Kolom M.U. Ginting: RUU TERORISME

“Kita harus selalu mengingat, bahwa mereka kelompok yang dinamis yang setiap hari memperbaiki kekurangannnya, mereka melakukannya setiap hari, tapi kita berdebat (RUU anti terorisme) setiap hari dan kembali merebut nyawa anak bangsa,” kata Ridlwan Habib Peneliti dari kajian stratejik intelijen Universitas Indonesia (UI) pada diskusi Polemik Sindo Trijaya FM di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat [Sabtu 3/6 merdeka.com].

Kedinamisan kelompok teroris ini sangat terlihat memang dalam perkembangan waktu, dulu menggunakan banyak biaya, bom canggih, senjata canggih dsb, tetapi belakangan dengan biaya sangat kecil, seperti mengindoktrinasi orang-orang agama yang naif dijanjikan masuk surga atau bidadari cantik di sana. Untuk bunuh diri, bawa bom rakitan atau bom panci, atau menyewa seorang penyandu narkoba untuk nyupiri truk menggilas banyak orang atau menembaki orang banyak. Biayanya sangat minimal memang.




Kalau di lapas, teroris ini bebas mengindoktrinasi tahanan lainnya untuk dijadikan teroris. Memang patutnya harus dicegah, dengan UU atau apa saja yang bisa diberlakukan di tiap lapas termasuk juga menghindari permainan sang sipir seperti dalam soal narkoba.  

Dari segi lain yang sangat mendasar dan hakiki ialah bahwa terorisme adalah bagian yang sangat penting dari usaha neolib untuk mencapai global hegemoninya. Dua lainnya ialah narkoba dan korupsi. Ini berarti harus bertitik tolak dari definisi Prof. Chossudovsky soal terorisme.

Beliau bilang:

“The so-called war on terrorism is a front to propagate America’s global hegemony and create a New World Order. Terrorism is made in USA, The global war on terrorism is a fabrication, a big lie”

(Lihat videonya di SINI)

Inilah yang harus menjadi dasar utama dalam pemikiran apapun soal terorisme termasuk dalam membikin UU atau merevisi dan melengkapi UU yang sudah ada mengenai terorisme. Dengan pikiran strategis ini, artinya mengetahui tujuan utama terorisme itu, tentu lebih gampang menyesuaikan tindakan apa yang tepat tiap kali ada teror yang ‘dinamis’ itu.

Teror Thamrin adalah satu bukti kuat bahwa aparat keamanan kita cukup tangkas menghadapinya dan ditumpas habis dalam tempoh menit-menitan saja. Setelah itu Presiden Jokowi bilang kalau teroris tidak perlu ditakuti karena maksudnya memang menakut-nakuti. Betul sekali memang, tidak perlu takut dan ‘gebuk’ habis saja kalau ada teroris yang muncul, jangan ada sisanya. Gebuk teroris Thamrin berhasil bagus.




Walaupun begitu, teroris pasti akan datang lagi selama sumbernya masih ada di dunia, yakni perusahaan teroris itu tadi (neolib global hegemony). Wakil Presiden JK juga bilang sehabis teror Thamrin bahwa terorisme tidak ada kaitannya dengan agam Islam. Betul memang, kaitannya tidak ada dengan agama, hanya dengan orang-orang naif gampang diindoktrinasi dijanjikan surga dan bidadari cantik, dengan orang-orang penyandu dan pemabuk narkoba, dan orang-orang kriminal hobbi bunuh dan duit.

Karena ‘Obama was the last gasp of neoliberalism’ setelah masuknya Trump ke Gedung Putih, bisa dihitung juga bahwa ‘kedinamisan’ terorisme ini pastilah juga akan mengalami perubahan. Terorisme sebagai ‘made in USA’ bisa mendapat gangguan, terutama di AS sendiri. Tetapi, masih harus tetap ada dalam catatan bahwa kekuatan neolib bukan main besarnya dari segi finansial/ ekonomi dan pengaruhnya yang masih sangat besar di banyak negara besar dan maju.

Tetapi di sinipun neolib sudah dapat tandingan yang semakin besar tiap hari: Gerakan Nasionalisme bangsa-bangsa dunia. Ini adalah pergerakan sejarah, tidak bisa dicegah.

Foto header: Kintakun.






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.