Kolom Eko Kuntadhi: JANGAN IMPOR KONFLIK ROHINGYA KE SINI!

Hari ini, di beranda saya banyak berseliweran orang yang menuliskan status soal warga Rohingya, Myanmar. Sebagai ungkapan kemanusiaan tentu saja saya apresiasi. Di manapun tempatnya, kejahatan terhadap kemanusiaan wajib kita lawan. Kita juga wajib membela korban.

Hanya saja ada banyak orang salah fokus ketika mereka menganggap tragedi Rohingya adalah penindasan pada warga muslim oleh penganut Budha. Yang salah fokus tentu saja orang yang biasanya malas membaca. Biasanya diiringi dengan mabuk agama. Mereka lebih dulu ngotot dan gila jihad ketimbang mendalami persoalan.

Tapi saya rasa, ada juga kelompok yang sengaja memelesetkan lensanya agar isu yang terbangun bahwa tragedi Rohingya adalah konflik agama. Lalu berusaha mengimpor kebencian itu ke sini dengan berteriak-teriak memusuhi pemeluk Budha di Indonesia.




Saya melihat kasus Rohingya adalah kasus lokal dengan segala latar belakangnya. Jika ada yang mengatakan umat Budha menindas umat Islam adalah generalisasi yang ngaco. Yang ada adalah sebagian warga Myanmar menindas warga Myanmar lainnya di Rohingya. Gak perlu bawa-bawa agama.

Pertanyaannya, kenapa penindasan itu terjadi? Kenapa pemerintah Myanmar seolah mendiamkan atau bahkan mendukung penindasan dan pengusiran itu? Kita bisa melacak dari berbagai dimensi. Dari dimensi ekonomi, misalnya, ditenggarai wilayah yang didiami warga Rohingya itu kaya dengan sumber daya alam khususnya gas dan minyak bumi.

Etnis Rohingya berdiam di wilayah Rakhine dan Arakan. Nah, di sekitar semenanjung Rakhine dilaporkan memiliki kekayaan 7 ribu triliun kaki kubik gas dan cadangan 1,4 milyar barel minyak bumi. Sedangkan di daratan Arakan memiliki kekayaan mencapai 1700 triliun kaki kubik gas dan 1,6 milyar barel minyak bumi. Tentu saja ini kekayaan yang bikin ngiler perusahaan minyak dunia.

Ada banyak perusahaan minyak raksasa yang kini mulai menancapkan kukunya di sana. Sebut saja Daewoo (Korea), Petronas (Malaysia), Shell (Belanda), Total (Perancis), Chevron (AS), CNC (China), ONGC (India), Woodside Petroleum (Australia), BuneiEnergy (Brunei), PTTEP (Thailand), MOECO (Jepang), Ophir Energy (Inggris) dan juga perusahaan lokal Myanmar seperti Royal Marine Enginering, Paramy Energy atau Myanmar Petroleum Resources. Perusahaan-perusahaan berebut menguras kekayaan dari lahan yang didiami warga Rohingya.

Seperti biasa. Agar mudah mengeksplorasi perut bumi warga yang tinggal di atas hamparan kekayaan alam itu harus diusir dulu dari tanahnya. Hal yang sama terjadi di banyak belahan bumi lain, negeri-negeri yang kaya sumber daya alam memang sering terkena kutukan konflik. Banyak konflik di Timur Tengah juga ditenggarai karena perebutan sumber-sumber minyak.

Untuk menyuburkan keberingasan digunakanlah agama dan ras sebagai bahan bakar konfliknya. Semangat itulah yang dibakar oleh korporasi besar dan didukung elit pemerintahan Myanmar untuk membersihkan Rakhine dan Arakan. Sebetulnya bukan karena faktor agama, tapi ujung-ujungnya karena faktor minyak dan gas. Ujung-ujungnya duit!

Bukan hanya warga Budha yang dikompori. Warga muslim Rohingya juga sebelumnya dikompori agar berkonflik. Ada kelompok garis keras mendirikan The Arakan Salvation Army (ARSA) yang dimpimpin oleh Ata Ulla. Menurut beberapa pengamat gerakan ini disokong Saudi Arabia dengan pasokan senjata dari Taliban.

Jadi selain banyak negara di atas yang hadir di Myanmar dengan korporasi minyaknya ada raksasa lain yang berusaha cari pengaruh di sana. Saudi memang selalu begitu. Mereka sering menunggangi agama untuk merampok kekayaan alam sebuah bangsa. Caranya dengan membiayai orang-orang bodoh untuk berbuat kerusakan di negerinya sendiri. Kasus Suriah dan Yaman adalah salah satu contohnya.




Yang menderita adalah warga Rohingya. Mereka hidup di atas bumi kaya minyak justru nasibnya seperti terkena kutukan. Seluruh dunia datang dengan kelicikannya untuk menjarah sumberdaya alam di sana.

Tapi yang paling menyebalkan adalah orang Indonesia yang ikut menyebarkan kebencian agama dengan menunggangi kasus Rohingya. Mereka seolah ingin terlihat keren membela saudaranya sesama muslim, tapi malah menghardik umat Budha di sini. Kedunguan mereka karena berusaha mengimpor konflik di Myanmar masuk ke Indonesia.

Sekali lagi, di Myanmar yang terjadi adalah kejahatan terhadap kemanusiaan untuk tujuan ekonomi. Bukan masalah agama!

Kewajiban kita adalah menentang seluruh kejahatan pada kemanusiaan. Kita wajib berpihak pada korban. Kita berdiri bersama warga Rohingya yang menderita akibat tangan-tangan jahat korporasi, negara, militer dan sebagain rakyat Myanmar lainnya. Sebagaimana juga kita berdiri bersama rakyat Yaman yang menderita akibat penjajahan Saudi Arabia.













Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.