Kolom Eko Kuntadhi: CEBONG DAN KAMPRET MUDIK BARENG

Setiap kali lebaran, masyarakat selalu disuguhi suasana perjalanan baru. Lebaran seolah jadi momentum dibukanya jalur tol, sehingga suasana macet-macet dan berdesakan seperti pepes teri bisa dihindari.

Lebaran kali ini warga Jakarta yang berniat mudik ke Jatim dengan kendaraan darat sudah bisa menggunakan tol trans Jawa yang tidak terputus. Dari tol dalam kota, masuk tol Cikampek lalu terus sampai Surabaya Timur.

Keren kan?

Sebagian besar tol ini dikerjakan oleh BUMN dengan model pembiayaan yang relatif tidak membebani duit negara. Konsekuensinya seperti juga jalan tol, pengguna harus membayar sejumlah tarif perjalanan. Tapi, dengan fasilitas jalan mulus dan asyik, tampaknya sebanding dengan harga yang harus dikeluarkan.

Beberapa tahun belakangan ini setiap mudik, rakyat akan disajikan pameran pembangunan. Untuk mudik tahun ini ada beberapa ruas tol yang baru dioperasikan.




Pemudik yang biasa pulang ke Sukabumi, misalnya, kini tidak harus berkutat gila-gilaan dengan ruas jalan yang sempit. setelah sekian lama terkatung-katung proyek Tol Bocimi (Bogor-Ciawi-Sukabumi) lebaran ini bisa digunakan.

Sementara untuk tol trans Jawa lainnya kali ini sudah bisa dilalui tol-tol Pemalang-Pejagan, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Brebes-Gandulan, Semarang-Solo, sampai Pandaan-Malang. Warga Sumatera Utara juga sudah bisa menikmati jalur bebas hambatan Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi.

Asyik juga sepertinya. Kebiasaan masyarakat Indonesia bermigrasi besar-besaran menjelang lebaran bisa dipermudah.

Bukan hanya itu, ketika kurs dolar meninggi dan harga minyak dunia meningkat, pemerintah Jokowi juga memerintahkan pada Pertamina untuk tidak menaikkan harga bahan bakar, meskipun bahan bakar non-subsidi. Padahal operator SPBU lainnya disetujui untuk menaikkan harga.

Total, misalnya, meminta kenaikan semua varian BBM yang dijualnya. Untuk Ron 92, mereka meminta diijinkan untuk menaikkan harga dari Rp 9.300/liter menjadi Rp 9.600/liter. hal yang sama diajukan oleh Shell dan AKR.




Bukan hanya diminta untuk menahan kenaikan BBM jenis Pertamax atau Dex. Pemerintah juga mewajibkan Pertamina untuk mendistribusikan Premium ke seluruh Indonesia. Sebelumnya Pertamina hanya wajib menjual Premium di Jawa-Madura dan Bali saja.

Jadi bisa dibayangkan, sudah tidak diijinkan menaikkan harga bensin non subsidi, plus kewajiban menyediakan bensin subsidi di seluruh SPBU. Dengan kewajiban itu Pertamina kudu nyiapin duit gak sedikit. Inilah salah satu fungsi sosial yang ditekankan Presiden kepada BUMN sejenis Pertamina.

Yang membedakan BUMN dengan swasta adalah adanya kewajiban sosial itu. Jadi, mereka bukan hanya memikirkan cari untung, namun juga diharuskan memenuhi berbagai kebutuhan publik. Sekalipun dijalankan dengan biaya tidak sedikit.

Tapi, orang banyak teriak BBM mahal dan harganya naik. Sebetulnya mereka yang teriak itu termasuk orang linglung. Wong kenyataannya sejak 2015 harga Premium justru turun. Pada April 2015, misalnya, harga Premium Rp 7.300/liter, sedangkan Januari 2016 harganya malah menjadi 6.950/liter. Eh, pada April 2016 turun lagi jadi Rp 6.450/liter.

Hal yang sama juga terjadi pada solar. Pada April 2015 Rp 6.900/liter, Oktober 2015 turun jadi Rp 6.700. Eh, Januari 2016 harga solar turun lagi jadi Rp 5.650. Cukup? Gak juga. Pada April 2016 diturunkan lagi menjadi Rp 5.150.




Itukan jenis Premium, kalau Pertamax kan harganya naik?

“Calelah, kamu ini mentalnya pengemis banget. Sudah bisa membeli mobil mewah tapi harga Pertamax naik sedikit sudah kelojotan.”

Jadi begini deh. Orang itu, kalau mentalnya sekelas pengemis, memang susah. Apalagi jika maunya bermewah-mewah dengan barang subsidi. Itu sama saja dengan pengelola lembaga zakat dan sedekah yang hidupnya kaya raya dari sumbangan umat. Tapi merasa paling Islami dan paling dekat dengan Tuhan. Atau pendeta yang hidup bermewah-mewah dari kumpulan duit perpuluhan jemaat.

Kalau ada yang menggoreng harga BBM naik terus, orang itu memang kerjanya cuma jualan gorengan. Meskipun nilai tukar dolar terus melambung dengan harga minyak mentah dunia yang merangkak naik, toh pemerintah Jokowi berkomitmen tidak akan ada kenaikan harga BBM sampai setidaknya 2019.

Artinya, lebaran kali ini bisa dilalui dengan asyik. Harga kebutuhan pokok relatif stabil. Mau mudik, jalan tol sudah nyambung ke berbagai pelosok. Ongkos bensin gak berubah.

Nah, para cebong dan kampret yang biasa ribut terus di medsos, kini bisa menikmati semua fasilitas itu untuk perjalanan mudik. Jangan lupa bawa nastar dan kue puteri salju. Enak dimakan dalam perjalanan.

“Tapi untuk mudik kan butuh uang saku, mas,” celetuk Abu Kumkum.

“Lha, masa harus Jokowi juga yang mikirin? Kamu minta sama Dimas Kanjang aja sana…”

“Kalau minta sama Aman Abdurahman, gak punya duit, ya, mas?”








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.