Kolom Eko Kuntadhi: LELAKI SEMUA SAMA SAJA!

Eko Kuntadhi 4Ah, akhirnya masa kerangkeng usai. Saya bisa nulis status lagi di sini. Saya merayakannya bersama Abu Kumkum dan Bambang Kusnadi. Malam Minggu, kami nongkrong di sebuah kafe. Saya memesan Capucino dingin. Kumkum memilih Coffee Latte. Sedangkan Bambang Kusnadi memilih lontong sayur. Tapi ditolak pelayan.

“Gak Ada lontong sayur, mas.”

“Ohh, nasi goreng Ada?”

“Adanya croissant.”

“Ohh, ok. Saya pesan limun aja.”

“Apaan tuh?”

“Capucino aja mbak. Yang dingin,” potong saya.

Maksudnya biar cepat selesai. Membiarkan Bambang memilih sendiri pesanannya sama saja menyerahkan kursi Presiden kepada Prabowo. Resikonya terlalu tinggi.

“Tumben mas, ngajak kita ke kafe. Baru dapat warisan, ya?” Kumkum bicara ke saya. Bambang ketawa.

Busyet, deh. Dua kurcaci ini, kalau ngeledek dalam banget. Kalau baru ngopi-ngopi sih masih sanggup, Kum. Asal jangan nambah croissant.

Ketika kami lagi asyik ngobrol, tetiba seorang cewek cantik datang. Kebetulan ada satu kursi kosong di meja kami.

“Boleh gabung?” katanya. Sebelum kami menjawab dia sudah duduk.

coffee morning

Saya sempat perhatikan wajahnya. Hidungnya bangir. Menggunakan kaos merah jambon, bertuliskan ‘I Hate You’ di dadanya. Di lehernya ada syal bermotif Sumba kayaknya, warna bata. Ia mengekuarkan sebungkus rokok dari tasnya. Lalu dihisap dalam-dalam seperti hendak melepaskan sesuatu di dadanya.

“Lelaki semua sama saja,” tiba-tiba ia bicara. Seperti minta persetujuan atas statemennya. Kami bingung mau jawab apa. Wong kami semua lelaki.

“Kucing gak bisa lihat ikan asin nganggur. Langsung disosor,” cerocosnya lagi. Kami masih diam dan bingung.

“Kalian kan, lelaki. Sesekali ikutkah merasakan perasaan perempuan. Jangan egois. Lihat pengorbanan perempuan buat kalian. Dulu ke mana aja. Sekarang ketika ketemu perempuan lain, kalian bisa-bisanya ninggalin orang seenaknya. Di mana perasaan kalian?”

Saya diam saja. Gak tahu harus ngomong apa. Kumkum juga bengong. Sedangkan Bambang Kusnadi saya perhatikan asyik menikmati wajah perempuan itu. Iya, harus diakui dia manis. Bibirnya dipoles warna yang sama dengan kaosnya. Ketika bicara giginya yang tertata rapi terlihat menarik.

Lelaki mana yang sudah membuat perempuan secantik ini ngomel-ngomel, pikirku dalam hati.

“Jika saja dunia ini gak ada lelaki mungkin lebih baik. Gak ada perempuan ya gak akan tersakiti hatinya,” dia mulai bicara lagi.

“Coba kamu bayangin. Dia janji hari ini mau menjemput aku, nyatanya sampai sekarang belum datang juga. Mungkin dia lagi jalan sama cewek teman kantornya….”

coffee shop

“Kemarin juga begitu. Janjinya pulang mau jemput. Eh, tiba-tiba dia telepon. Katanya ada temannya cewek yang sakit. Dia harus antar pulang. ‘kasian dia, gak ada yang antar’, katanya. Coba mas, bayangin, nyebelin gak, tuh. Emangnya ada hubungannya apa sih dia sama teman kantornya itu. Kok bisa-bisanya janjian sama aku dibatalin. Kan, namanya cowok ngaco. Cowok emang semua sama saja…”

Terus terang saya memang gak sempat nafas mendengar ocehannya yang gak putus-putus. Nyerocos terus menumpahkan segala uneg-unegnya. Bersumpah serapah tentang lelaki.

Hampir 40 menit dia ngomong. Kami bertiga cuma mendengarkan. Gak berani kasih tanggapan. Seingatku ini adalah rokok ke empat yang disulutnya.

Tetiba dari arah pintu masuk seorang cowok. Saya melihat mata perempuan itu berbinar. Si cowok menghampiri kami. Dia langsung mendekati perempuan ngambek itu, lantas mendaratkan ciuman di bibirnya.

“Kamu sudah lama, ya. Maaf tadi urusanku baru selesai.”

“Iya, kamu kok lama banget, sih?” tetiba suara perempuan itu berubah.

coffee 7

Tadi saya mendengar suara orang yang marah, menumpahkan kekecewaan. Seperti dunia mau runtuh. Sekarang suara itu berubah lembut. Tadi saya lihat wajahnya penuh kekecewaan. Sekarang matanya berbinar.

“Yuk,” kata perempuan itu.

Dia bangkit. Tangannya menggandeng mesra pasangannya. Kami bertiga hanya melongo. Memperhatikan pasangan bahagia itu berlalu.

Sesaat kemudian perempuan tersebut balik lagi. “Mas tadi aku pesen es Capucino satu sama sandwich . Nanti bill-nya bisa sekalian ya, mas. Saya buru-buru. Makasih, lho. Udah mau direpotin,” katanya.

Lalu dia buru-buru menggandeng cowoknya lagi. Berjalan entah ke mana.

“Lumayan, mas. Malam Minggu. Setidaknya kita ditemeni cewek. Meskipun cuma sebentar,” ledek Abu Kumkum.

Assuuu…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.