Kolom M.U. Ginting: ETNO-NASIONALISME INDONESIA

Mobil mogok jadi masalah bisnis dan politik, memang sangat tepat bahannya dan momennya. Mobil presiden dan presidennya seorang nasionalis tulen yang  mengutamakan kepentingan nasional rakyatnya. Soal nasionalisme sekarang sudah menjadi tema baru dunia, terutama setelah nasionalis Trump naik panggung jadi pemimpin negara adidaya AS. Jadi dari soal ‘mobil mogok’ inipun terlihat jelas gambaran kontradiksi pokok dunia sekarang ini, perjuangan antara kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib.

Foto header: Saat Presiden Soekarno diungsikan ke Berastagi (Dataran Tinggi Karo), dia menyempatkan diri menari dalam sebuah ritual Karo dan bersedia melilitkan kain tenun kebesaran Suku Karo (Uis Julu) di lehernya.

Memanfaatkan mobil mogok seorang presiden nasionalis Jokowi, neolib perusahaan mobil tidak akan buang kesempatan. Selain dari segi bisnis, juga pentinggi dari segi mengacau kehidupan presiden nasionalis itu atau menggunakan kesempatan mobil mogok presiden kapan saja. Pebisnis neolib dari fabrik mobil berada di depan dari segi bisnis, tetapi juga termasuk teror dari dalam memanfaatkan pengkhianat dari dalam atau membusukkan dan menakut-nakuti pemerintahannya dari dalam.

“Jika Jokowi tidak dapat dibusukkan dari luar, maka cara lain adalah pembusukan dari dalam,” kata Asaaro Lahagu dalam kolomnya memang tepat sekali.

Jadi kejadian ‘mobil mogok’ ini juga terlihat jelas peranan perusahaan besar neolib internasional (dalam hal ini perusahaan mobil). Begitu juga soal kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib tergambar secara jelas.

Ketika Trump dalam Pilpres menang di AS, fabrik besar Ford dan Toyota langsung mau dipindahkan oleh pemiliknya ke Mexico cari tenaga kerja murah dan tujuan ‘menghantam’ Trump dengan bikin pengangguran lebih besar lagi di AS. Trump sebaliknya mengancam tidak boleh masuk produksi kalian ke AS, atau akan dipajaki tinggi kalau masuk ke AS. Kedua perusahaan itu mundur teratur. Trump berhasil menyelamatkan buruh/ pegawai AS dari pengangguran akibat hijrah fabrik itu ke luar negeri.




Indonesia ini sungguh bangsa yang besar. Negara lain paling satu hingga tiga suku, kita ada 714 suku bangsa. Saya rasakan sendiri saat berkunjung ke daerah-daerah. Pengucapan salamnya saja berbeda-beda. Dulu waktu masuk Sumatera Utara, saya kaget. Setahu saya kalau datang ke sini hanya ‘Horas’. Saya ke Nias, saya mau bilang ‘Horas’. Tapi diberitahu, “di sini bukan ‘Horas’ Pak. Di sini ‘Yahohu’.” Hampir keliru. Masuk lagi ke Karo, salamnya ‘Mejuah-juah’. Agak geser sedikit lagi: ‘Juah-juah’. Coba kalau saya tahunya hanya ‘Horas’. Nantinya kalau ke Karo saya bilang ‘Horas’, ke Nias ‘Horas’, bisa ditertawain saya. Begitulah. Keberagaman ini anugerah Allah bagi Indonesia. Foto: Biro Pers Setpres

Trump mengerti persoalannya dan bertindak tegas, walaupun baru saja jadi presiden AS. Dalam soal mobil mogok ini, penghianat dari dalam ini mestinya juga diberi peringatan keras, mekanik mobil presiden dipecat langsung, dan siapa saja terlibat dalam liga mobil mogok ini harus diberi peringatan serius, seperti contoh Trump itu.Jokowi, Trump, Putin, Nigel Farage, Marine Le Pen, Theresa May + bersemaraknya partai-partai nasionalis seluruh Eropah Barat adalah arus perubahan (di Swedia partai nasionalis ini sudah jadi nomor 2 besarnya, tadinya nomor 3). Ini adalah perkembangan yang menggegerkan dan jelas akan menggoyah atau akan mengubur selama-lamanya the old establishment yang dipimpin oleh neolib internasional yang anti nasionalisme. 

