Kolom M.U. Ginting: Membatakkan Suku Lain Adalah Politis

Orang Karo disebut-sebut sebagai Orang Batak tapi padahal bagi orang-orang Batak sendiri Karo jelas Bukan Batak,” tulis Natalie Sembiring kemarin (lengkapnya lihat di SINI).





Dua pikiran (way of thinking) mencerminkan dua sikap juga dalam seni tari, sangat bagus dan jelas terlihat dalam uraian di atas. Kalau ditinjau lebih jauh ke belakang, pembatakan atau membatakkan suku lain adalah politis. Sama halnya ketika kolonial memakai istilah ‘Batak’ untuk bikin penggrupan berbagai suku dalam rangka pecah belah dengan penduduk pesisir muslim, jelas adalah juga politis. Sekarang tentu tidak perlu lagi kembali ke era kolonial, tetapi pakai logika era sekarang saja, yaitu mengakui dan menghargai way of thinking dan way of life tiap suku.

Sikap dan perangai dalam menari juga jelas menggambarkan way of thinking dan way of life tiap kultur atau tiap suku bangsa.

Keinginan orang Karo memerankan tari Batak seperti dalam tulisan di atas adalah keinginan persahabatan yang berharga tinggi. Karena itu, sepatutnya dapat apresiasi tinggi pula. Itulah pernyataan saling mengakui dan saling menghargai serta saling menghormati sesama suku yang dengan keragaman tradisi dan kulturnya, di Indonesia tercantum dalam politik Bhinneka Tunggal Ika.

Saya sangat bangga dan menghargai bagaimana Alm. Charles Simbolon (Batak) menyanyikan lagu-lagu Karo. Terlihat dan terasa jelas kalau Charles bukan Orang Karo dalam menyanyikan lagu Karo itu, tetapi kemauannya dan usahanya yang begitu keras ‘mengkarokan’ lagu dan suaranya yang sangat bagus itu, membikin keindahan tersendiri dan sangat spesifik. Bagi saya sendiri sebagai orang Karo sangat indah dan sngat menggugah hati. Artinya, perasaan Karonya ada di situ.

2 putri Karo mengenakan pakaian adat Suku Karo

Dari pelajaran dua karakter psikologi yang berlainan (introvert dan extravert) antara Suku Karo dan Suku Batak (Toba) bisa dicapai saling pengertian yang lebih objektif dan lebih ‘indah’ dan sangat menarik dalam melihat interaksi antara dua suku ini. Dalam pencerminan politis praktis orang Karo harus melihat orang Batak sebagai extrovert dan sebaliknya juga bagi orang Batak melihat Karo sebagai introvert. Dari situ bisa terlihat kesungguhan saling menghargai dan juga saling mengerti yang sangat berharga tinggi.

Dalam soal kerjasama, interaksi dan saling hubungan yang terpelihara secara sadar dan dengan jangkauan jauh, antara 2 karakter berkebalikan ini, dalam kerjasama umumnya bisa menghasilkan karya yang tak terlawan. Ini karena kekurangan dan kelebihan dalam masing-masing kharakter bisa berubah jadi ‘hanya’ kelebihan.




Itulah bedanya kalau suatu tugas hanya dilakukan atau dikerjakan oleh orang introvert saja atau orang extrovert saja. Pengalaman dalam dunia usaha/ bisnis sudah banyak digambarkan tentang soal ini.

Catatan redaksi:

Dua video di bawah sama-sama menampilkan lagu Karo yang sama (Bunga Rampe). Video yang di atas dinyanyikan dengan gaya Karo oleh penyanyi dan pemusik dari Suku Karo, sedangkan video di bawah dinyanyikan oleh penyanyi dan pemusik dari Suku Batak dengan gaya trio Batak.

Orang-orang Karo dapat menikmati dan menyenangi kedua clip ini, tapi jelas sekali bagi mereka mana yang gaya Karo dan mana yang gaya Batak.








3 thoughts on “Kolom M.U. Ginting: Membatakkan Suku Lain Adalah Politis

  1. Bunga Rampe dalam dua penampilan, oleh musisi Karo dan instrumen musik Karo dan oleh musisi Batak dengan instrument bukan tradisional Karo bisa dinikmati keindahan masing-masing, tetapi juga bisa menikmati perbedaan yang sangat spesifik dalam keduanya.
    Salah satu spesifik Karo yang tidak mungkin ditirukan apalagi dinikmati oleh orang bukan Karo ialah ‘anggokna’ dalam tiap lagu Karo. Istilah ini bahkan kemungkinan tidak ada dalam bahasa suku lain, apalagi pengertiannya. Tetapi dalam pencetusannya oleh Trio Batak itu telah berhasil bagus, ‘anggok’ Karo dinyatakan dalam kreasi baru dan spesifik, dan indah juga untuk menggantikan ‘anggok’ Karo itu, dan bisa dikatakan sukses secara musikalis, karena enak didengar. Apalagi kalau yang mendengar bukan orang Karo, tentu tidak bisa merasakan ‘anggok spesifik’ Trio Batak yang diangkat dari ‘anggok Karo itu. Kehebatan alm Charles Simbolon ialah, beliau tidak menciptakan ‘anggok baru’ yang spesifik tetapi berusaha menirukan dan menikmati ‘anggok Karo’ itu.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.