Kolom Eko Kuntadhi: ISLAM NUSANTARA VS ISLAM KHILAF

Sebagian besar muslim di Indonesia ini adalah Islam Nusantara. Ini bukan aliran khusus dalam agama. Ini ada sebutan warga negara yang beragama Islam sekaligus mencintai negerinya. NU memiliki sebutan khas untuk mengeskresikan semangat keislaman dan keindonesiaan yang saling menopang, ‘hubbul wathan minal iman’ atau mecintai negeri adalah sebagian dari iman.

Bagi NU, tidak ada pertentangan lagi antara cinta Tanah Air dengan keseriusan menjalankan ajaran agama. Keduanya tidak terpisahkan.

Ada juga pengikut Islam Khilaf. Mereka orang Indonesia yang beragama Islam tetapi sama sekali tidak mencintai negerinya. Dalam kepalanya seolah antara keindonesiaan dan keislaman bisa saling bertabrakan. Nasionalisme dibenturkan dengan agama.

Felix Siauw pernah ngomong, mencintai agama ada dalilnya. Kalau cinta Tanah Air tidak ada dalilnya. Inilah ribetnya pengikut Islam Khilaf.

Makanya orang-orang ini selalu kebingungan dan merasa harus memilih antara mencintai Tanah Air atau mencintai agamanya. Sebab cinta Tanah Air bagi mereka gak ada urusan dengan agama.

Repotnya, rata-rata orang seperti itu pemahaman keagamanya sangat tekstual dan simbolis. Makanya diantara mereka ada yang mengharamkan upacara bendera karena dianggap hormat pada bendera itu syirik. Bayangkan kegiatan mengangkat tangkan ke dahi saja dianggap menuhankan bendera.




Ada yang mengkritik lagu Padamu Negeri bisa terjerumus kepada syirik karena ada syair yang berbunyi, “Bagimu negeri, jiwa raga kami.” Alasannya, jiwa raga manusia itu harusnya untuk Allah bukan untuk yang lain. Pokoknya semuanya disangkut-sangkutkan pada urusan syirik, bid’ah, kurafat, dan sejenisnya. Ajaran agama jadi begitu nyinyir.

Penganut Islam khilaf inilah yang meyakini bahwa khilafah adalah satu-satunya sistem politik untuk umat Islam. Selain khilafah dianggap tidak Islami, sesat, toghut, kafir. Karenanya wajib diperangi.

Ada pengikut Islam khilaf yang berbaiat kepada Abu Bakar Albagdahi (sudah mati sekarang). Mereka menjadi anggota ISIS dan yang memegang jabatan khilafah ISIS, Abubakar itu atau penggantinya. Pengikut mereka banyak juga di Indonesia. Orang-orang khilaf yang melakukan bom bunuh diri itu rata-rata pengikut khilafah Bagdadhi dengan Bahrum Naim sebagai kakitangannya. Sedang di Suriah ada 435 kombatan ISIS adalah Indonesia yang terkatung-katung.

Ada juga pengikut Islam Khilaf lain yang bergabung dengan HTI. HTI adalah organisasi internasional. Mereka memang belum menentukan siapa khilafahnya tetapi meyakini khilafah adalah jalan keluar dari segala masalah. Entah apa yang dimaksud jalan keluar, wong HTI sampai sekarang tidak punya contoh negara mana yang sudah menerapkan sistem khilafah dan sukses.

Konsep khilafah HTI menyangkut seluruh dunia. Jadi, inti tujuan HTI adalah ingin menghapus Indonesia dari peta dunia dan menjadikan negeri kita hanya sekelas kecamatan saja berada di bawah kekuasaan khilafah. Sama seperti ISIS yang dengan serampangan menghapus batas teritori Irak dan Suriah disatukan dalam kekuasaannya.

