Kolom M.U. Ginting: Polisi dan KPK Bukan Ormas

kpk polri 1
Penampilan Sanggar Seni Sirulo di Hotel Tiara, Medan.

M.U. GintingKPK satu per satu dipolisikan. Kebanyakan dari semua kesalahan ini adalah pada masa lalu. Bagi rakyat biasa tentu akan selalu jadi pertanyaan, dari dulu mengapa tak diperkarakan?

Semua munculnya sekarang ini, ketika duel KPK-Polisi sedang berkecamuk. Ada semacam pemikiran atau tanda tanya memang, dulu di simpan saja persoalan ini, menunggu ‘moment yang tepat’ yaitu ‘kalau soal saya’ nanti kebongkar baru saya bongkar soal dia itu. Ini terutama dalam menghadapi KPK tentunya, karena duit kapan saja bisa ‘diselipkan’. Tetapi, kalau saya tak disentuh, maka saya juga tidak akan menyinggung soal dia dan akan saya diamkan untuk selama-lamanya.

Kira-kira begitu banyak dugaan publik. Bisa dipahami memang, melihat soal-soal sudah 5-10 tahun umurnya.


[one_fourth]sempat diangkat dan diarak sambil tersenyum [/one_fourth]

Euforia polisi di depan pengadian Jaksel seperti permulaan Reformasi bebas dari ikatan diktator militer Soeharto dulu. Sebagian baris bersembah sujud dan ada yang potong rambut. Menurut Kompolnas, sikap tersebut sangat tidak bijaksana dan justru menunjukkan bahwa kasus itu merupakan pertarungan antar-lembaga. Kapolres Jaksel Kombes Pol Wahyu Hadiningrat bahkan sempat diangkat dan diarak sambil tersenyum menyambut kemenangan praperadilan Komjen BG.

“Harusnya Kapolres bisa menahan diri, mungkin internal boleh, tapi jangan di depan publik,” kata Hadimah (Kompolnas) menjelaskan (merdeka.com).


[one_fourth]Polisi dan KPK bukan dua Ormas yang bersaing[/one_fourth]

Polisi di situ memang bertugas jaga keamanan, bukan tunggu keputusan untuk bereuforia dan bersoraksorai atas ‘kemenangan polisi’ atas KPK. Polisi dan KPK adalah dua lembaga negara yang bertugas jadi tiang penyangga RI. Polisi dan KPK bukan dua Ormas yang bersaing satu sama lain, apalagi saling mejatuhkan. Lagi pula, polisi bereuforia di depan public, lupa tugasnya yang utama ketika itu yaitu menjaga keamanan di depan pengadilan.

Kolektif KPK harus 5 minimum jumlahnya. Setelah WK diperkarakan, jadi 4 orang. Dan masih bisa dipertahankan dengan nama ‘kolektif’. Kalau Samad sang ketua juga dipolisikan, tinggal 3 dan susah diatasnamakan sebagai ‘kolektif’.


[one_fourth]lantik polisi bersih tanpa rekening gendut[/one_fourth]

Korupsi dan koruptor betul-betul euforia pesta fora. Rakyat tinggal nonton pesta dan noton euforia perongrong negara. Tanpa KPK dan dengan polisi yang euforia begitu, ya mari sama- sama gigit jari saja atau minta Jokowi lantik polisi bersih tanpa rekening gendut, dan lantik KPK yang sudah diperiksa 5-10 tahun kebelakang.

Apapun yang terjadi dengan KPK sekarang atau di masa depan, ada satu hal yang harus kita banggakan selama ini ialah pengabdian badan ini selama ini dalam memberantas korupsi di Indonesia sudah menjadi sejarah tersendiri dalam proses perkembangan negeri ini.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.