Kolom Eko Kuntadhi: JAKARTA BLACKOUT

Listrik mati di Jakarta. Dunia seperti setengah kiamat. Di jalan tetiba suasana kacau. Lampu lalu lintas tidak berfungsi. Pengendara mencari celah sendiri untuk bergerak. Untung hari Minggu ketika suasana jalan agak sepi.

MRT kabarnya mogok di tengah jalan.

Mau manggil orang untuk bantuin dorong, ternyata gak ada yang mau. “Hayati lelah, bang,” begitu alasannya.

Belum lagi orang-orang yang HP-nya belum dicharge, jadi kalang kabut. Sinyal komunikasi drop. SPBU tutup. ATM tidak berfungsi. Teman saya Abu Kumkum, gak bisa menarik uang kas. Dia misuh-misuh.

“Beginilah kalau hidup mengandalkan teknologi. Jadi serba susah,” keluhnya.

Pas malamnya listrik menyala lagi, ternyata dia juga tidak bisa mengambil uang di ATM. “Ternyata saldonya kurang, mas…”

(Ah, nyesel gue ceritain di sini…)

Suasana kemarin menggambarkan ternyata listrik begitu penting untuk kehidupan. Ketika listrik ngadat, itu tadi, dunia seperti setengah kiamat. Entah berapa kerugian yang diderita masyarakat ketika kemarin tidak bisa beraktifitas nornal.

Orang-orang numplek ke mall. Padahal di Mall juga AC-nya mati. Gerah. Kasian yang lupa bawa kipas, terpaksa pura-pura berdiri di belakang orang yang lagi kipasan. Lumayan, masih kebagian sedikit anginnya.

Di mall mereka sekadar mau cari makan atau cari colokan buat cas HP. Biasanya memang mall punya genset untuk mengganti aliran PLN.

Begitu pentingnya listrik bagi kehidupan modern, mestinya celah untuk mati total harus nol. Apalagi tanpa ada bencana. Maksudnya begini, jika kita tahu listrik begitu pentingnya, sebagai perusahaan yang memonopoli layanan listrik, PLN mestinya punya back-up agar kondisi black-out tidak terjadi.

Kita heran apakah PLN tidak mengidentifikasi sebelumnya potensi masalah pada perangkatnya. Ok, yang namanya perangkat pasti tidak semuanya normal. Justru karena itu, dibutuhkan plan B, C, D, sampai Z apabila terjadi sesuatu. Mestinya PLN punya antisipasi cepat seperti ini.

Menurut UU PLN wajib membayar kerugian konsumen berupa pemotongan 30% tagihan. Kita senang karena PLN komit dengan ketentuan itu.

Tapi, sekali lagi, petinggi perusahaan setrum itu harus menyadari tidak boleh lagi ada kejadian seperti ini. Semua potensi masalah perlu disiapkan planing antisipasinya. Agar layanan kepada publik tidak terganggu.

Apalagi masalahnya melanda Jakarta. Ibukota Republik Indonesia. Gubernurnya Anies Baswedan. Gak bisa kalau gelap-gelapan. Sudah gelap kondisi politiknya. Masa gelap juga suasananya?

Au, ah, gelap…

“Aku sudah kasih tahu sama orang-orang. Khususnya para perempuan. Kalau mati listrik begini jangan pakai baju hitam keruruban. Apalagi sampai nutup mukanya. Serem, taoo…”

Caelah, Kumkum malah mikirin setan.

Ketika malam tiba, listrik belum juga nyala. Terpaksa aku nyalakan lilin.

“Mas, kalau mau jalan. Udah jalan aja. Biar saya di sini jagain lilin…”

Diamput!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.