Kolom Joni H. Tarigan: MEWARISKAN PERJUANGAN




joni hendra tariganMungkin saya adalah satu dari sekian banyak orang yang memiliki orangtua yang dengan sekuat tenaga dan fikirannya melakukan banyak hal agar hidup anaknya tidak susah seperti orangtuanya. Tujuan utamanya jelas, agar masa depan anak-anaknya lebih baik lagi. Ini juga secara langsung mensiratkan bahwa saya terlahir dari keluarga yang kehidupannya tidaklah baik. Ketidakbaikan tersebut dari sisi ekonomi dan pendidikan.

 Saya sangat merasakan perjuangan orangtua saya. Karena saya melihat dan terlibat dalam proses perjuangan itu. Terlahir di keluarga petani biasa, kami bercocoktanam dan juga memberikan jasa buruh tani kepada orang lain agar untuk urusan perut dan pendidikan dapat terpenuhi. Walaupun dalam kenyataannya sampai saya tamat kuliah, kebutuhan itu tak pernah tercukupi.

perjuangan 1Dengan sistem pertanian yang tradisional, dimana campur tangan Iptek sangat minim, maka penghasilan orangtua saya jauh dari cukup. Sehingga  meminjam alias ngutang adalah cara yang ditempuh oleh orangtua saya untuk membuat kebutuhan itu cukup. Lebih tepatnya hidup pas-pasan. Tentu saja pas-pasan yang saya maksud adalah makan dengan garam dicampur sayur daun ubi. Memakan ikan asin ketika itu (1980-an sampai 2000-an), adalah suatu hidangan yang maha nikmat.

Sampai menamatkan perguruan tinggi 2007, orang tua saya masih menyisakan utang kepada paman kami. Kehidupan mulai berubah setelahnya. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Belanda pada tahun 2008, saya pun mulai mendapatkan penghasilan sendiri sejak Januari 2010. Tamat S1 tahun 2008, berpenghasilan sendiri tahun 2010. Dua tahun itu adalah jalan kerikil tajam, sebelum saya tidak lagi dihidupi oleh orangtua secara materi.

Kehidupan saya telah berubah, dan dengan semangat untuk lebih baik bagi diri dan orang lain, optimisme itu menumbuhkan semangat dan percaya diri  yang tinggi. Sehingga pada ahirnya pikiran saya memiliki energi untuk terus berfikir, dan otot yang terus kuat bekerja. Tentu, dari petani menjadi pegawai di suatu perusahaan merupakan suatu prestasi, dan saya menghibur diri dengan perasaan bangga.

Akan tetapi apakah kehidupan saya tidak lebih letih dari orangtua saya yang bertani? Tentu saja saya yakin tidak. Setiap tingkat kehidupan manusia itu memiliki nikmat dan sengsara masing-masing. Jika saja orangtua saya berusaha agar kehidupan saya tidaklah lagi letih menjalani kehidupan ini, maka saya juga berkesimpulan keadaan itu tidak akan pernah tercapai.

Saya pun merajutnya begini: “Jika kita menyajikan kehidupan yang nyaman kepada anak kita, bukan mewariskan jiwa perjuangan, maka kita akan berdosa karena tidak membimbing anak kita untuk berjuang. Bukankah suatu prestasi adalah hasil dari perjuangan 4perjuangan? Jika demikian, maka lebih baik mana antara memberikan prestasi atau memberikan perjuangan kepada anak?

Keyakinan saya adalah kita harus mewariskan perjuangan kepada anak-anak kita, bukan prestasi yang merupakan produk jadi dari suatu perjuangan. Tentu saja tidak berarti kita harus memyembunyikan prestasi kita.

Saya sangat bersyukur, kehidupan saya yang telah berpisah dari orangtua sejak lulus SD pada tahun 1997 telah banyak mengajari saya bagaimana sebenarnya perjuangan itu. Kehidupan itu akan selalu menuntun kita untuk belajar, akan tetapi setiap manusia memiliki kemauan belajar yang berbeda.  Sehingga perbedaan itu pulalah yang membuat manusia terbagi menjadi manusia sukses dan manusia yang gagal menghayati kehidupan ini. Dengan pendidikan ,yang saya rasa tak pernah cukup, saya selalu berusaha menikmati kehidupan ini dengan membentuk diri menjadi berguna bagi orang lain.

Saya pun kini sudah menjadi seorang ayah, dan seorang suami. Dalam bayangan saya, saya membayangkan terjalnya perjalanan yang akan dihadapi oleh anak kami. Maka saya pun tersenyum mengibaratkan kehidupan ini dengan panjat tebing dan pecinta alam lainnya. Terjalnya tebing itu, tetapi toh ada saja orang dengan senang hati membuang tenaga dan fikirannya untuk menakklukan tebing yang didakinya. Demikian halnya saya membayangkan bagaimana kami akan mempersiapkan kehidupan anak kami.

Mengubah jalan terjal kehidupan ini takkan mungkin kami lakukan, maka yang bisa kami lakukan adalah bagaimana anak kami akan dengan suka cita menjalani terjalnya kehidupan ini. Mengembangkan Talenta yang dianugerahkan Tuhan bagi anak kami, adalah hal yang selalu kami lakukan dimana salah satunya adalah lewat pendidikan di rumah, pendidikan formal, dan pendidikan di tengah masyarakat. Kami berkeyakinan menuntun anak berkembang pada talenta yang ia miliki, maka betapa pun terjalnya kehidpan ini ia akan dengan suka cita memaknai kehidupannya, dan tentu ia harus berguna untuk kebaikan.

Bagi kita orangtua, mari menyiapkan kehidupan bagi anak kita, bukan dengan memberikan kehidupan yang kita anggap nyaman. Hidup ini sangat dinamis, maka karakter mampu beradaptasi adalah suatu kebutuhan, karena perubahan itu merupakan suatu kepastian.

Pangalengan, 29 February 2016








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.