Kolom M.U. Ginting: NASIONALISME KULTURAL JOKOWI

Menghadapi pengedar dan pebisnis narkoba, aparat polisi Indonesia sudah jauh lebih tegas sekarang. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa semakin tegas menghadapi penyelundup narkoba, semakin baik dalam mencegah kematian total Indonesia akibat narkoba.

Contoh Filipina Duterte harus diterapkan di Indonesia. Soal narkoba di Filipina sudah jauh berkurang dibandingkan dengan sebelum kekuasaan Duterte. Ribuan pebisnis dan pemakai narkoba di Filipina sudah dibinasakan. Semuanya demi menyelamatkan jutaan lainnya dan demi menyelamatkan negara Filipina dari kehancuran total akibat narkoba sehingga Filipina bisa jatuh ke kekuasaan asing seperti yang terjadi pada Mexico.

Narkoba adalah salah satu alat penting bagi deep state neolib mengacau dan menaklukkan dunia dalam politik divide and conquernya, selain terorisme dan korupsi. Kita bisa saksikan bagaimana Mexico sudah jadi milik deep state lewat bisnis narkoba dan pakai jasa CIA, FBI dan organisasi mata-mata rahasia lainnya yang ada di AS.

“The CIA and other international “security” outfits “don’t fight drug traffickers.” Instead, Villanueva argued, they try to control and manage the illegal drug market for their own benefit” (Lihat di SINI).

Karena itu, penguasa Mexico sendiri (presiden) sudah tidak punya kekuatan untuk membasmi narkoba secara nasional ataupun dengan menggunakan kekuatan nasionalnya. Di sinilah arti divide and conquer secara praktis bagi deep state di Mexico. Kekuasaan nasional sudah tidak ada, yang ada ialah kekuasaan internasional atau deep state neolib internasional lewat berbagai kartel narkoba. Presiden maupun rakyat Mexico tidak berkutik di hadapan penguasa kartel narkoba ini.

Dengan cara ini (narkoba), di Indonesia kekuasaan nasionalnya juga bisa pindah tangan. Tetapi Indonesia sangat beruntung, karena presiden nasionalis kultural Jokowi mengerti banyak soal ini. Dia lebih tegas terhadap pebisnis narkoba terutama pengedarnya, seperti ketegasan aparat kita di Hotel Peninsula kawasan Jakarta Barat minggu lalu [Rabu 16/8]. Seorang pengedar narkoba asal Nigeria ditembak mati di tempat karena berusaha ngelawan polisi.

Pebisnis, pengedar dan juga pemabuk narkoba yang otaknya sudah rusak, harus dibinasakan di tempat secepat mungkin.




Pemabuk dan pengguna narkoba adalah dasar dan syarat utama semaraknya bisnis narkoba di seluruh dunia. Tanpa pemabuk dan pengguna narkoba, Inonesia akan bersih dan selamat dari usaha neolib deep state untuk menghancurleburkan negeri ini dari segi narkoba.

Tanpa pemabuk dan pengguna narkoba, seluruh dunia akan selamat dari kehancuran yang diakibatkan oleh narkoba. Tetapi dimana saja, hanya kekuatan nasionalis tiap negeri yang mampu menyangkal kekuatan besar internasional ini. Tidak ada kekuatan lain selain kekuatan nasional kultural yang bersatu dan saling merangkul dalam usaha melawan kekuatan narkoba neolib deep state. Karena itu juga, kekuatan nasionalisme ini adalah musuh bebuyutan dari neolib internasional deep state.  

Pada ulang tahun Dirgahayu ke 72 kemarin terlihat bagaimana kekuatan nasional kultural itu didemonstrasikan oleh rakyat Indonesia di Istana Merdeka. Terlihat jelas bagaimana kekuatan persatuan nasional dari semua kultur dari Sabang sampai Merauke mendemonstrasikan kekuatan persatuan nasionalnya. Bhinneka Tunggal Ika dalam praktek!

Kerjasama, bergotong royong dan saling merangkul, itulah yang terlihat bikin kemajuan dalam mensukseskan perayaan dirgahayu 72 itu. Artinya bukan persaingan atau kompetisi yang  berlaku, tetapi kerjasama dan gotong royoang! Itulah yang bikin pekerjaan sukses. Sudah terbukti.

FOTO HEADER: Menkumham Yasona Laoly yang asal Nias berpakaian Nias didampi istri yang dari Suku Karo berpakaian adat Karo.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.