Kolom M. U. Ginting: Mampukah Kaum Nasionalist Bertahan?

“Beli Produk Amerika, pekerjakan warga Amerika,” kata Trump yang sebelumnya juga diucapkannya dalam pidato pelantikannya.

We will follow two simple rules: buy American and hire American.”

 

Inilah usahanya untuk mengurangi pengangguran besar-besaran di AS setelah banyak perusahaan neolib meninggalkan AS pindah ke luar negeri cari tenaga kerja murah, terutama ke China. Trump mengatakan: “One by one the factories shuttered and left our shores without a thought for millions of millions of American workers left behind. The wealth of middle class Americans has been ripped from their homes and redistributed across the world. But that is the past but now we are only looking to the future.”

Terlihat jiwa dan semangat nasionlisme Trump. Tetapi lawannya memang terlalu besar, kekuatan neolib internasional, yang punya kekuatan ekonomi dan finansial yang belum bisa ditandingi dan sudah dibangun sejak hampir 200 tahun. Mereka sudah menguasai atau memiliki pemerintahan AS sejak era presiden ke 7 AS Andrew Jakcson. Kekuatan ini bisa memperdayakan Trump seperti film palsu White Helmets serangan gas kimia Syria, dan bikin dia ketipu ‘kirim’ 59 Tomahawk ke Assad. Soal White Helmets baca di SINI.

Assad lebih dibutuhkan oleh neolib untuk menjaga tetap adanya perpecahan dan perang di Syria supaya bisa terus menjarahi SDA minyak dan bikin uang masuk triliunan dolar ke pundi-pundi neolib. Jadi, sebenarnya bukan Putin yang paling butuh existensi Assad. Tetapi sampai di sini mungkin belum terpikirkan oleh Trump yang dipuji oleh Duterte sebagai orang pintar dan berpikir mendalam he… he . .  Ternyata masih bisa dikalahkan oleh neolib globalist penjarah SDA Syria itu dalam soal pemikiran akal-akalan atau akal bulus. Kalau Putin bisa tertipu dan tidak mengerti kalau neolib lebih membutuhkan Assad dibandingkan kebutuhannya sendiri akan Assad, masih masuk akal karena Putin masih ketinggalan satu kakinya di era musim dingin abad lalu.

Sekarang banyak demo dan kontra demo di AS. Terakhir di Berkeley California Utara, bentrokan antara pendukung Trump (biasanya orang putih AS) dengan penentang Trump (pendukung ‘multikulti’ Clinton). Pendukung Trump ini menamakan dirinya nasionalist dan patriot. Tetapi the main media (media the establishment) menamai mereka ini ‘rasist’. Yang baru dan menarik dalam ‘pertunjukan’ ini ialah kalau dulu orang-orang nasionalist ini pakai tutup muka, sekarang terbalik, yang pakai tutup muka adalah orang-orang ‘multikulti’ Clinton itu. Orang-orang nasionalist patriot ini malah menunjukkan dirinya secara terbuka dan betul-betul gagah berani sebagai patriot dan nasionalist sejati nation AS.

Pengaruh kuat atas Trump dari kekuatan neolib global ini masih belum bisa dilawan oleh Trump, sehingga terlihat ‘rasa nasionalistnya’ kadang-kadang jadi goyah. Terlihat juga dari pernyataannya terakhir kalau NATO ‘no longe obsolete’ katanya. Mulanya dia juga yang mengatakan NATO obsolete karena didirikan tadinya untuk melawan Pakta Warsawa yang sudah lenyap, tepat memang alasannya. Tetapi dalam kegoyahan itupun dia masih ada ‘rasa’ nasionalisnya seperti dia sering mengulangi lagi kalimat dalam pidato pelantikannya soal ‘buy american and hire american’.




Dari analisa seorang wartawan AS, Allan Nairn, bahwa serangan terhadap Ahok adalah serangkaian usaha makar terhadap pemerintahan Jokowi dari pihak AS. Analisanya bagus dan menunjukkan bukti-bukti nyata sehingga kesimpulannya bisa dikatakan ilmiah, sesuai dengan analisa banyak ahli dan akademisi dunia. Tetapi belum terlihat analisa perbedaan antara Trump dengan presiden-presiden sebelumnya yang pada pokoknya adalah boneka-boneka dari the secret government di belakang layar.

Sekarang AS dipimpin oleh Trump dan Trump sekarang mewakili nasionalis AS. Peranannya dalam soal mencampuri urusan negeri lain pasti tidak sama dengan presiden-presiden sebelumnya yang pada hakekatnya adalah boneka neolib atau ‘the party of money’ (Gore Vidal) atau boneka dari ‘the secret government’ yang berada di belakang layar. Trump bertentangan dengan globalist neolib ini. Dia tidak tunduk kepada ‘the secret government’ neolib. Karena itu juga dia mengatakan bahwa ‘Obama was the last gasp of neoliberalism’, presiden terakhir sebagai boneka neolib. Trump menentang neolib, menentang politik globalist internasional.

We do not seek to impose our way of life on anyone, but rather to let it shine as an example for everyone to follow,” katanya.

Dalam pertarungan politik dunia sekarang dimana kontradiksi pokoknya adalah perjuangan antara kepentingan nasional nation-nation dunia kontra kepentingan internasional neolib global hegemoni, Trump adalah pahlawan sejarahnya di AS setelah hampir 200 tahun dikuasai kekuatan neolib.

Tetapi apakah Trump bisa berhasil atau tidak melaksanakan cita-cita mulia nasionalisme itu?Masih jadi tanda tanya karena kekuatan penentangnya dalam semua lapangan masih tak bisa ditandingi oleh kekuatan Trump yang pada dasarnya masih dalam pertumbuhan tetapi sangat pesat. Bukan hanya di AS tetapi seluruh dunia, terutama di negeri-negeri maju Barat seperti Brexit, kebangkitan kembali nasionalisme adalah arus jaman, arus sejarah.

Trump orang pandai, kata Duterte, tetapi gampang diakalbulusi. Sikap ceplas-ceplosnya bikin celaka sendiri karena dimanfaatkan orang licik, sampai kirim Tomahawk ke Assad. Sebentar lagi bisa juga giliran ‘anak muda’ Korut presiden Kim Jong-un terkena getah ceplas-ceplos Trump dapat ‘kiriman’ Tomahawk, karena Trump memang unpredictable.











Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.