Kolom M.U. Ginting: POLARISASI DUNIA

Kalau yang dilakukan oleh FPI, HTI, dan KAMI hanya untuk ikut ngacau saja atau bikin demo anarkis, jelas mereka tidak mewakili nation Indonesia dalam perjuangannya untuk kesejahteraan rakyat seluruh negeri. Lantas, mereka ini mewakili siapa dalam sikap dan tindakan-tindakan anarkisnya itu?

Pastilah kepentingan orang luar. Contohnya seperti 1965, divide et impera . . . sim sallabim . . .

SDA dikeruk tanpa suara selama setengah abad dengan triliunan-triliunan dollar mengalir ke luar negeri. Jelas bagi kita apa hasil polarisasi (perpecahan) ketika itu. Polarisasi itu dibuat sebagai politik divide et impera.

Orang komunis dan antikomunis diadu domba. Padahal orang komunis dan orang anti-komunis, keduanya dikontrol oleh gerombolan yang itu-itu juga, NWO = Communism, – Henry Makow. Itulah Polarisasi dulu itu.

Polarisasi sekarang?

Negeri yang sangat jelas terlihat polarisasinya ialah AS, terutama dengan munculnya Trump sebagai presiden. Sebelum Trump memang ada juga polarisasi, tetapi polarisasi yang disengaja atau diciptakan untuk menutupi polarisasi yang sesungguhnya seperti yang ada sekarang antara kekuatan nasional kontra kekuatan global NWO.

Polarisasi tadinya antara Partai Demokrat kontra Partai Republik. Jelas adalah polarisasi yang dibuat-buat karena kedua partai itu dimiliki dan dikendalikan oleh orang-orang yang sama, orang berduit AS.

“Keduanya adalah the party of money,” kata penulis Gore Vidal.

Kehebatan Trump ya di situ. Dia menunjukkan kontradiksi/ pertikaian, polarisasi sesungguhnya yaitu perjuangan kepentingan nasional AS KONTRA kepentingan global kaum globalis NWO. Jadi pentolan komunis dan pentolan NWO adalah juga pentolan ‘the party of money’ itu, pentolan kedua partai itu (D dan R).

Itulah sebelum Trump.

Setelah Trump berkuasa, NWO hanya bisa menguasai D. Karena itu Trump bilang kalau Obama dan Clinton adalah pencipta ISIS, teroris, radikalis sebagai alat-alat utama bagi kaum globalis untuk mengacau dan memecah belah divide et impera kaum nasionalis seluruh dunia terutama negeri-negeri kaya minyak (SDA).

Polarisasi ini sudah meluas juga ke Eropah negeri-negeri UE seperti Brexit. Hongaria, Polandia terang-terangan menentang garis politik globalis/ internasionalis UE. Munculnya partai-partai nasionalis yang disebut partai-partai ‘populis’, ‘konservatif’ menunjukkan kebangkitan polarisasi itu.

Di Indonesia tentu juga tidak terelakkan arus polarisasi dunia itu. Ini terlihat dari perubahan sikap politik semua partai: mewakili kepentingan nasional bangsa atau mewakili kepentingan global NWO. PDIP tidak bisa lagi dikatakan sebagai partai nasionalis satu-satunya, karena adanya cuma dua pilihan tadi (polarisasi) bagi semua partai yang ada.

FPI, KAMI, HTI, WAHABI dsb adalah perwakilan yang disokong dari luar, jadi mewakili ujung lain dari polarisasi itu. Mereka ini tidak mewakili negeri manapun, karena memang kaum globalis tidak punya negeri, tapi mau menguasai dan memerintah semua negeri dunia.

AS sebelum Trump dipakai sebagai alat penting menaklukkan dunia itu. Biden Capres Demokrat masih tetap bercita-cita menghidupkan kembali AS sebagai pemimpin seluruh negara-negara dunia. Ini adalah cita-cita kaum globalis NWO/ Komunis, bukan cita-cita Biden pribadi atau Demokrat karena Biden maupun Demokrat sekarang adalah alat utama NWO.

Dengan terpilihnya Demokrat Biden maka AS bisa dipakai lagi sebagai negara adidaya melaksanakan cita-cita globalisme NWO seperti halnya AS sebelum Trump.

“Trump’s isolationist stance has eroded the position of the United States as a global leader,” kata Biden, dan dia akan ‘continue American global leadership in the 21st century’.

Sekali lagi, ini bukan cita-cita Biden pribadi.

Partai-partai politik di Indonesia semakin terpolarisasi dalam 2 kepentingan bertentangan tadi. Kalau di AS polarisasi jadi fifty-fifty, di Indonesia terlihat penentang kepentingan nasional semakin mengecil jumlahnya. Bukan fifty-fifty seperti di AS Trump.

Mayoritas partai-partai politik di Indonesia sudah bersifat nasionalis atau memilih jalan nasionalis dalam POLARISASI bangsa Indonesia.

Polarisasi Indonesia harus memperkuat Kerjasama nasional seluruh rakyat menentang kekuatan global yang akan lebih kuat kalau Biden Demokrat menang pilpres 3 November 2020 di Pilpres AS. Negara adidaya AS akan dimanfaatkan seperti di era Obama. Perang dan Terorisme akan semarak lagi di seluruh dunia.

Biden sudah menyatakan cita-citanya untuk mengembalikan negara adi daya AS memimpin dan mengontrol kekuasaan dunia yang katanya selama ini sudah dihilangkan oleh Trump.

Perjuangan nasional bangsa-bangsa dunia adalah arus sejarah yang tidak bisa dikembalikan. Tetapi bisa terhambat sementara dengan kemenangan Biden. Era internet yang sudah hampir selesai menelanjangi semua ‘rahasia’ NWO/ Communism juga tidak bisa dikembalikan seperti pada era sebelum internet.

Karena itu, KEMENANGAN NASIONAL bangsa-bangsa dunia adalah arah dan arus yang sudah pasti walaupun masih harus melalui zigzag berliku dan komplikasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.