Abad lalu, neolib memakai politik multikulturalisme atau multikulti untuk memuluskan politik globalisnya. Senjata multikulti ini sudah semakin tertelanjangi dan hampir mati, karena ‘borderless movement is profoundly immoral’ (prof Frank Salter). Memang betul tidak bemoral, karena sama sekali tidak menghargai nation atau penduduk lokal setempat, menghina kearifan leluhur ‘di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’.

Ketika Angela Merkel masih tunduk pada politik Helmut Kohl yang pernah memulangkan imigran Turki dari Jerman, tante Angela tahun 2010 bilang: ‘multikulti has failed totally’. Begitu juga David Cameron membenarkan pemikiran Merkel.




David Cameron has criticised “state multiculturalism” in his first speech as prime minister on radicalisation and the causes of terrorism. At a security conference in Munich, he argued the UK needed a stronger national identity to prevent people turning to all kinds of extremism” (BBC).

Setahun kemudian tante Angela mengkhianati kata-katanya sendiri (“multikulti has failed totally”). Dia memasukkan sebanyak mungkin imigran Arab ke Jerman terutama ketika ISIS bentukan Obama-Clinton-Ford sedang merajalela di Syria dan Irak. Merkel bikin kebalikan dari kata-katanya, sampai-sampai ex Kanselir Helmut Kohl bikin peringatan keras sama tante Angela.

“Jerman tidak bisa jadi  new home for migrants,” kata Kohl [Apr 18, 2016].

Perkembangan nasionalisme ini memang sangat mengerikan bagi the old establishment neolib ini. Neolib Greed and Power ini pastilah akan membikin perlawanan terakhir atau rontaan terakhir dengan jalan apa saja atau apapun yang terjadi. Sebaliknya arah perubahan dunia juga sudah pasti, artinya aliran kuat nasionalisme tiap negara, atau ethnonasionalisme (suku/kultur asli) di tiap negara juga akan terus berkembang tak bisa dihalangi. Di Indonesia sudah banyak yang memahami. Di sini dibutuhkan saling mengakui, saling menghargai dan saling menghormati, serta menghormati pepatah leluhur bangsa Indonesia: Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Di sinilah keberhasilan bangsa Indonesia yang multi-cultural itu. Bedakanlah dengan politik ‘multikulti’ atau politik ‘multikulturalisme’ yang sudah membusuk itu.

“Whether politically correct or not, ethnonationalism will continue to shape the world in the twenty-first century.” (Jerry Z. Muller is Professor of History at the Catholic University of America).




Dari segi etno-nation yang lebih kecil atau suku, Erik Lane bilang dalam bukunya tentang globalisasi:

“The focus is almost exclusively at ethnics and not nations . . . Thus, people are so intimately connected with a culture that they are, so to speak, constituted by the culture in question or embedded in such a particular culture.

Di sinilah benarnya dan TEPATNYA strategi saling mengakui, menghargai, menghormati, dan dimana kaki berpijak disitu langit dijunjung. Ini berlaku bagi suku putih AS dan orang-orang asli eropah yang NB telah dilupakan selama abad multikulti. Juga berlaku tepat sekali terutama bagi suku-suku bangsa Indonesia. Inilah memang kunci persatuan sejati rakyat Indonesia yang multi-etnis itu dalam usaha rakyatnya mempertahankan dan mengembangkan NKRI.

Clip youtube di bawah adalah lagu Karo berjudul Erkata Bedil (Suara Bedil) yang mengisahkan para gerilyawan turun dari daerah pegunungan Karo merebut kembali Kota Medan dari tentara Belanda di masa Agresi Militer Belanda II. 







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.