Kolom M.U. Ginting (Swedia): Budaya dan Perkembangannya

muginting 19
Sanggar Seni Sirulo menghibur pengungsi Sinabung di Kabanjahe (2010)

M.U. Ginting”Kebudayaan adalah bagaimana memperlakukan masyarakat,” kata Jokowi. Sungguh simpel, semua mengerti dan tak perlu banyak cingcongnya. Jadi, budaya saya ialah bagaimana saya memperlakukan anda, bagaimana golongan saya memperlakukan golongan anda, bagaimana kekuasaan memperlakukan rakyat. Atau, sekarang, bagaimana kekuasaan global (ekonomi) memperlakukan satu nation tertentu atau nation-nation dunia. Bukankah ini sederhana tetapi 100% sejati?

Lebih luas lagi dari suasana kejadian-kejadian yang lalu ialah bagaimana satu golongan tertentu dengan budaya/ kultur tertentu diperlakukan oleh pemerintah atau oleh golongan lain dari kultur yang berlainan. Dalam era cultural/ ethnic revival dunia, soal inilah yang telah menjadi sebab utama perang etnis dengan korbannya yang sangat banyak. Banyak korban tetapi banyak pelajaran.

Fase perang etnis ini kelihatannya sudah akan lewat dan sudah memasuki fase ’memahami perbedaan’ terutama dari segi kultur/ budaya yang berlainan, yang sekarang pindah ke elit (politik, korupsi, dll). Atau seperti Karlina pernah bilang 2010 bahwa “people were smarter and more critical now and would not easily be influenced by conflict at the elite level”.

yoona gif photo:  yoona.gif

Dalam soal bagaimana memperlakukan masyarakat tadi, yang terjadi sekarang seperti yang dipotret oleh Karlina; soal bahaya baru kebudayaan modern yang dirancang dari luar.

“Konsumerisme bukan hanya soal psikologis atau gejala sosial, tetapi gejala budaya yang sengaja dirancang untuk memungkinkan mesin industri gaya hidup terus berputar. Seperti makhluk rakus yang tidak pernah kenyang,” katanya.

Dengan perkataan lain: ”Melalui berbagai label yang menggiurkan, gaya hidup mewah, prestise dan status, serta prinsip-prinsip kenikmatan, didesakkan ke dalam benak bawah sadar konsumen.”

Sungguh tepat pemotretan oleh Ibu Karlina,  situasi yang kita hadapi sekarang secara global maupun nasional.

Mengenai kebebasan kita Karlina mengatakan: “Sebetulnya lebih tepat dilihat sebagai kebebasan yang batas-batasnya ditentukan oleh kepentingan pasar. Bagaimana nalar ekonomi mengendalikan, mengatur, dan mengarahkan pelbagai bidang pendidikan, politik, kebudayaan dan sebagainya, semata-mata berdasarkan prinsip dan kinerja pasar.”

Luar biasa memang perempuan filosof Indonesia ini. Kita sangat berterimakasih atas pemikiran maju seorang perempuan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.