Kolom M.U. Ginting: Soekarno dan Etnonasionalisme KBB

etnonasionalisme
Penampilan Sanggar Seni Sirulo di sebuah seminar internasional mengenai Global Warming di Hotel Tiara, Medan.

M.U. GintingAda pemikiran bagus dari Plt. Sekjen PDIP Hasto Kritiyanto yang menilai survei Poltracking sudah ditunggangi agenda politik de-Soekarnoisasi. Akan ada selalu usaha memecah dan menghancurkan partai lain, tak perlu heran.

“Mereka yang menyederhanakan survei kepemimpinan PDIP dengan mempersoalkan kepemimpinan trah Soekarno tidak menyadari bahwa Bung Karno memang hidup dalam kepemimpinan dan urat nadi PDIP,” kata Hasto (Jakarta) di merdeka.com [Senin 23/3].

Lebih lanjut Hasto menjelaskan, sebagian besar anggota dan simpatisan PDIP bergabung ke partai karena menyatukan diri dengan ide, gagasan, perjuangan, dan cita-cita Bung Karno (BK). Menurut dia, sosok presiden pertama dan pendiri bangsa itu selalu hidup.

“Ide, jiwa dan gagasan BK bahkan tidak pernah mati karena menyatu dengan kondisi aktual bangsa. Karena itulah berbagai proyek politik sejak zaman Orde Baru tidak pernah bisa menyingkirkan BK dari hati sanubari rakyat,” jelas Hasto.

etnonasionalisme 2
Penampilan Sanggar Seni Sirulo di Hari Ulang Tahun (HUT) MAMRE GBKP XVI di Sukamakmur, Sibolangit (2014)

Memang jiwa Soekarno masih tetap hidup di PDIP dan juga dalam diri Megawati. Kepercayaan jiwa Bung Karno dalam diri Mega bikin dia tetap dipertahankan. Jiwa patriotisme dan nasionalisme Bung Karno memang masih hidup di Indonesia dan juga malah dalam gerakan nasionalisme seluruh dunia akhir-akhir ini meningkat lagi terutama di Eropah (Barat dan Timur).

Di banyak negeri Eropah Barat, partai-partai nasionalis ini telah menjadi partai besar ke 3. Padahal, selama ini, tak dihitung atau memang tak ada.

Terakhir di Pemilu kemarin di Perancis, Mart 2015, partai nasional ini malah sudah maju jadi nomor 2. Nasib partai sosialis yang selama ini di atas, telah jadi nomor 3. Proses ‘kematian’ sosial demokrat Eropah kelihatannya tak bisa dihambat lagi. Kelihatannya sejajar dengan kematian Marxisme, karena partai-partai ini punya dasar Marxisme.


[one_fourth]Marxisme sangat keras menentang sukuisme dan daerahisme[/one_fourth]

Partai sosialis sangat anti sukuisme dan nasionalisme. Kita punya pengalaman sejarah di Indonesia bagaimana partai-partai dengan ide Marxisme sangat keras menentang sukuisme dan daerahisme pada zamannya. Ini sejalan juga dengan ide liberal soal nasionalisme. Liberalisme menentang sosialisme, dan era sekarang muncul ethnonasionalisme menentang liberalisme maupun sosialisme. Keduanya, liberalisme maupun sosialisme, dalam perjalanan hilang ditelan zaman.

[box type=”shadow”]

“The core of the ethnonationalist idea is that nations are defined by a shared heritage, which usually includes a common language, a common faith, and a common ethnic ancestry.”

“Whether politically correct or not, ethnonationalism will continue to shape the world in the twenty-first century.” (JERRY Z. MULLER Professor of History at the Catholic University of America).

“Membangun nasionalisme dengan etnonasionalisme” (dr. Supredo Kembaren SpB di milis tanahkaro)

“Perjuangan abadi antar-etnis dan Kekuatan Identitas” (MUG di milis tanahkaro)

[/box]

Di Indonesia dan negeri-negeri berkembang lainnya, gerakan ethnonasional (sukuisme) yang juga telah menjadi thema sehari-hari dalam perkembangan negara-negara berkembang. KBB (Karo Bukan Batak) adalah bagian terpenting dari gerakan ethnonasional Karo.



