Kolom Joni H. Tarigan: INCEST CARA BERPIKIR

Mungkin banyak dari kita sudah tahu apa itu incest. Kita yang sudah melalui pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) tentu sudah pernah mempelajarinya. Incest sederhananya adalah hubungan (menyangkut seksual) yang terjadi pada pasangan yang masih ada hubungan keluarga dekat. Boleh dikatakan masih garis keluarga kandung. Pada agama tertentu, pernihkahan seperti ini tidaklah diperbolehkan. Terlepas dari hak asasi manusia, dan juga dasar-dasar teologis suatu agama, secara medis hal ini juga tidak dianjurkan.

Pernikahan incest ini akan melahirkan generasi dengan gen yang lemah. Jika penyusun dari tubuh manusia itu sendiri sudah lemah, mustahil untuk membuatnya menjadi insan yang unggul. Sama seperti membangun rumah di atas pasir, sangat lemah dan rapuh akan kehancuran.

Sesuatu yang menarik dari kasus ini adalah bahwa sesuatu yang dihasilkan dari kesamaan ternyata mendatangkan kelemahan. Ini yang sangat mernarik. Apalagi saat ini Indonesia yang sangat beragam itu sedang mengalami ujian kebersatuannya. Gerakan- gerakan yang ingin menyamaratakan suatu paham sudah terlihat jelas melalui media dan juga aktifitas- aktifitas di tengah masyarakat.




Kelompok tertentu mungkin beranggapan, jika semua NKRI ini menjadi sama, maka kedamaian akan terjadi. Hal inilah bagi saya yang merupakan incest cara berpikir. Ini artinya menganggap kesamaan mendatangkan kebaikan, walaupun  justru yang terjadi akan sebaliknya yaitu kelemahan yang akan terjadi.

Kita tentu tidak akan semakin kuat jika kita semua sama. Tujuan  memang sudah seharusnya sama, yakni menjadikan sila-sila Pancasila itu dalam kehidupan bersmasyarakat, bernegara, dan juga sebagai sikap dalam pergaulan dunia yang semakin tak bersekat.Tetapi tidaklah harus sama bagaimana melakukannya.

Perbedaan yang ada seharusnya menjadi perekat kesatuan NKRI ini. Saya lupa siapa yang menyatakan ungkapan ini, bahwa “ketika semua orang berpandangan sama, ambillah waktu sebentar untuk melihat cara pandang yang lain atau berbeda”. Ini artinya, perbedaan cara pandang untuk mencapai tujuan yang sama akan menghindarkan kita dari bahaya yang mungkin terjadi. Keberagaman itu seperti pagar yang melindungi tanaman dari pemangsanya.

Sehebat apapun Presiden Jokowi, tentu beliau tidak akan mengetuk pintu rumah rakyatnya satu per satu. Tapi yang sudah, sedang, dan akan dilakukan oleh Jokowi adalah mengetuk pintu hati kita satu per satu seluruh rakyat Indonesia. Kita semua harus bergerak.

Otto Von Bismarck mengatakan, politik adalah seni dari segala kemungkinan. Presiden kita, Jokowi, sudah menunjukkan bagaiman kita harus menyikapi segala kemungkinan itu. Apa yang telah beliau lakukan menjadikan keadilan sosial betul-betul merata di seluruh NKRI. Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila menjadi pijakan kita untuk mencapai keadilan sosial itu. Keberagaman yang kita miliki haruslah menjadi perekat kekuatan kita untuk menuju Indonesia yang lepas landas.

Salam semangat dan perjuangan.

Foto header: Cici Adelina Kembaren (Model Sora Sirulo)








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.