Kolom Eko Kuntadhi: SEMOGA SAYA TIDAK HARUS MENULIS LAGI

Saya butuh 3 hari untuk menuntaskan tulisan bejudul ‘Saat Zoya Dipanggang Sampai Mati’ yang berkisah soal Pak Zoya, lelaki yang dituduh pencuri lalu dihakimi ramai-ramai dan mati dibakar massa.

Ketika pertama kali membaca beritanya juga melihat foto-foto penderitaanya berseliweran di dinding FB, tiba-tiba saya diterkam rasa gelisah yang luar biasa. Bathin saya makin terguncang ketika membaca potongan beritanya.

Malam hari saya mencoba menuliskannya. Baru beberapa paragraf saya menulis, entah kenapa saya menangis tersedu-sedu. Menangis sendirian seperti anak kecil. Air mata saya banjir dan tidak bisa meneruskan menulis. Tulisan belum selesai itu saya simpan pada dinding FB dengan setting hanya bisa saya baca sendiri.

Akhirnya, saya putuskan menulis soal lain dulu. Kebetulan waktu itu saya diundang Pak Jonan ke rumahnya. Saya menurunkan tulisan itu di FB. Sedangkan soal Zoya saya biarkan mengendap begitu saja.

Keesokan harinya saya ke Surabaya untuk menghadiri bedah buku saya dan acara Dialog Kebangsaan. Saya mencoba membuka tulisan soal Zoya lagi. Kali ini, saya tidak ingin bersedih-sedih. Saya memilih pendekatan yang lebih satir. Itu menjadi bagian ke dua dari tukisan yang saya posting kemarin.

Tapi tetap saja dengan mendekatan itupun saya kembali menangis. Saya hanya sanggup menuliskan beberapa paragraf dan terpaksa saya simpan lagi. Saya tidak tahu menangis untuk apa. Apakah bayangan penderitaan Zoya telah mengoyak bathin saya? Iya.

Tapi saya yakin, saya juga menangis mengingat wajah anak 5 tahun yang bapaknya mati mengenaskan itu. Saya juga membayangkan perempuan hamil 6 bulan yang tiba-tiba kehilangan suaminya. Mungkin juga saya menangis untuk sekekompok orang yang kehilangan wajah manusianya. Sekumpulan massa yang beringas menghabisi Zoya.

Keesokan hari, menjelang subuh, saya baru bisa menyelesaikan tulisan itu lalu mempostingnya.

Sebetulnya kondisi serupa pernah saya alami saat tahun lalu saya menuliskan artikel kecil tentang anak bernama Yuyun yang mati diperkosa ramai-ramai di Rejang Lebong, Bengkulu. Atau tulisan soal Angeline gadis kecil di Bali yang dibunuh lantas dikuburkan di bawah kandang ayam.

Atau seorang putri 5 tahun korban bom gereja di Kalimantan. Setelah menderita luka bakar di sekujur tubuhnya mahluk mungil itu akhirnya meninggal.

Saya berharap tidak pernah menuliskan kisah-kisah seperti itu lagi di dinding FB saya. Saya berharap tidak ada lagi berita sejenis yang menteror bathin kita untuk saya tuliskan. Karena sungguh, prosesnya amat sangat menyakitkan.

Semoga…

VIDEO: Clip ini ini dipersembahkan oleh redaksi untuk mengenang Zoya, seorang bapa yang meninggalkan keluarga untuk selamanya dengan sangat tragis.











Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.