Kolom Eko Kuntadhi: SUMBER WARAS MAKIN TIDAK WARAS

Sandiaga Uno mau membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras, padahal lahan itu direncanakan untuk dibangun rumah sakit kanker dan otak buat rakyat miskin. Selain rumah sakit, direncanakan juga dibangun semacam apartemen.

Buat apa apartemen itu?

Untuk disewa keluarga jika pasien berasal dari jauh. Selain itu, juga untuk ditempati pasien yang tingkat harapan hidupnya sudah minim. Jika kedokteran sudah angkat tangan terhadap penyakit pasien, maka pasien bisa tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Tetap dengan suster dan perawat yang mengurusnya.







Saya ingat, Ahok pernah berujar: “Kita akan mengurus pasien yang sudah dinyatakan kecil harapan hidupnya, tapi keluarganya tidak mampu mengurusnya. Agar pasien itu meninggal dalam suasana yang terhormat. Meninggal secara bermartabat.”

Tapi, lahan itu sendiri pernah jadi polemik. Mulanya lahan tersebut ingin dibeli pengembang untuk dibangun Mall. Tapi Pemda DKI tidak bisa lagi mengeluarkan ijin pusat perbelanjaan. Akhirnya transaksi itu batal. Harga waktu itu berpatokan pada NJOP.

Pada saat bersamaan ada kebijakan peningkatan NJOP seluruh aset bangunan dan tanah di Jakarta. Ini untuk membuat nilai aset makin mendekati nilai real. Pendapatan pajak juga meningkat karena basis perhitungan nilainya meningkat.

Dengan sendirinya nilai lahan RS Sumber Waras otomatis meningkat. Kebetulan Pemda DKi sedang mencari lahan untuk pembangunan RS Kanker dan Otak. Berdasarkan perhitungan apraisal independen, ditentukan harga lahan itu. Akhrnya Pemda membeli lahan itu dengan tidak lebih besar dari NJOP yang baru.

Tapi BPK membuat pemeriksaan. Dalam laporan audit mereka merujuk bahwa transaksi lahan itu melebihi penawaran sebelumnya. Ya, jelas beda, wong NJOP-nya beda. Nah, perbedaan nilai itulah yang dianggap transaksi yang merugikan negara.

Padahal nilai real lahan itu memang sudah meningkat. Secara akuntansi tidak ada kerugian negara sebab nilai real lahan itu sekarang malah jauh lebih tinggi dibanding Pemda DKI. KPK sudah dengan tegas menyatakan transaksi tersebut sama sekali tidak merugikan negara. Artinya tidak ada masalah hukum di sana.

Kini kepala BPK Jakarta yang dulu ngotot transaksi lahan Sumber Waras bermasalah, sudah ditangkap KPK. Dia terkena OTT sedang menerima suap. Penangkapan itu memang tidak ada hubungannya dengan audit Sumber Waras. Namun setidaknya kita tahu, di tangan auditor yang seperti apa laporan itu dibuat.

Sejak lama FPI menggelar protes dengan mengangkat masalah ini. Mereka menuntut Ahok ditangkap. Tuntutan itu sendiri lebih terkesan didasarkan kebencian daripada pemenggakan. Wong, penegak hukumnya sudah ngomong gak ada pidana di sana. Tapi, dasar FPI, mereka terus saja teriak-teriak.

Artinya teriakan FPI itu bukan didasarkan pada fakta hukum. Mereka cuma hendak membangun opini saja untuk menuding Ahok. Opini seperti itu juga yang terus menerus diulang-ulang para pengikut ‘pengeruk comberan pakai tangan kosong’. Setiap ada pembicaraan soal Ahok di medsos, yang diangkat soal Sumber Waras lagi. Bebal.




Nah, berdasarkan opini yang dibentuk secara paksa itulah, saya rasa Sandiaga Uno mempermasalahkan kembali soal lahan RS Sumber Waras. Caranya, dibentuk ‘KPK kw2’ di DKI Jakarta. Isinya adalah orang-orang pendukung Anies-Sandi saat kampanye dulu.

Lalu Sandi mengadukan kasus Sumber Waras ke ‘KPK kw2′ yang dibentuk sendiri itu. Bahkan belum lagi ada langkah apa-apa dari KPK kw2’ itu,, Sandi sudah bicara ingn membatalkan transaksi itu. Kesannya, kayak orang gak sabaran.

Kita tidak tahu ke arah mana kasus lahan ini akan berlabuh. Dibentuknya ‘KPK kw2’, pengaduan Sandi ke lembaga yang diurus para pembantunya sendiri itu, sampai statemen soal pembatalan transaksi Sumber Waras, terkesan ini bukan sekadar persoalan pembatalan transaksi. Seperti ada tujuan lain.

Ok-lah, jika memang niat Ahok untuk membangun rumah sakit bagi orang miskin tidak disetujui Gubernur dan Wagub sekarang. Tapi terus menerus mempermasalahkan sesuatu yang diketahui pasti tidak punya masalah jelas aneh.

Atau karena Sandi seorang pengusaha? Entahlah.

Logika Pemda DKI, persis seperti FPI. Dulu mereka gak suka Ahok, lalu untuk menyenangkan hatinya dilantik Gubernur sendiri. Nah, ketika KPK jelas menyatakan kasus Sumber Waras tidak ada masalah. Mereka ngotot melantik ‘KPK’ sendiri. Agar bisa mempermasalahkan sendiri.

Setelah itu semua, bagi rakyat kecil jangan lagi mimpi punya RS yang bisa menangani penyakit kanker yang mereka derita. Pemda DKI sekarang gak mau siapkan fasilitas seperti itu.

“Lantas kalau ada orang miskin sakit kanker parah gimana mas?” tanyan Abu Kumkum.

“Kan, ada kencing Onta,” Bambang Kusnadi langsung menyambar.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.