Kolom Eko Kuntadhi: ABAIKAN KAUM PENCELA DAN PENDENGKI

Kalau ekonomi kamu meningkat, konsumsi listrik juga akan meningkat. Alat-alat rumah tangga baru yang membutuhkan listrik adalah penyebabnya. Ada penanak nasi, dispenser, AC, atau mesin air. Semuanya membutuhkan konsumsi listrik yang tinggi.

Jika sekarang kamu berlangganan 1300 VA, mungkin 2 tahun yang akan datang kebutuhannya sudah mencapai 2.200 VA atau bahkan 5.500 VA. Itu normal.







Nah, sekarang PLN sudah memiliki cadangan listrik yang cukup. Bahkan di beberapa lokasi seperti Jawa-Bali-Sumatera, terdapat surplus elektrikal. Sebetulnya hanya ada 2 wilayah yang kondisinya masih minus yaitu Papua dan NTT. Sedangkan wilayah lainnya bisa dikatakan berlebih. Artinya, stok listrik yang dimiliki PLN jauh lebih besar dibanding konsumsi saat ini.

Makanya PLN menggelar program penambahan daya gratis. Tapi, sayang, isu ini selalu digoreng mengenai kenaikan tarif. Masyarakat dicekoki informasi tidak valid yang tujuannya untuk menciptakan distorsi keberhasilan pembangunan. Padahal tidak ada peningkatan tarif sama sekali.

Isu kenaikan tarif listrik ini biasanya dengan cepat direspon ibu-ibu. Wajar sih, mereka yang paling terkena dampaknya karena uang belanja yang lebih cepat habis. Tapi, saat ini memang tidak ada rencana kenaikan tarif listrik sama sekali.

Golongan konsumsi listrik, ya sama saja, tidak ada yang berubah. Ada yang 450 Va (tarifnya disubsidi), ada yang 900 Va (sebagian disubsidi), ada juga yang 1300 VA, 2.200 VA, dan seterusnya. Memang sih, untuk memudahkan pola subsidi, ada rencana penyederhanaan golongan. Semuanya agar subsidi listrik lebih tepat sasaran.

Saat ini, yang hendak dilakukan PLN adalah penambahan daya gratis bagi pelanggan yang mau. Kalau gak mau, juga gak apa-apa. Hanya saja, jika program ini sudah berlalu, untuk proses penambahan dayanya perlu biaya tambahan lagi dan harga abonemennya juga akan berubah. Jadi, benar-benar tidak ada paksaaan dalam berlangganan, begitu kata pelatah.

“Sifatnya sukarela,” ujar I Made Suprateka, Humas PLN.

Kenapa hal itu diperlukan? Karena ekonomi masyarakat terus tumbuh. Otomatis kebutuhan konsumsi listrik juga ikut tumbuh. Jika kita melakukan penambahan daya mengikuti program PLN ini, selain prosesnya gratis (pergantian MCB dan lain sebagainya) harga abonemen tetap megikuti golongan sebelumnya. Misalnya, kita berlangganan 2.200 VA, lalu mau dinaikkan ke 4.440 VA. Harga listriknya sama, Rp 1.467 per Kwh dan abomenenya menguti golongan 2.200 VA.

Kenaikan akan terjadi apabila konsumsi listrik kita bertambah. Kalau pola konsumsinya sama dengan sebelumnya, ya bayar listriknya tetap. Misalnya jika sehari kamu makan 3 piring, lalu besok nambah jadi 4 piring, ya wajar saja kalau bayarnya nambah. Tapi harga makanan sepiringnya sama saja.




Surplusnya cadangan listrik ini menandakan keberhasilan Pemerintahan Jokowi. Listrik adalah kebutuhan dasar, baik rumah tangga maupun industri. Mana ada orang yang mau investasi jika listriknya gak tersedia. Kecuali investasi bisnis demonstrasi. Bahan bakunya cukup kebodohan.

Sampai saat ini proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW terus dikejar. Targetnya sampai 2019 nanti, rasio elektrifikasi kita mencapai 97%. Maksudnya 97% masyarakat Indonesia sudah bisa menikmati listrik. Sisanya akan diantisipasi dengan memasangkan listrik tenaga surya.

“Tapi itu hanya antisipasi sementara saja sampai jaringan PLN masuk ke sana,” ujar Agus Tribasono, Sekretaris Dirjen Ketenagalistrikan ESDM. Biasanya mereka berada di wilayah terpencil.

Saya pernah menyaksikan kegembiraan masyarakat di Desa Sori Tatangga, Dompu, NTB ketika mereka mendapatan kampungnya menjadi lebih terang. Desa itu letaknya terpencil, di kaki gunung Tambora. Sejak awal republik ini berdiri baru kali itu mereka mendapatkan lampu pijar menyala di desanya.

Atau di desa Ambui, Rajaampat, Papua. Pulau kecil 4 jam perjalanan laut dari Sorong ini, juga sudah bisa menikmati lampu pijar. Sebelumnya mereka hidup dalam kegelapan. Rasa syukurnya luar biasa, hanya karena sebuah bola lampu yang menyala.

Tapi, kehidupan nelayan di desa ini, membutuhkan konsumsi listrik lebih banyak.

“Kami butuh mesin pendingin untuk ikan tangkapan kami,” ujar tokoh masyarakat di sana. Menurutnya, jika disiapkan mesin pendingin ekonomi masyarakat akan bertambah maju.




Nah, mungkin ketika pembangunan pembakit listrik 35 ribu MW nanti sukses dijalankan, kita akan melihat senyum saudara-saudara kita di Ambui semakin sumringah. Senyum yang sama akan kita saksikan di berbagai wilayah lain, karena ekonomi yang terus bergerak sebagai dampak dari peningkatan investasi dan usaha.

Percayalah, Indonesia sedang bergerak maju. Abaikan saja kaum pencela dan pendengki yang tidak mau berbagi dengan saudaranya di pelosok negeri.

“Tapi masak bubur gak bisa pakai rice cooker, mas,” ujar Bambang Kusnadi.

“Nanti malah jadi nasi.”

“Mbang, di seluruh dunia cuma kamu yang mensyukuri jika nasi berubah menjadi bubur,” ujar Abu Kumkum.




Video: Swadaya masyarakat di 4 desa Suku Karo (Karo Hilir, Sumut) dalam pengadaan listrik desa.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.