Kolom Eko Kuntadhi: ORGANISASI GEROMBOLAN

Dulu, sebelum kedatangan virus pekok, Indonesia tidak ragu memberantas DI/ TII. Bendera gerombolan yang suka merampok rakyat di Tanah Periangan ini juga mirip dengan bendera HTI. Mengunakan kalimat syahadat. Tapi kelakuannya juga mirip.

Mereka menteror rakyat dengan kalimat takbir dan merasa sebagai mujahid yang minta dilayani. Hasil panen dirampas. Binatang ternak diambil. Tujuannya mendirikan negara Indonesia berdasarkan khilafah.

Akhirnya Kartosuwirjo dieksekusi setelah pengadilan menjatuhkan hukuman mati. Sebelumnya, Kartosuwirjo adalah seorang komandan laskar yang melawan penjajah Belanda. Meski memberontak, jasanya besar juga terhadap Republik.




Salah satu pentolan DI/ TII daerah Banyumas adalah Danu Muhamad. Dia adalah bapak Hilmi Aminuddin, mantan Ketua Dewan Syuro PKS. Saya gak tahu nasib ayahnya Hilmi itu. Tapi yang pasti pemerintah tanpa ragu memberangus gerakan DI/ TII. Menghukum mati pentolannya.

Sebagai sebuah gerakan makar DI/ TII berhasil dilumpuhkan. Indonesia diselamatkan dari virus perusak sejak awal kemerdekaan. Sebesar apapun jasanya pada Republik, jika kemudian menagih terlalu banyak bahkan mau menguasai negeri ini hanya dengan satu ideologi, pantas dihantam. Pantas dimusnahkan.

Apalagi jika yang mau merusak Indonesia, boro-boro pernah punya jasa terhadap Republik ini. Misalnya FPI lahir berbarengan dengan peristiwa 1998. Awalnya sebagai laskar pam swakarsa. Sejak awal kelahirannya memang sudah sarat dengan orientasi politik yang menggunakan bungkus agama.

Tuntutan yang selalu dikedepankan FPI adalah NKRI bersyariah. Sebuah tuntutan yang paradox. Bagaimana menerapkan hukum satu agama di wilayah NKRI yang plural? NKRI Bersyariah sama saja seperti penjajahan satu agama kepada pemeluk agama lainnya. Sama saja niat menghancurkan NKRI.




Soal syariah-syariahan, coba saja FPI menyibukan diri di Aceh. Di sana mungkin model pemerintahan syariah sudah dekat dengan apa yang dimaksud FPI. Kalau memang mau serius menunjukan NKRI bersyariah lebih baik, mestinya Provinsi bersyariah juga punya kesejahteraan lebih baik dari wilayah lain.

Apa hasilnya? Dari Aceh kita hanya mendengar hukum perempuan gak boleh ngopi bareng lelaki yang bukan muhrim. Perempuan gak boleh naik motor nyemplak. Atau hukum cambuk di depan publik. Kalau soal korupsi, gak ada urusan sama syariah. Kalau soal amanah jabatan gak ada kaitannya dengan syariah. Begitulah yang kita dapati di Aceh.

Jadi, tuntutan NKRI bersyariah akhirnya lebih pada mengajak Indonesia kembali terpuruk dengan hukum penuh tipu daya berbungkus agama. Apa yang disuarakan FPI, gak banget, deh.

Sedangkan HTI masuk di awal 90-an. Bermula berkembang di kampus-kampus seperti IPB, lalu menyebar ke wilayah lain. Untuk mahasiswa organisasi ini membuat organisasi yang namanya Gema Pembebasan.

Mereka menggarap publik dengan jargon pendirian Khilafah. Yang ini lebih sadis. Khilafah yang digaungkan Hizbut Tahrir adalah khilafah dunia. Artinya, jika Indonesia menerima konsep itu, wilayah kita harus tinduk patuh pada sebuah kekuasaan di luar Indonesia yang disebut khilafah.




Dulu Belanda menjadikan negeri ini harus tunduk pada pemerintahan kerajaan Belanda. Penjajahan 350 tahun dan rakyat sengsara. Kini, Indonesia dipaksa tunduk kepada khilafah yang berada entah di mana. Apa gak konyol? Menurut saya, kekonyolannya sudah sampai Level 9. Kekonyolan tingkat akut.

Jadi, yang sekarang bikin ribet adalah organisasi konyol yang gak punya saham pada Kemerdekaan RI. Gak punya saham pada kemajuan Indonesia. DI/ TII saja yang pernah berjuang mengusir Belanda berani dibubarkan dan pemimpinnya dieksekusi. Masa kita harus mundur dengan organisasi yang boro-boro punya jasa pada Republik.

DI/TII juga menggunakan bendera bertuliskan kalimat tauhid. Mirip bendera HTI. Dan kita meyakini dengan sepenuh hati, DI/TII harus diberangus sampai ke akarnya. Begitupun HTI.

“Anak cucuk PKI dulu diberangus. Dicap sebagai pemberontak. Sekarang anak cucu pemberontak malah ngebet berkuasa,” ujar Abu Kumkum.

“Siapa, Kum?”

“Ada anaknya tokoh DI/ TII. Ada juga anaknya tokoh PRRI Permesta. Yang anak pentolan DI/TII sudah lengser dari Ketua Dewan Syuro PKS. Nah, anaknya pemberontak PRRI/ Permesta yang masih ngotot mau jadi Presiden.”




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.