Kolom Eko Kuntadhi: ANIES MEMUKUL ANGIN

Pertahanan terbaik adalah menyerang. Itulah yang belakangan dilakukan oleh Anies Baswedan selaku Gubernur Jakarta.

Di mata Anies Baswedan, kampanye tidak pernah selesai. Meskipun sudah sebulan dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies masih saja melancarkan sekarangan ke Ahok. Kenapa demikian? Karena rakyat yang jeli selalu membandingkan kerja Anies dan Ahok.

Babak belur di susunan APBD 2018, dia sibuk menangkis semua tudingan yang diarahkan. Salah satu caranya dengan menuding balik Ahok, yang memang dijadikan benchmark rakyat Jakarta dalam proses pembangunan.




Tapi, yang namanya serangan itu cuma langkah untuk ngeles, yang terlihat malah lucu. Anies bicara dengan mempertanyakan Ahok yang banyak membangun Jakarta dengan dana CSR. Baginya itu kesalahan, karena uang tidak masuk ke pendapatan Pemda.

Di jaman Ahok sebetulnya gak ada juga uang CSR yang masuk ke kas Pemda. Perusahaan diminta siapkan fasilitas publik yang bisa dinikmati rakyat. Taman, trotoar, rusun, Simpang Susun Semangi, pengerukan kali, dan sebagainya. Duit rakyat terjaga, tapi pembangunan jalan terus.

Kenapa Ahok lakukan itu? Karena DPRD DKI Jakarta sering menghambat dalam pembicaraan anggaran. Mereka yang biasa menggelar bancakan duit rakyat saat pembahasan RAPBD, sama sekali gak dikasih angin sama Ahok.

“Enak aja duit rakyat mau dicolong,” katanya suatu ketika.

DPRD yang merasa punya kuasa, biasanya menahan pembahasan sampai akhirnya deadlock. Tapi pembangunan gak bisa berhenti meskipun proses anggarannya dipersulit oleh para penyamun politik. Makanya, Ahok memilih memaksimalkan jalur CSR.

“Perusahaan-perusahaan itu sudah mengambil manfaat banyak dari rakyat. Masa diminta sedikit membantu rakyat aja gak mau,” ujar Ahok suatu ketika.

Dengan cara itulah, maling anggaran gigit jari. Rakyat juga gak dirugikan karena mekanisme politik yang ribet.

Selama ini mungkin saja pengusaha-pengusaha itu juga mengeluarkan duit untuk pejabat. Tapi ya, untuk kantong pejabat itu sendiri doang. Boro-boro buat rakyat.

Tapi apa kata Anies? Dana CSR gak bisa dipertanggungjawabkan. Emang gak bisa. Wong bentuknya berupa bangunan fisik bukan duit. Makanya mungkin, Anies ingin bilang, Pemda DKI haram membangun dengan dana CSR. Mungkin, maksudnya, kalau perusahaan mau nyumbang, nanti aja mendekati masa kampanye.

Tapi, belum juga ludahnya kering, eh di berita nongol omongan: “Acara Sandiaga Uno di Hotel Pullman dibiaya dari dana CSR.” Nah, bangke, gak tuh?

Selain itu Anies juga menyerang Tim Gubernur (TGUPP) jaman Ahok yang dituduh menerima honor dari perusahaan swasta. Ini maksudnya mau menjawab peningkatan anggaran TGUPP di jaman Anies naik dari Rp 2 miliar menjadi Rp 28 miliar. Ketimbang dia bingung menjelaskan kenaikan itu, mending nembak Ahok.

Sialnya, Anies lupa. Ahok bukan orang yang ngangkangi sendiri dana operasional Gubernur senilai Rp 5 miliar sebulan. Dari duit itulah TGUPP digaji, Bukan dari perusahaan swasta. Bahkan sindiran Anies ke Ahok dibantah oleh Kepala BKD DKI Jakarta yang notabene anak buahnya sendiri sekarang. Ngilu gak, tuh?

Serangan-serangan Anies seperti memukuli udara. Tapi cukuplah membuat kaum sapi bengkrek berjingkrak kegirangan. Mereka ikutan teriak-teriak: “Pesek, pesek. Pesek, pesek…”

Jika serangan itu gak cukup menutupi kinerja yang mungkin akan kedodoran ada satu lagi ajian pamungkas: Tablig Akbar di Monas!

Lalu orang berseragam putih berkalung sorban akan datang berkumpul. Mereka saling bergumam. “Pesek, pesek. Pesek, pesek…”








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.