Kolom Eko Kuntadhi: TERORIS ANTI VAKSIN

Osama bin Laden tewas di tangan militer AS. Dia diserang di rumahnya di Pakistan. Operasi intelejen berhasil menemukan keberadaan Osama, menurut informasi, karena keberhasilan seorang agen CIA yang menyamar sebagai petugas vaksinasi. Agen itulah yang menginformasikan titik koordinat kediaman Osama, siapa saja yang ada di rumahnya, dan di kamar mana Osama bersembunyi.

Setelah kejadian itu, banyak petugas vaksinasi yang dibantai kelompok Taliban. Pengikut Osama melampiaskan kebenciannya dengan menghambat proses imunisasi polio pada anak-anak di sana.

Puluhan petugas vaksinasi yang merupakan program bantuan PBB dibunuh. Di Karachi dan Peshawar, 7 orang petugas kesehatan ditembak mati. Padahal polio adalah wabah serius yang mengintai anak-anak Pakistan. Jutaan anak terancam masa depannya akibat ulah kelompok teroris ini.




Lalu, isu soal vaksin diimpor ke Indonesia. Mungkin saja sebagai simpati mereka pada tokoh teroris dunia itu. Bedanya, jika di Pakistan petugas vaksin langsung dibunuh dan program vaksinasi dihalangi, di Indonesia lain lagi. Ada tokoh agama yang menyebarkan isu soal kehalalan vaksin. Mereka membentuk kelompok antivaksin.

Repotnya orang-orang polos di sini, termasuk juga beberapa selebritis, ikut termakan. Bahkan ada beberapa dokter ikut juga mengkampanyekan soal kehalalan vaksin. Ini semua adalah imbas simpati pada tokoh Al Qaedah Osama bin Laden. Padahal vaksinasi adalah standar dasar kesehatan anak. Anak-anak di seluruh dunia wajib menjalani vaksinasi untuk layanan kesehatan dasarnya.

Dengan kata lain, simpati sebagian orang Indonesia pada gembong teroris, lalu menciptakan teror baru bagi anak-anak kita. Seperti juga di Pakistan yang gak peduli pada kesehatan anak-anak di sana, para simpatisan teroris di sini mana pernah peduli pada anak-anak kita.

Apa akibatnya? Wabah difteri muncul di Indonesia. Sejak 2017 ada 945 kasus difteri yang muncul di ratusan kabupaten dan kota. Dari jumlah itu 44 orang meninggal dunia. Padahal Indonesia pernah dinyatakan bebas difteri.

Kini Depkes RI menyatakan Indonesia KLB difteri. Sebab penularan difteri memang mudah banget. Hanya ngobrol dengan pasien seseorang bisa tertular. Makanya jika di satu daerah ditemukan seorang pasien difteri, yang harus ditangani bukan hanya pasiennya tapi juga lingkungannya.

“Kita harus isolasi bakterinya agar tidak menyebar,” ujar Menkes pada sebuah kesempatan.

Memang yang paling berbahaya dari pemahaman Islam radikal bukan hanya peluang mereka jadi teroris. Tetapi juga rusaknya akal sehat masyarakat. Bayangkan, hanya karena tewasnya Osama bin Laden, kita ikut ikutan membahayakan anak-anak kita.

Memang sih, isu yang disebar berbeda. Di Indonesia isunya soal kehalalan vaksin. Bukan soal operasi intelejen. Tapi ada juga yang mulai mengait-ngaitkan bahwa vaksin yang disuntikkan kepada anak-anak Indonesia justru mau melemahkan.

Orang-orang seperti ini memang komplak. Cara berfikirnya persis seperti teroris berbasis agama, dia melakukan sesuatu untuk membunuh orang dan menyakiti didasarkan pada keyakinan keagamaanya. Korban berjatuhan. Memang itu targetnya.

Nah, gerakan antivaksin tampaknya juga menggunakan pola pikir seperti itu. Agen-agen teroris bergerak menyebarkan isu halal-haram vaksin. Ibu-ibu yang bloon ikut mengamini bahkan ikut-ikutan sebarkan isu. Mereka merasa sedang berjuang. Padahal justru anak-anak merekalah yang dijadikan korban. Gak ada bedanya seperti menyerahkan anak-anaknya untuk dikalungkan bom bunuh diri.

Jadi, jika kamu bukan kaki tangan teroris, berhentilah menyebarkan isu antivaksin.

“Mas, kalau diimunisasi anti pesek, bisa gak?” tanya Bambang Kusnadi.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.