Kolom Edi Sembiring: TAWA MEGAWATI TAWA SUKARNO — Di Kongres V PDIP

Biarlah GerindRa yang membereskan para penumpang gelap dari koalisinya saat Pilpres 2019. Menjauh dari hasutan mereka yakni para penumpang gelap pemburu kekuasaan yang bertopeng agama yang tak ingin Indonesia berdamai. Ketika Prabowo mendekati Megawati, tampaklah keadaan tak terduga.

Para penumpang gelap marah-marah.

Pidato politik Megawati pada Konggres V PDIP di Bali tanggal 8 Agustus 2019 menunjukkan kian besarnya partai ini. Megawati tampil dengan gaya berpidato yang luwes di Kongres V PDIP. Gaya berpolitik yang luwes dan santai ini akan menjadi salah satu faktor penentu bagi partai politik untuk memenangkan kontestasi Pemilu 2024 mendatang.

Saya yakin Prabowo belajar pada kesabaran Megawati. Tahun 1999 seharusnya Megawati menjadi Presiden, tapi dijegal. Pelakunya adalah itu-itu juga. Tapi Mega bersabar.

Selama 10 tahun bertahan sebagai oposisi dan tidak tergiur untuk mendapat jatah menteri bagi partainya. Mega juga sedang menguji kesabaran kader-kadernya. Karena bila ada yang tergiur untuk menjadi mentri, maka mereka harus keluar dari keanggotaan PDIP.

Itulah Kesabaran Revolusioner yang kita saksikan. Dan juga perlu ditiru Prabowo kalau ingin partainya kian besar di 2024.

Dan sama seperti Mega yang tak mencalonkan diri di Pilpres 2014, begitu juga baiknya Prabowo. Biarlah kader terbaiknya yang maju di Pilpres 2024 dan belajar pula dari kekalahan selama ini dengan menjauhi para penumpang gelap itu. Jangan beri ruang lagi bagi mereka.

Dalam Kongres V PDIP ini, Megawati mengingatkan kembali harapan Sukarno pada Rakyat Indonesia sebelum pemilu pertama digelar yakni 29 September 1955. Sukarno kala itu mengingatkan Rakyat Indonesia akan ancaman disintegrasi bangsa jika pesta demokrasi pertama itu hanya akan memicu konflik.

Sukarno pada beberapa kesempatan juga berulang kali mengingatkan:

“Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!” (Soekarno dalam Kongres Rakyat Jawa Timur di Surabaya, 24 September 1955).

“Wadah yang bernama Negara Republik Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, suku, adat istiadat ini supaya utuh tidak retak.” (Soekarno dalam Kongres Rakyat Jawa Timur di Surabaya, 24 September 1955).

Dan kepada para pemimpin partai serta para kadernya, Sukarno juga kembali menegaskan, “Pemilihan umum jangan menjadi tempat pertempuran perjuangan kepartaian yang dapat memecah persatuan bangsa Indonesia.”

Saya setuju dengan keyakinan Megawati, bahwa Sukarno hadir di ruangan Kongres ini. Saya merasakan tawa Megawati adalah tawa yang sama dengan tawa milik Sukarno yang sering kita lihat di dalam filem-filem dokumenter tentang Sukarno.

Pertemuan Jokowi dengan Prabowo meredakan kegelisahan. Keluwesan politik Megawati dapat menuntaskan ketegangan pasca Pilpres 2019.

Pilpres 2019 berakhir dengan tenang ketika Megawati bersama Prabowo bersantap makan bersama. Dan nasi goreng buatan Megawati kian “meluluhkan” hati Prabowo.

Selamat kepada Megawati Sukarnoputri yang terpilih kembali sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan untuk masa periode 2019-2024.

PDIP sebagai Partai Pelopor semoga Solid Bergerak untuk Indonesia Raya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.