Kolom Ita Apulina Tarigan: MALIN KUNDANG BUDAYA KARO

ita-apulina-tarigan-3Setiap ada upacara Erpangir Ku Lau pasti selalu ada saja komentar tidak tahu diri dari orang yang justru tidak melakukan upacara itu. Standar moral keyakinannya dipakai untuk mengukur sahih atau tidaknya upacara itu. Ini adalah salah satu tanda-tanda manusia yang tidak tahu diri, yang artinya merasa dirinya lebih tinggi dari sesamanya. Padahal sama-sama manusia, sama-sama Kalak Karo.

Pandangan saya pribadi, sejak dulu memang banyak usaha untuk mendeskralisasi Erpangir ini. Ada pihak-pihak tertentu mau mengurangi nilai-nilai relijius dari Erpangir itu. Misalnya dengan berbagai istilah, inkulturasi, kontektualisasi atau bahkan untuk pariwisata. Jika menarik sebagai pariwisata, oke itu bagus, tetapi jika hanya sekedar untuk pertunjukan agar diterima sebagai budaya, ini akan membuat Erpangir menjadi sekuler alias tidak relijius lagi.

Mari kita hati-hati di dalam mengeksploitasi budaya kita.

Kemarin, ada sebuah status fesbuk yang sangat menarik hati saya. Ditulis seorang perempuan muda, Beru Tarigan lagi. Katanya: Bagaimana mungkin Malin Kundang jadi motivator?

Singkat, tapi mbages kel bas aku perpanna. Bikin pikiran saya melayang-layang.

erpangir-19
Ritual Erpangir Ku Lau Debuk-debuk 2016. Foto: Kempu Raja Lambing Sebayang.

Malin Kundang sukses dalam bisnis, pulang kaya raya, dapat istri pejabat dan punya pengaruh besar. Ibarat kata, dia mungkin salah satu konglomerat berpengaruh di jamannya. Di pandangan mata orang awam, apalagi para pengejar status sosial, Malin Kundang ini ukuran kesuksesan dan menjadi idola. Barangkali dia sering dipanggil ke seminar-seminar menuju sukses, atau beri kuliah umum perdana di universitas-universitas ternama.

Saking hebatnya Malin Kundang, semua kuliah dan khotbahnya jadi sabda. Dalil-dalilnya barangkali jadi bahan ujian juga. Sehingga, ketika Malin Kundang tidak mengakui ibunya yang miskin dan compang-camping, semua orang turut serta melecehkan perempuan renta yang sudah bersusah payah membesarkan si Malin Kundang.




Mereka bersatu membully dengan organisasi mereka, Barisan Pendukung Malin Kundang (BPMK). Hanya sedikit yang terbuka hatinya waktu itu, mereka yang tahu persis jika perempuan tua renta itu adalah sebenar-benarnya Ibu si Malin Kundang. Tetapi orang-orang ini jumlahnya sedikit saja. Mereka tetap tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang manusia durhaka, manusia yang melecehkan ibunya bisa menjadi motivator yang dipercaya, bahkan jadi panduan hidup.

Paling tidak di tingkat nenek kita, semua masih dibesarkan oleh alam ritual Erpangir ku Lau. Apalagi di tingkat nenek dan nenek moyang. Kita semua terlahir dari rahin Karo yang seperti itu.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.