Kolom Ganggas Yusmoro: KECERDASAN DALAM BERAGAMA

Kecerdasan adalah mutlak menjadi tolok ukur dari seseorang, kelompok atau bahkan bangsa untuk menyikapi dan melihat suatu masalah. Fakta sudah membuktikan, bangsa-bangsa yang cerdas adalah yang bisa survive dan bahkan menjadi bangsa besar.

Sejarah telah membuktikan, Eropa di Abad 15 telah berani keliling Dunia. Lalu Juga Jepang. Sesaat setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang tidak lalu menangisi kekalahan dengan terpekur dalam keluh kesah.

Apakah bangsa-bangsa yang bertekhnologi maju, seperti halnya Jepang, Eropa, Korea atau yang terakhir Cina lalu meninggalkan nilai-nilai religius? Meninggalkan tradisi leluhur? Justru tradisi leluhur yang sudah berkolaborasi dengan agama yang dianut tetap terjaga. Mereka menyadari bahwa itulah warisan leluhur yang musti dilestarikan dan dirawat.

Kemajuan teknologi serta kemajuan dari bangsa tidak membuat mereka lupa dengan identitas. Lupa dengan jati diri. Lupa dengan nilai-nilai luhur dari tradisi yang ada.

Apakah INDONESIA juga bangsa yang cerdas? Sebenernya sih iya. Sejarah Sriwijaya dan Majapahit jelas sudah membuktikan. Peninggalan leluhur yang fenomenal seperti halnya Candi Prambanan dan Borobudur adalah bukti nyata dari kecerdasan yang luar biasa dari bangsa ini,

Yang masih tersisa dari warisan leluhur dari bangsa ini adalah Bali. Tradisi leluhur yang terjaga eksitensinya, yang dirawat dengan baik, yang selalu beriinovasi dengan perkembangan jaman, menjadikan rakyat Bali hidup sejahtera. Itulah kecerdasan masyarakat Bali.




Secara individu, kecerdasan seseorang diukur dari daya nalar yang mengedepankan rasionalitas ketimbang emosi,

Ketika 10 tahun terakir ini kita semua dikejutkan oleh sebuah golongan yang mengaku dari agama yang penuh rahkmat bagi sekalian umat, namun ternyata membuat kerusakan-kerusakan bahkan Bali dibikin luluh lantak oleh bom. Itupun terjadi dalam 2 episode. Tapi, apakah masyarakat Bali lalu Emosi  Apakah rakyat Bali lalu marah dan dendam? Justru mereka bahu membahu dengan umat yang berbeda agama untuk menata kembali Pulau Bali. Itulah kecerdasan.

Juga, ketika teror bom yang terjadi di gereja-gereja, apakah orang-orang Nasrani lalu dendam berkepanjangan? Justru mereka malah mendoakan agar Tuhan mereka memaafkan yang ngebom. Itulah kecerdasan.

Beda dengan mereka yang mengedepankan emosi ketimbang akal sehat. Di Purwakarta, hanya patung Arjuna di tengah kota, oleh mereka yang mengaku lebih beragama dirobohkan dan dirusak. Itupun dengan teriakan takbir.

Hanya atribut Natal dan Tahun Baru, oleh mereka dirazia. Itupun dengan mata melotot. Dengan emosi. Apakah itu hal yang cerdas?

Banyak hal yang memalukan jika jika diceritakan. Celakanya cerita mamalukan itu adalah tentang golongan yang mengaku lebih berakhlak. Ngebom, merusak, mengintimidasi, mengkafir-kafirkan golongan lain, suka demo, dan lain-lain apakah itu tindakan yang cerdas? Tapi, kenapa mereka justru mengaku lebih beragama?

Atau yang mengaku beragama ternyata tidak berbanding lurus dengan kecerdasan? Wajar saja negara-negara Timur Tengah berdarah-darah karena memang gampang diadudomba.

Jika Demikian, dalam beragama itu juga butuh Kecerdasan Rupanya…








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.