2 thoughts on “Kolom M.U. Ginting: Soekarno dan Etnonasionalisme KBB

  1. “Siapa yang percaya Karo pendiri Medan?” Betul memang, satu ketika saya di Medan mau ketempat patung Patimpus, naik mobil kelewatan, lantas saya tanya orang, dimana monument Patimpus, satu orangpun tak ada yang tahu, orang-orang yang saya tanya ini semua sekitar Petisah itu juga. Jadi sudah jadi kenyataan selama ratusan tahun, KEBENARAN Karo satu ini sudah hampir rahib ditelan bumi seperti RGM bilang “karena kebenaran yang didiamkan lambat laun akan rahib ditelan bumi.” Tepat sekali ini soal KEARIFAN LOKAL Karo itu sudah hilang dari Pesisir, karena Karo ketika itu lebih baik DIAM menyingkir minggir dari pada bertahan dan NGOMONGKAN kebenarannya. Sifat negatif ini sekarang kita kikis sedikit-sedikit atau sekali gus kikis habis. Sudah ada kemungkinan, karena perubahan zaman yang menguntungkan bagi Karo.

    MUG

  2. Tiongkok negara Komunis yang berhasil menghidupkan “emansipasi pemikiran” karena tradisi budaya lokalnya.

    Sedikit saya kaitkan ke lingkungan gereja.
    Menarik bagi saya membaca pengalaman mama Juara R. Ginting saat memberi kuliah di salah satu perguruan tinggi(ilmu Teologia) di Jerman. Dimana beliau diprotes habis-habisan oleh mahasiswa/i karena menceritakan bagaimana GBKP(Karo) dan HKBP(Toba-Batak) menerima unsur budaya lokal. Perlu diketahui GBKP(Kalpinis) dan HKBP(Lutheran), sama-sama kategori Protestan.
    Pada dasarnya, Protestan di seluruh dunia menjauhkan Injil dengan nilai budaya lokal(jelasnya baca: Teologia Kontekstual: Pdt. E.S.Ginting atau beberapa tulisan saya di Bulletin Sinalsal). Cuma menarik dengan beberapa Protestan di Indonesia, termasuk GBKP dan HKBP, sehingga jika kita jelaskan pandangan Protestan terhadap budaya maka mereka akan ‘protes’, sebab di lapangan sekarang ini tidak demikian.
    Mengapa ini terjadi?
    Sejauh ini dilakukan untuk 1. Mempertahankan umatnya yang dari satu kelompok etnis yang sama, dan 2. Membendung era-Pentakostalisme.
    GBKP dan HKBP sadar betul, dengan menerima dan berlindung dari tradisi budaya lokal-lah gereja dapat bertahan. Sehingga populerlah istilah “kontekstual” dan “inkulturisasi”.
    Kemudian sekarang lagi trendnya segala yang berbuau budaya lokal dalam segala aspek. Dan dapat dipastikan daerah atau kelompok yang tidak mengedepankan kekhasannya akan tersingkir dari panggung. Tiongkok karena budayanyalah dapat bertahan dari gerusan globalisasi dan mampu bersaing dengan Amerika, Jepang, dan Jerman, sehingga ada istilah “bukan mengglobalisasi Tiongkok, tetapi mengtiongkokkan globalisasi.” Demikian juga dua Korea, India, Iran, Vietnam, bahkan Malaysia. Integrasi budaya kini harus terjadi di segala aspek, sebab segala sesuatu yang tidak berakar dari budaya lokal akan musnah.
    Jadi, orang yang mengharamkan etnoisme atau integrasi dengan budaya lokal akan tersingkir. Contph: Karo yang tersingkir di Pesisir karena tidak mempertahankan kekhasannya. Siapa yang percaya Karo pendiri Medan?
    Atau Pakpak dan mungkin selanjutnya Simalungun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.