Kolom M.U. Ginting: Pengakuan Terhadap Perbedaan

karo festival 1
Penampilan Sanggar Seni Sirulo di sebuah mall terbesar Kota Medan, dibuka dengan sebuah puisi Karo berjudul ‘Tuk Sunggal Bulang Pa Timpus’. Puisi karya Juara R. Ginting ini dibacakan oleh Bernita br Depari diiringi musik tradisional Karo yang diaransir oleh Jimmy Andrico Sebayang bersama Alm. Wardin Ginting.

M.U. Ginting 2Karo Festival 2015 adalah acara kultur/ budaya Karo sebagai salah satu suku/ kultur dari ratusan suku/ kultur nation Indonesia. Karo adalah suku asli daerah Medan dan pendiri Kota Medan 425 tahun lalu oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Festival ini merupakan contoh konkret bagaimana perkembangan dunia dan kesedaran manusia melihat dan memandang kemanusiaan dari segi kultur dan budayanya. Artinya, abad ini adalah abad pernyataan kultur dan budaya tiap grup manusia yang ada di dunia ini.

Tiap manusia dan grupnya (sukunya, nationnya) tak bisa dipisahkan dari kulturnya, budayanya, tradisinya dan juga way of thinkingnya maupun filsafat hidupnya. Ini telah digambarkan juga oleh ahli-ahli dunia dalam menyimpulkan perubahan dan perkembangan dunia dari segi pemikiran dan kesedaran manusia dalam buku-buku mereka seperti Huntington dalam The Clash of Civilizations dan juga Moisi dalam The Clash of Emmotions. Kedua ahli ini melukiskan kemanusiaan Abad 21 dari segi kultur budaya dan emosinya.

Kultur dan budaya mengandung ‘perasaan’ dan yang dalam kenyataan hidup selama ribuan tahun adalah benih perselisihan dan perang. Tetapi, selama ribuan tahun itu belum pernah ditinjau dari segi kultur dan budaya yang sangat tajam perbedaannya. Perselisihan atau kontradiksi ini terakhir telah melanda hampir seluruh dunia, dan dinamai dengan istilah ‘perang etnis’, perang yang sangat kejam tak berperikemanusiaan dan yang juga melanda nation Indonesia.

Cultural values and Norms adalah kebutuhan sosial manusia yang tak bisa ditawar-tawar. Tiap orang berafiliasi ke kultur yang mana adalah salah satu dari kebutuhan utama manusia; tidak tergantung apakah kita membicarakannya atau diam saja tak membicarakan. Kalau diam saja maka kebutuhan itu akan tertanam jadi dendam dan satu waktu meledak jadi perang suku. Itulah yang sudah terjadi di abad lalu. Tetapi, sekarang kita tidak diamkan, kita bicarakan secara terbuka, terus terang dan ilmiah sehingga solusi selalu berada di depan mata.

Dari semua pelajaran pahit itu ahli-ahli telah memastikan penyelesaian yang mungkin yaitu pertama dan terpenting harus ada pengakuan atas perbedaan kultur/ suku/ nation, dan sikap penting lainnya ialah saling menghargai dan menghormati tiap kultur dan daerah ulayatnya atau nationnya.

Pelajaran dari kenyataan itu ditekankan juga oleh Erik Lane dalam bukunya “Globalization and Politics: Promises and Dangers” menulis: 

karo festival 2“The focus is almost exclusively at ethnics and not nations . . . Thus, people are so intimately connected with a culture that they are, so to speak, constituted by the culture in question or embedded in such a particular culture.”

Atau seperti juga dikatakan oleh professor sejarah J.Z.Muller:

“Whether politically correct or not, ethnonationalism will continue to shape the world in the twenty-first century.” (Jerry Z. Muller is Professor of History at the Catholic University of America).

Dalam soal saling menghargai dan saling mengakui itu, belakangan ini sudah secara jelas juga ditunjukkan dan dinyatakan dengan kesan saling menghargai yang sangat indah oleh Walikota Medan Dzulmi Eldin dan HMKI Medan. Antara lain Dzulmi  Eldin  menganjurkan untuk memperkuat budaya lokal Karo supaya bersama-sama membangun kota Medan yang kita cintai. Beliau melihat jelas bahwa perkembangan dan  kemajuan harus mengikutsertakan kearifan lokal dan kekuatan kultur semua suku negeri ini karena negeri kita terdiri dari banyak ragam suku, termasuk juga Sumut ini.

Dalam festival Karo kali ini kita mengharapkan supaya pernyataan kultur-budaya ini juga bisa dimeriahkan dengan mengikut sertakan elemen penting Sumut seperti Gubsu karena HMKI (Himpunan Masyarakat Karo Indonesia) adalah juga merangkup seluruh Sumut. Mengharapkan juga tentunya supaya semeriah mungkin dihadiri oleh sebanyak mungkin suku Karo dan suku-suku lainnya di Sumut.

Selamat dan sukses.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.