Kolom Joni H. Tarigan: SEMUA ANAK TERLAHIR PERCAYA DIRI

Hari ini merupakan hari pertama dalam rangkaian acara peringatan ulang tahun ke-13 sekolah tempat anak kami mengikuti pendidikannya. Ia juga meminta bantuan saya untuk menajamkan pinsil warnanya, tadi malam. Hari ini kegiatannya memang mengikuti kegiatan mewarnai di sekolah. Semua peralatan mewarnai telah ia siapkan dengan baik, dan sebelum tidur semua sudah siap untuk digunakan.

Pagi ini, ketika sedang melakukan aktifitas di kantor, saya menerima foto anak kami sedang mewarnai bersama teman-temannya.




Dari foto yang saya terima, teman-temannya terlihat sedang sibuk memperhatikan anak kami yang asik mewarnai. Melihat kondisi dalam foto, saya bertanya kepada ibunya: “Bagaimana abang, kenapa teman-temannya sibuk memperhatikan dia?” Istri saya mengatakan anak kami sangat menikmati kegiatan mewarnai. Ia juga merasa tidak ada masalah karena pensil warnanya hanya 12 warna, sedangkan teman-temannya memiliki pensil warna dengan 24 warna.

Saya pun kemudian mengatakan kepada istri saya bahwa anak kami memang benar-benar percaya terhadap dirinya, percaya terhadap apa yang ada pada dirinya. Saya memang sangat bersukur atas perkembangan mental anak kami yang sangat percaya diri, karena beberapa tahun yang lalu anak itu pernah bermasalah dengan rasa percaya diri.

Sejak awal bersekolah kami melihat anak kami memang percaya diri, akan tetapi suatu saat kami mendapat iformasi dari gurunya bahwa anak kami ini terlihat seperti tidak percaya diri. Jika disuruh untuk maju ke depan kelas anak kami akan mencari sudut untuk sembunyi. Kadang ketika menggambar, ia tidak yakin dengan apa yang ia gambar. Ia kadang-kadang melihat gambar temannya untuk dia gambar lagi. Ketika menggambar ia juga membuat gambar yang sangat kecil. Hal-hal inilah menjadi bukti bahwa anak kami sudah berubah menjadi tidak percaya diri.

Kami sebagai orangtua tentu sedih melihat perkembangan anak kami yang kurang baik dalam hal kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Kami juga mencoba mencaritau apa yang telah kami lakukan sehingga anak kami yang dulunya sangat berani dan bersemagnat menjadi minder. Tidak mudah menyadari kesalahan yang tidak kami sadari sebagai orangtua. Apa yang kami sadari adalah kami pasti telah melakukan sesuatu yang membuat ia ragu melakukan sesuatu sehingga berimbas kepada mental yang tidak percaya diri.  Kerelaan kami mengakui bahwa kami adalah sumber kesalahan sangat membantu menemukan titik  kesalahan itu.




Ahirnya kami sadar bahw ada aturan yang kami buat, yang sebenarnya kami lakukan untuk menjaga anak kami dari bahaya, yang merusak mental anak kami. Anak kami sangat aktif dan energic sehingga ia kerap kali melompat dari ketinggian, memindahkan air di gelas yang cukup besar, penasaran dengan peralatan elektornik dan listrik. Karena kami takut anak kami cedera akibat tindakan-tindakan itu, kami tidak melarang anak itu untuk melakukannya, tetapi kami minta agar setiap tindakah harus meminta ijin kami.

Misalnya, jika ia  ingin melompat dari kursi yang tinggi, maka ia harus tanya dulu: “Ma, pa, boleh aku lompat dari  kursi?” Pertanyaan yang sama akan ia lakukan sebelum melakukan banyak hal.  Inilah pangkal berubahnya mental pada anak kami. Karena ia harus bertanya segala hal atau tidak, ia berubah menjadi peragu. Ia tidak percaya diri. Ia tidak bisa memutuskan tindakan mana yang ingin ia lakukan.

Menyadari kekeliruan ini kami kembali ke sekolahnya dan menyampaikan kepada gurunya bahwa kami telah melakukan sesuatu yang salah. Kami meminta anak kami untuk selalu meminta ijin untuk melakukan apapun, sehingga anak ini kehilangan kepercayaan dalam dirinya. Gurunya pun sangat berterima kasih atas kerjasama kami sebagai orangtua, dan memberikan beberapa masukan untuk mengembalikan anak kami. Pesan dari gurunya “PERCAYA DIRI” adalah hal yang sangat penting bagi anak. Itu akan menjadi pintu baginya untuk menjalani kesehariannya.

Ahirnya kamipun  tidak menerapkan lagi semua  kegiatan harus minta ijin. Kami memberi kebebasan bagi anak itu untuk memilih kegiatannya. Sebagai orangtua kami berusaha mendampinginya, mendengarkannya, dan mendukungya. Kami juga memastikan agar apa yang ia lakukan aman.   Hari ini kami bisa tersenyum lega, anak kami telah kembali. Ia percaya terhadap apa yang ada pada dirinya.

Bagi kita orangtua, pengasuh, ataupun pendidik anak-anak kita, seringkali kita mempermasalahkan anak kita yang kurang atau bahkan tidak percaya diri. SEMUA ANAK ITU TERLAHIR PERCAYA DIRI. Ketika anak kita menjadi minder atau tidak percaya diri, maka KITA-lah penyebabnya. Kitalah yang merubah diri mereka dari sosok yang begitu ceria dan percaya diri, menjadi sosok peragu.  Mungkin KITA-lah yang kurang percaya terhadap dirinya, dan juga terhadap diri kita sendiri.

Ketika kita sendiri yang tidak percaya diri, lalu bagaimana kita mempertahankan ANAK KITA YANG PERCAYA DIRI? Dari kasus anak kami, memang tidak mudah untuk melakukannya. Apa yang kami lakukan adalah setiap saat kami berbicara, mendengarkan, dan bermain dengan anak kami. Kami juga menyadari bahwa kami bukanlah sosok sempurna sebagai orangtua, sehingga dengan kesadaran ini kami juga rela untuk selalu mengoreksi diri kami sendiri sebagai orangtua.

Berdiskusi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan dan kemampuand alam psikologi anak adalah cara lain untuk menuntun kami agar kami tidak menjerumuskan anak kami, alih-alih karena rasa sayang kami.

SETIAP ANAK TERLAHIR PERCAYA DIRI, GENERASI MINDER  ADALAH HASIL DARI PENDAHULU YAN MEMBESARKANNYA.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.