Kolom Eko Kuntadhi: KEPADA BAPAK YANG MENGERTI BAHASA SEMUT

Dear Mr…

Apa kabarnya Bobby The Cat? Semoga dia baik-baik saja. Belakangan ini cuaca kurang bersahabat, pak. Kami khawatir Bobby kena pilek. Jangan lupa dikasih Imboos atau Stinumo. Biar tubuhnya kuat, kayak anak Indonesia lainnya.

Memang Pak, kalau kita lagi galau, ngobrol dengan kucing kadang-kadang bisa menghilangkan stress.

Kucing mengerti semua bahasa. Diajak ngonmong Sunda, dia jawab. “Meoonggg.” Diajak bicara British, dia akan jawab. “Meoong…” Diajak ngaji, jawabnya juga sama –Meeongg. Berbeda dengan manusia, Pak. Jawabnya beda-beda.

Kemarin tim BPN membisiki Bapak menang Pilpres 52% kan? Terus berubah lagi jadi 55%. Berubah lagi jadi 62% lalu 80%. Coba deh, pak tanyain, angka itu dari mana? Pasti mereka bingung. Wong menghitungnya sambil pindah-pindah.

Emangnya tempat penghitungan BPN kayak warung kaki lima, ya pak? Sering dikejar-kejar Trantib. Pindah sana. Pindah sini. Biar aman, kata Fadli. Saya kok, membayangkan tim penghitungan BPN kayak pakai gerobak. Semua alat diangkut biar gampang pindahnya. Ada speaker juga. Ada gendang. Ada gitar listrik. Itu mau ngitung suara apa mau ngamen?

Tapi Pak, ada yang serius mau kami sampaikan. Iya, kami tahu Bapak bisa ngobrol dengan semut dan nyamuk. Kata asisten Bapak sih, begitu. Kami cuma mau tahu, nyamuk kalau bilang ‘i love you’ itu gimana sih, Pak Mulutnya ikut monyong gak?

Semut kalau lagi debat Capres, yang diomongin apa aja? Sama gak kayak debat di dunia manusia. Ada yang joget. Ada yang ngomel. Ada yang pijit-pijitan. Istilahnya injit-injit semut, siapa sakit naik di atas.

Kami juga nau tahu, nyamuk cewek kalau ditembak sama cowoknya, mukanya semu-semu merah juga gak? Kalau mereka putus, masih suka kangen sama mantannya gak? Terus bikin status alay di FB atau Instagram.

Kami sungguh gak tahu, Pak. Itulah kelemahan kami. Beda sama Bapak. Nyamuk lagi ngobrol, bukannya ditepok, malah ikutan nimbrung. Ngobrol rame-rame. “Darah siapa, nih yang kita incer.”

“Darah Ratna aja…”

“Gak ah, darahnya pahit.”

“Lu pernah ngisep?”

“Pernah. Abis ngisep, gue dua hari tepar. Untung gak mati keracunan.”

Kalau dari info asisten bapak, kayaknya Bapak gak pernah tepok nyamuk, deh? Iya sih. Tepok nyamuk harus dengan dua tangan. Kalau bertepuk sebelah tangan, namanya nabok. Bukan nepok. Bapak sering ya, bertepuk sebelah tangan?

https://www.youtube.com/watch?v=rBbmh3ATZic

Berarti bapak gak bisa dong, nyanyi pok ame, ame. Padahal enak lho pak. Siang makan nasi, kalau malam minum susu. Sehat, pak. Eh, iya. Bapak tahu siapa yang mencipta lagu itu? Belalang apa Kupu-kuou? Saya kok, gak tahu.

Pak, waktu Bapak sujud syukur, nyamuk dan semut teman-teman bapak itu ikut sujud syukur juga? Mereka pake kopiah juga? Ahh, kayaknya mereka pakai sarung Waldimor ya? Keren dong. Kayak santri NU.

“Mas, lu lama-lama kok jadi singit, sih?,” Abu Kumkum membuyarkan lamunanku. “Ketimbang bengong, sini gabung sama aku.”

“Ngapain Kum?”

“Ngobrol bareng sama kecoak,mas. Asyik mas, dia lagi cerita. Kemarin dia masuk ke kamar mandi mahasiswi yang kos di depan kompleks, tuh.”

Ehh, busyetttt….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.