Kolom Ganggas Yusmoro: Antara Ahok dan Buni Yani. Kemanusiaan Lebih Menyatukan Hati Manusia

Antara Ahok dan Buni Yani. Dua-duanya manusia yang harus menjalani takdirnya. Dua-duanya sedang menjadi manusia berproses. Dan, ini tentu saja semua tergantung dari person to person.

Sesuatu yang menarik di sini adalah, ketika seorang Buni Yani yang jelas menjadi ikon dan bahkan mendapat gelar “luar biasa terhormat sebagai pahlawan” dari komunitasnya yang mengaku lebih beragama, setelah menjalani hari-hari yang melelahkan (apalagi harus merogoh biaya sendiri untuk sidang, bayar pengacara dan biaya lain-lain, bahkan konon Buni Yani terpaksa menjual Mug namun gak laku), akhirnya, konon juga, menjual harta satu-satunya yaitu tempat berteduh.




Hari-hari yang dilalui Buni Yani juga diiringi oleh celoteh umpatan. Diisi oleh rasa pedih dan perih penyesalan. Kehendak Illahi diterima dengan gegap gempita gerutu. Semua disalahkan. Jaksa, hakim bahkan termasuk pendukung Ahok diumpat panjang pendek seperti orang zikir. Sedih, bukan?

Ketika perjalanan hidup Buni Yani yang lagi dirundung nestapa, yang ibarat kata seperti sudah jatuh ketimpa tangga, itupun temboknya juga ikut ambruk. Ditambah gentengnya juga ikut rontok. Pada ke mana orang-orang yang dulu memuji dan memujanya, ya?
Lagi kena amnesia massal atau pura-pura lupa? Atau memang kwalitas komunitas mereka begitu? Yang habis manis sepah itu menjijikan? Apa begitu? Wah.. wahh.. wahh..

Beda dengan Ahok. Dukungan moril dari para pendukungnya, yang bersimpati dengan sosok dan figur Ahok selalu berdatangan. Bukan dari golongan etnis Ahok, bukan dari satu agama yang dianut Ahok. Namun yang menyempatkan diri. Mengorbankan waktu dan tenaga ingin jumpa sosok Ahok adalah dari lintas agama, suku dan golongan. Betul, bukan?

Artinya apa? Kebenaran universal ternyata bisa menyatukan hati manusia ketimbang agama. Inilah bukti nyata kehendak Yang Kuasa agar menilai sesuatu tidak dari satu sudut pandang. Hanya dari sudut pandang agama thok.

Faktanya adalah, ketika agama pecah menjadi puluhan aliran dan golongan, nilai kebenaran seringkali juga menjadi perdebatan. Saling menyalahkan dan saling merasa benar. Hanya orang yang waras yang bisa merasakan. Fakta tentang seorang Ahok dan Buni Yani bisa dilihat dengan kasat mata.

Jika begini, siapa yang lebih waras?








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.