Kolom Eko Kuntadhi: MUNGKIN SANDI PERLU ASUPAN OMEGA 3

Sebagai pecinta senja, gak ada yang lebih gembira bila punya kesempatan menikmati matahari rebah di ujung laut. Maka ketika ada kesempatan ke Bali, besok, saya pasti menyempatkan diri duduk di pasir Legian atau Seminyak — cari yang agak sepi. Di Bali beberapa hari ke depan akan digelar acara besar Our Ocean Conference.

Ini adalah konferensi internasional ke 5 dan Indonesia adalah negara pertama di Asia yang berkesempatan jadi tuan rumah.

Ada 120 negara yang bakal hadir plus 8 pimpinan negara lain. Keren, kan? Kemarin kita baru saja sukses menggelar pertemuan IMF-WB meeting. Sekarang dipercaya bikin OOC 2018.




Saya gak usah membahas bagaimana dunia internasional percaya sama kita untuk menjadi tuan rumah hajatan skala besar. Sejak Asian Games 2018, Asian Para Games 2018, sampai pertemuan IMF-WB menunjukan kesuksesan negeri ini memang menjadi magnet dunia. Orang mau tahu bagaimana indahnya Indonesia. Dan, yang lebih penting bagaimana sebuah pemerintahan dikelola sehingga melahirkan hasil yang keren.

Soal ekonomi, dunia memuji Indonesia. Kita tetap sukses menjaga pertumbuhan di atas 5%, inflasi rendah sekitar 3%, fiskal terjaga dan kesenjangan makin merapat. Orang miskin juga turun. Sekarang jumlahnya gak sampai 10%.

Kini kebijakan soal laut kita juga mau dicontoh dunia. Langkah konkrit Kementerian Kelautan menjaga laut kita diberi tepuk tangan dunia. Selama Pemerintahan Jokowi, sudah ada 488 kapal asing ditenggelamkan. Mereka mencuri ikan di perairan kita.

Kenapa cuma kapal asing? Ya, jelas, dong. Orang asing yang mengambil barang di rumah kita itu namanya mencuri. Kalau nelayan kita sendiri, sok mau ngambil sebanyak apa juga. Silakan. Wong, ini laut kita, kok.

Tapi, ada tapinya. Kita semua gak pernah menebar bibit ikan di laut. Gak pernah memelihara ikan-ikan di laut itu. Kalau menangkapnya keterlaluan sampai anak-anak ikan dan habitatnya hancur, maka tidak akan ada lagi ikan tersisa buat anak-cucu kita.

Jadi, begini. Silakan tangkap. Tapi tangkap saja yang layak ditangkap. Jangan merusak. Jangan menangkap ikan yang punya potensi tumbuh lebih besar. Apalagi merusak habitat dan terumbu karang. Artinya, menangkap silakan, yang juga penting diperhatikan keberlanjutan.




Itulah makanya pemerintah melarang menggunakan alat tangkap centrang. Alat tangkap jenis ini beresiko merusak habitat laut. Dia disesapkan ke dasar laut, lalu ditarik. Lebarnya sahohah. Segala biota laut akan rusak.

Memang sekali tarik hasilnya banyak. Tapi akibatnya menghancurkan potensi ikan kita di masa depan. Itu namanya merusak rezeki anak-cucu sendiri.

Ada sebagian nelayan kita protes. Masalahnya, pemerintah memang membuat aturan melarang kapal asing menangkap ikan di laut kita. Iyalah. Masa orang asing mengambil buah di kebun kita dibiarkan begitu saja? Masa mau dibelain sama pemerintah, malah protes?

Atau karena dulu terbiasa membantu pencuri ikan?

Ke dua, pemerintah serius untuk mendata besaran kapal dan alat tangkap. Kalau kapalnya besar, ngaku aja besarnya berapa. Gak perlu kucing-kucingan. Toh, Tuhan gak minta bayaran atas ikan di laut yang hidup dari rezeki-Nya. Tapi pemerintah butuh pajak, kan. Duitnya buat rakyat juga.

Misalnya, Kementerian KKP sekarang sedang gencar memberikan bantuan cold storage buat para nelayan. Iya, nelayan besar mungkin sudah punya pendingin. Bagaimana dengan nelayan kecil? Dengan fasilitas dari pemerintah itu ketersediaan ikan di pasar akan lebih terjaga. Harga ikan juga lebih murah karena stoknya banyak. Dan, konsumsi ikan di masyarakat kita meningkat.

Selain itu, menjaga terumbu karang sama saja menjaga ikan-ikan di laut kita tetap stay di Indonesia. Soalnya ikan gak punya kewarganegaraan. Dia bisa pindah dari laut Indonesia ke Laut China, misalnya. Gak perlu pakai paspor.




Lha, kalau terumbu karang kita rusak. Habitat laut kita rusak. Ikan di laut kita akan migrasi ke negara lain. Laut kita akan kosong. Lalu nelayan gak bisa menangkap ikan lagi. Kalaupun mau menangkap harus masuk ke wilayah negara lain. Lalu ditangkap karena memasuki wilayah tanpa izin. Juga mencuri ikan. Yang susah siapa?

Nelayan yang memprotes kebijakan penggunaan centrang memang hanya mau berfikir untuk dirinya saja. Gak mau mikir bagaimana anak cucunya nanti bisa hidup dari hasil laut.

Nah, dengan kebijakan yang tepat, kini hasil laut kita nomor satu di ASEAN. Stok ikan yang ada juga melimpah. Konsumsi ikan meningkat meski belum maksimal. Padahal ikan mengandung omega yang bisa menambah kecerdasan lho.

Tapi, Sandiaga juga protes. Katanya mau mempermudah ijin centrang kalau nanti terpilih.

“Mungkin dia kurang makan ikan. Kekurangan zat Omega 3,” ujar Abu Kumkum.

Saya cuma nyengir. Saya lagi menghayal menatap senja jingga di langit Jimbaran. Menikmati laut, awan yang kemerahan, dan ikan bakar.

Sambil menguliti senyummu.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.