Kolom Eko Kuntadhi: GEMPA LGBT

Ada banyak status yang merespon soal gempa semalam. Yang paling memuakkan adalah status yang menyangkutpautkan gempa di Jakarta dengan kaum LGBT.

“Tuhan marah dengan LGBT. Makanya dikirim gempa. Itu belum seberapa, nanti akan datang lagi gempa yang lebih besar jika kita tidak bertaubat.”

Lalu muncul informamsi hoax akan datang gempa susulan yang lebih besar. Menakut-nakuti masyarakat.




Waktu terjadi gejolak Gunung Agung di Bali, ada juga orang yang menyangkutpautkan dengan agama rata-rata masyarakat Bali. Juga didekat-dekatkan dengan kehadiran turis yang suka pakai bikini.

Kita sering mendengar omongan model begini, entah Tuhan seperti apa yang dia maksud.

Gempa kecil di Jakarta karena disebabkan kehadiran LGBT yang sedang dibahas dalam pasal RKUHP. Jika DPR tidak sedang membahas itu, dan Ketua PAN Zulkifli Hasan tidak ngomong ngelantur soal LGBT, mungkin mereka tidak akan ada sangkut paut gempa dengan LGBT. Atau jika keputusan MK yang menolak melakukan tafsir baru pada LGBT. Jadi gempa kiriman Tuhan itu sebagai respon dari keputusan MK dan omongannya Zulkifli Hasan. Ini aneh, Tuhan kok kayak netizen yang bereaksi terhadap berita.

Bagaimana dengan banjir di Jakarta kemarin? Apakah Tuhan marah kepada 58% penduduk Jakarta? Ohh, tidak.

“Banjir terjadi karena debit air terlalu banyak,” ujar Sandiaga Uno waktu itu.

Saat gempa terjadi, kaum menyek-menyek menyalahkan kaum yang dibencinya. Saat gunung meletus mereka menuding penganut agama yang berbeda dengannya. Singkatnya setiap bencana, saat orang lain sibuk menyalurkan bantuan, mereka malah menggunakannya untuk menyalurkan kebencian.

Tapi sudahlah. Mereka memang sedang merayakan agama barunya. Agama yang sedang hit belakangan ini. Agama kaum pembenci.

Di Suriah, agama seperti ini digunakan untuk menyerang pemerintah. Di Libya, agama model ini digunakan untuk mengkudeta Khadafi. Di Yaman, agama mereka digunakan untuk membunuhi rakyat. Di Indonesia agama model ini ditunggangi untuk memusuhi siapa saja yang dibencinya. Bahkan agama ini menafsirkan bencana untuk menyalahkan orang lain.

Agama model begini juga dimanfaatkan untuk kampanye Pilkada. Mengelabui para pemilih untuk menilai seorang calon bukan berdasarkan prestasi atau rekam jejaknya. Tapi dari model baju kokonya saja.

Mereka hobi menyeret Tuhan untuk mendukung pikirannya sendiri.

“Mas, kalau gempa terjadi karena kaum LGBT, harusnya gempa cuma terjadi di Taman Lawang. Itupun kalau malam doang,” ujar Abu Kumkum.

“Lha, kalau gitu warga Sumbar perlu hati-hati dong. Datanya Provinsi terbanyak LGBT ada di sana,” timpal Bambang Kusnadi.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.