Kolom Ganggas Yusmoro: Soal Rasa di DKI

Ini tentang sebuah kasus di awal tahun 2000an terkait produk penyedap rasa yang sempat heboh. Sempat produk penyedap rasa yang digemari tersebut kalang kabut hingga MUI akirnya turun tangan. Saat itu, santer tersiar kalau produk penyedap rasa tersebut mengandung minyak babi.

Tentu, jika sebuah makanan apapun itu ada sangkut pautnya dengan nama binatang tersebut, masyarakat langsung emoh. Langsung menjahui produk tersebut.

Apakah berita itu benar atau hanya isu? Tentu masyarakat tidak peduli. Saat itu karena belum ada media sosial, belum ada media online, belum ada istilah Hoax. Yang ada hanya berita dari mulut ke mulut. Untuk mencari berita yang bisa dipertanggung jawabkan juga susah.

Apakah lalu produk penyedap rasa tersebut gulung tikar?




Dalam berjalannya waktu, ketika para emak mencari alternatip bumbu penyedap rasa akhirnya menyerah karena memang penyedap rasa yang diIsukan tersebut lebih sedap, lebih membuat mak nyuss makanan, para emak, para penikmat makanan serta para penjual akhirnya tidak peduli. Mereka kembali ke produk penyedap rasa yang diisukan mengandung minyak babi.

Kenapa?

inilah soal rasa. Sebuah hal kebutuhan yang tidak nampak namun ada. Sebuah hal yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata namun dirasakan oleh lidah dan hati. Jika apapun itu hambar, tidak gurih, tidak legit, tidak ada “empot-empotnya”, tentu hidup jadi tidak bergairah. Lha, wong hambaarrr ….

“Taik kucing tentang Isu itu. Yang penting makananku kembali nikmat,” itu celoteh para emak dan penjual makanan.

Nah, apakah warga DKI suatu saat ini akan menyadari soal rasa kepemimpinan Ahok? Yang pasti, jika melihat gelagatnya, ketika Tanah Abang kembali kumuh, ketika sungai-sungai nanti kembali penuh sampah, ketika birokrasi kembali dipersulit, juga ketika lagi jam kerja banyak PNS yang ngelayap di mal-mal, dan lain-lain ….. Apalagi bila Jakarta kembali semrawut dan banjir, soal rasa akan dipersoalkan kembali. Akan menyadarkan dan menjadi pembelajaran bagi bangsa ini bahwa Prestasi atau RASA lebih penting .

Berita terakir yang patut dipercaya, beberapa hari ini saja setelah Ahok kalah, Kali Jodo yang sudah tertata rapi kembali dikuasai preman. Mesin parkir raib digondol maling.

Ada bagusnya Ahok kalah. Masyarakat butuh pembelajaran bahwa milih pemimpin tidak karena selera atau agama. namun yang lebih utama adalah karena RASA. Namun 5 tahun itu waktu yang tidak lama lho, bung.

Iya sih, belajar memang butuh proses. Bangsa ini juga butuh proses untuk lebih cerdas dan dewasa!

Foto-foto: Pagi ini [Rabu 25/4] di Balai Kota/ Kantor Gubernur DKI Jakarta.





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.