Kolom Eko Kuntadhi: INDONESIA UNTUNG BESAR

“Mas, sebetulnya anggaran buat acara pertemuan IMF-World Bank 2018 di Bali itu berapa, sih? Ada yang bilang Rp 855 milyar ada yang bilang sampai Rp 5,7 triliun. Kok, besar amat sih?”

“Anda kan lagi di Bali. Ikut cawe-cawe di acara itu. Makanya saya tanyain.”

Seorang teman mengirim pesan WA. Saya tahu dia agak bingung. Bukan apa-apa. Soal pertemuan IMF-WB ini sekarang nasibnya kayak tahu bulat. Digoreng dadakan oleh gerombolan omong kosong, disajikan panas-panas. Targetnya untuk menutup malu kasus hoax Ratna Sarumpaet.

Saya yang lagi ngadem di pojok Kuta, terpaksa memantengin layar HP. Menulis jawaban untuk teman tadi.

Begini, kata saya. Anggaran pelaksanaannya sekitar Rp 855 miliar. Sebagian besar dari Depkeu, sebagian dikeluarkan BI. Anggaran itu untuk penyiapan venue acara, transportasi para tamu VVIP, persiapan teknis, sampai keamanan.

Nah, berkenaan dengan acara tersebut Bali perlu berbenah. Misalnya apron Bandara Ngurah Rai perlu ditambah. Ada juga pembangunan infrastruktur lainnya. Jumlahnya mencapai Rp 5 triliunan.

Tapi kan, yang namanya infrastruktur gak akan habis. Setelah acara malah menguntungkan rakyat. Karena fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan langsung. Sama kayak kamu mau adakan arisan di rumah. Karena ngundang tamu, gak enak kalau tembok rumah banyak coretan. Lalu rumah kamu cat. Jadi kinclong. Setelah arisan, temboknya tetap bagus, kan?

“Jadi, yang dipakai buat acara Rp 810 miliar itu? Besar juga, ya?”

Sebenarnya gak besar-besar amat. Malah Indonesia termasuk hemat. Tahun 2016 Singapura jadi tuan rumah perhelatan serupa menghabiskan Rp 2,29 triliun, Turki (2099) habiskan Rp 1,2 triliun, lalu Jepang (2012) habiskan Rp 1,1 triliun dan Peru (2015) menghabiskan Rp 994 miliar. Nah, Indonesia meski dianggarkan Rp 855 miliar, toh yang baru terpakai hanya sekitar Rp 600 miliar doang.

Dibanding negara lain, kita paling hemat. Padahal dari sisi peserta jumlah yang hadir di sini paling banyak. Ada 20 kepala negara bakal hadir. Ada 400 menteri dan Gubernur bank sentral seluruh dunia juga hadir. Total peserta mencapai 34 ribu orang.

“Ya, katakan yang kepakai Rp 600 milyar. Tapi kan besar juga. Sementara negara kita sedang banyak musibah,” teman itu ngotot.

Begini, ya mblo. Ok, kita keluarkan duit buat menggelar event itu. Tapi dari 34 ribu peserta yang hadir, mereka juga masing-masing keluarkan duit. Emangnya mereka datang ke sini dengan tangan kosong? Wong semuanya adalah sekelas VVIP. Duit mereka ya, buat belanja. Sewa hotel. Kendaraan. Wisata. Diperkirakan selama acara mereka semua mengeluarkan duit sampai Rp 1,5 triliun.

Siapa yang menikmati duit itu? Ya, masyarakat Bali. Plus masyarakat di daerah lain juga. Lombok ikut kecipratan karena, setelah acara, banyak peserta yang mau sekalian wisata. Ada yang tetap di Bali, ada yang ke Lombok, Banyuwangi, Raja Ampat. Ada juga yang ke Danau Toba.

Kalau modal Rp 600 milyar terus dapat pendapatan Rp 1,5 triliun. Itu artinya untung apa rugi?

“Maksudnya, untung gimana?” kata teman tadi penasaran.

Baru saja mau menjawab, 3 orang turis lewat di depan saya. Semuanya pakai bikini, berjalan sambil tertawa-tawa lepas. Saya asyik memandangi tatoo bergambar bunga mawar dililit kelabang di punggung salah seorang dari mereka. Kayaknya mereka turis asal Jepang. Tatoo itu terlihat kontras di dasar kulit putih seperti lobak. Shit! Konsentrasi saya jadi buyar.