Ketika Pemerintah mengeluarkan Perppu dan membubarkan HTI ada yang membela dengan slogan kebebasan berserikat dan berpendapat. Ada juga yang mengatakan HTI adalah organisasi kemasyarakatan yang tidak melakukan kekerasan. Padahal harus diingat, HTI adalah organisasi internasional. Di banyak negara organisasi ini sudah dinyatakan dilarang karena paham yang dibawanya itu. Jika berdiri di suatu negara kegiatan HTI memang ditargetkan untuk mengambil alih kekuasaan. Organisasi ini pernah tercatat melakukan percobaan kudeta di Turki, Irak, Suriah, Mesir, Pakistan dan beberapa negara lainnya.

Salah satu cara yang digunakan oleh HTI adalah menelusup ke tubuh militer. Di Turki misalnya pada 1974 HTI pernah dengan terang-terangan menyurati seorang Jenderal untuk diajak bergabung melakukan kudeta. Di Mesir, HTI menyusup ke tubuh militer yang waktu itu sedang berperang dengan Israel.

Di Indonesia, ketika gonjang-ganjing demo berjilid-jilid seperti buku Harry Potter kemarin pernah ada juga usaha membenturkan TNI dengan Polri. Seorang Ustad yang hobi bergamis bahkan terang-terangan menyerukan TNI mengambil alih peran polisi. Entah apakah itu usul sporadis atau berada dalam agenda besar.

Pada konflik Suriah HTI mendukung organisasi teror yang berada di bawah naungan Al Qaedah seperti Al Nusra atau Ahrar al Sham. HTI menyebut mereka mujahid padahal kelakuan kedua teroris ini sangat biadab. Bahkan pada video yang mereka rilis sendiri, pasukan Ahrar al Sham, mereka melakukan pembantaian massal di desa al Zara. Mereka bangga berpose di tumpukan mayat perempuan dan anak-anak.

Timbul pertanyaan, kenapa orang-orang yang lahir di Indonesia dan mencari makan di tanah ini sama sekali terhapus di hatinya rasa cinta kepada bangsanya? Jawabannya, karena mereka dididik oleh organisasi transnasional yang memang tidak memiliki akar kebangsaan sama sekali. Ideologi politik yang mengawang-awang mengatasnamakan agama sudah beredar sejak jaman rekiplik. Saking mengawang-awangnya jadinya aneh.




Sebetulnya HTI ini bukan Ormas. Dalam situsnya jelas-jelas dia mengaku sebagai Partai Politik yang tujuannya merebut kekuasaan. Kalau HTI Parpol mengapa tidak ikut Pemilu? Karena mereka terbiasa mengambil kekuasaan dengan cara merampas. Mereka mencaci Pemilu dan demokrasi dengan sebutan sistem setan.

Ada Parpol yang berdiri di Indonesia juga titisan dari organisasi transnasional keagamaan seperti Ikhwanul Muslimin. Kita sering mendengar celotehan politisinya yang minim semangat kebangsaan.

Saat kejadian penusukan polisi oleh teroris, anggota DPR dari Parpol ini juga memprotes polisi yang menembak mati teroris.

Coba perhatikan para pengikutnya di medsos, jika ada kasus teror yang pertama kali berkoar bahwa itu adalah pengalihan isu ya, mereka-mereka itu. Yang hobi mencela Jokowi lalu mengagung-agungkan Erdogan, ya mereka itu. Gara-gara Perppu pembubaran Ormas radikal mereka menuding Jokowi diktator. Tapi saat Erdogan membersihkan Turki dari penantangnya dengan cara kasar, mereka menyebutnya pejuang Islam. Padahal Jokowi hanya membubarkan Ormas radikal sedangkan Erdogan memenjarakan ribuan orang yang menentangnya.

Beruntung Indonesia punya NU, organisasi Islam yang merumuskan penyatuan keindonesiaan dan keislaman dalam satu tarikan nafas. NU lahir dari rahim Indonesia, cintanya kepada bangsa ini tidak perlu diragukan. Inilah Islam Nusantara.

Berbeda dengan Islam khilaf yang berasal dari organisasi transnasional. Entah mereka lahir dari rahim siapa. Emak-bapaknya gak jelas.

Nah, Perppu 2/2017 yang dikeluarkan Pak Jokowi tujuannya untuk menyadarkan para penganut Islam khilaf itu. Semoga Allah memaafkan segala kehilafannya.






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.