.

Perampasan tanah yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap etnis Karen hingga kini tak kunjung berhenti. Etnis Karen membentuk Tentara Pembebasan Nasional Karen (The Karen National Liberation Army). Sebagai alat perlawanan gerilya bersenjata untuk menuntut agar tanah-tanahnya dikembalikan. Atas dasar ini, tentu tak bisa kita sebut ini sebagai perang agama. Atau saya dukung karena ada teori yang menyatakan Suku Karo salah satu yang berasal dari daerah perbatasan Myanmar dan Thailand atau Karen sekarang.

Jelas ini kaitannya dengan ekonomi, sosial dan politik di internal Myanmar. Penolakan atas dominasi etnis Burma. Kesenjangan ekonomi dan penutupan akses ekonomi. Dirampasnya tanah-tanah adat mereka membuatnya kian bangkit melawan. Hingga kini mereka masih angkat senjata. Dan pabrik senjata tentu butuh pelanggan. Kita tak perlu tercerai berai seperti mereka. Bhineka Tunggal Ika.











Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.