“Mas, jawab dong,” teman tadi mendesak. Punya teman resek begini, emang ngeselin. Keluhku dalam hati. “Buat Indonesia untungnya di mana? Kan kita keluarkan duit Rp 600 milyar,” dia mendesak lagi.

Begini. Anggap pemerintah itu punya kafe. Rencananya ada orang yang menggelar acara mengundang banyak orang ke kafe kita. Sebagai pemilik kafe kamu beberes. Membetulkan kursi yang rusak. Menata interior. Keluar duit juga? Iya, keluar. Katakan keluar biaya Rp 600 ribu.

Nah, ketika acara berlangsung, semua yang datang membeli makanan di kafe kamu. Pemasukan sampai Rp 1,6 juta. Kamu untung apa rugi?

“Untung, dong.”

Pemerintah juga gitu. Modalnya Rp 600 miliar. Tapi seluruh peserta menghabiskan dana langsung sampai Rp 1,5 triliun. Kita untung Rp 900 miliar, kan? Cuma dengan menggelar event seminggu.

“Untungnya cuma itu doang?”

Wow, banyak lagi. Dari berbagai kerjasama yang disepakati pada event itu saja BUMN kita berhasil menarik investor asing untuk ditanamkan langsung sampai Rp 200 triliun. Bayangkan, Rp 200 triliun! Uang segitu akan berputar dalam perekonomian kita. Keren, kan?

Bukan hanya keuntungan langsung. Keuntungan tidak langsung juga kita dapati. Misalnya ketimbang kita menghabiskan dana untuk promosi pariwisata kita, lebih baik maksimalkan saja acara ini untuk memperkenalkan destinasi wisata di seluruh Indonesia.

Sekarang mereka bisa menikmati alam Indonesia. Setelah itu mereka akan bercerita soal keindahan Indonesia pada keluarganya. Pada koleganya. Pada sahabatnya. Nanti-nanti orang-orang yang dapat kisah indah itu akan datang kesini. Bawa duit. Bawa rezeki buat Indonesia. Rakyat diuntungkan lagi.

Keuntungan lainnya. Karena kita adalah tuan rumah, kita punya peluang untuk mendesakkan agenda pembicaraan pada acara itu. Menkeu Sri Mulyani, misalnya, mendorong dunia untuk memikirkan semacam asuransi bencana alam. Atau yang sejenisnya.

Kan, Indonesia terletak di wilayah cincin api yang rawan bencana. Jika usul itu disetujui dan menjadi perhatian dunia. Ini akan sangat bermanfaat bagi kita.

“Jadi acara itu bukan buat nambah utang, ya mas?”

Oh, gak dong. IMF mengutangi negara kalau negara itu krisis. Kalau ekonominya kacau. Lha, kata Direktur IMF Christine Lagarde, Indonesia itu gak butuh bantuan IMF. Karena ekonominya sudah dijalankan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi juga stabil.

Malah sepertinya Indonesia dijadikan contoh negara-negara lain bagaimana mengelola ekonomi di tengah ketidakpastian dunia seperti sekarang. Bangga gak tuh, kita?

Saya bersemangat membalasnya. Tiga orang turis Jepang, entah sudah jalan ke mana. Tapi tiba-tiba ada WA lain nyelenong. Dari Abu Kumkum.

“Mas, lagi di Bali, ya? Mata dijaga mas. Jangan sembarangan melotot.”

Semangat saya langsung drop. Untung saja ada pemandangan lain.

Di depan ada bule cantik, berjalan ke arah saya sambil senyum-senyum. Hidungnya bangir dengan rambut tergerai hitam. Mengenakan tank top hitam, dengan celana super pendek.. Eh, dia pakai melambaikan tangan segala. Bikin orang grogi aja nih bule. Saya deg-degan ketika dia makin mendekat.

Kampret! Rupanya dia menyapa cowok dekil anak pantai yang berdiri di belakang saya. Ketika mendekat, cowok itu langsung merangkul si bule. Membiarkan saya yang bengong sendirian.

Saya terdiam. Apa gue kurang dekil, ya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.