Kolom Eko Kuntadhi: REUNI 212

Desember tahun lalu, ada serombongan orang datang ke Monas. Mereka merasa mewakili emosi agamanya. Orang-orang polos yang mencintai agamanya itu percaya, Ahok menista agama. Meskipun berkali-kali diterangkan dan Ahok minta maaf, tapi mereka terus ngotot.

Tuntutannya agar Ahok dihukum. Mereka memaksa Ahok dipenjara. Sudah. Tuntutannya terpenuhi. Ahok dipenjara. Dia menerima dengan ikhlas. Dihadapi semua itu secara jantan.

Orang-orang yang berkumpul itu lega, merayakan kemenangan. Merasa sudah menjadi mujahid membela agamanya. Saya menuding demonstrasi 212 bukan membela agama, tapi hanya gerakan politik yang menunggangi agama. Tapi mereka marah.




“Ini gak ada sangkut pautnya dengan politik. Itu soal akidah,” kata mereka.

Ok, jika itu alasan mereka. Ahok sudah dipenjara. Tuntutan sudah dipenuhi. Mestinya selesai.

Tapi hari ini sebagian mereka berkumpul lagi. Entah untuk apa. Padahal alasan mereka berkumpul pada 2 Desember tahun lalu sudah terlaksana. Tuntutan mereka sudah terpenuhi. Lantas untuk apalagi reuni itu?

Apakah mereka benar-benar sedang memperjuangkan agama seperti alasan mereka berkumpul dulu? Atau sebetulnya, sebagian besar orang yang berkumpul tahun lalu telah ditipu mentah-mentah? Mereka digiring seperti domba, dicekoki dalil agama. Padahal sesungguhnya mereka dipakai hanya untuk meraih kekuasaan politik. Tidak lebih.

Buktinya sekarang orang-orang digiring lagi ke monas. Untuk apa? Membela agama? Membela dari apa, wong gak ada apa-apa sekarang.

Ini soal politik. Dulu targetnya Ahok. Berhasil dilengserkan. Hasilnya, bisa dinikmati sekarang oleh warga Jakarta. RAPBD menghibahkan Rp 40 miliar untuk organisasi PAUD, yang alamatnya saja gak jelas. Subsidi sembako dipotong. KJP akan dikurangi. Pembangunan MRT susah untuk dilanjutkan karena dananya distop. Gubernur memiliki tim sebanyak 74 orang yang menghabiskan anggaran Rp 28 miliar setahun.

Lantas rakyat dapat apa?

Tanyakan kepada para penggagas reuni 212 itu, maka jawabannya begini : rakyat mendapatkan Gubernur seagama.

“Kami tidak menjanjikan Gubernur yang cakap. Tidak menjanjikan Gubernur yang sigap dan bekerja. Tidak mejanjikan Gubernur yang amanah. Yang kami janjikan adalah Guernur yang segama. Cukup. Jangan minta yang macam-macam.”

Lho, itu sudah berhasil, kan? Kini untuk apa reuni 212 itu dibuat?

“Sekarang targetnya adalah Presiden Jokowi.”

“Lho, Pak Jokowi kan muslim?”

“Iya, tapi Jokowi seperti Ahok. Dana APBN semuanya diarahkan untuk rakyat. Untuk membangun infrastruktur. Membangun jalan, listrik, bandara, pelabuhan, tol, kereta api. Lalu buat kita mana? Karena itulah kita membuat reuni 212.”

“Jadi bukan untuk membela agama?”

“Pokoknya, rumusan kita begini, siapa saja pemimpin yang bekerja untuk rakyat akan kita jadikan musuh agama. Seperti Ahok. Seperti Jokowi.”








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.